Kota Batik di Pekalongan
Buka Yogya, e, Â bukan Solo
Gadis Cantik jadi Pujaan
Jangan Bejat jangan Bodoh
Slank#
Whatsss? Pekalongan ada gunung, ada air terjun? Masa? Bukannya Pekalongan itu pesisir, Pantura, yang saya tahu bahwa Pekalongan adalah kota yang dilintasi oleh berbagai macam truck/container dan bis-bis besar lainnya. Ia tidak masuk dalam destinasi wisata popular seperti Yogya ataupun Solo.
Mungkin kawan akan familiar bahwa, Pekalongan ya Habib Lutfi, atau Habib Lutfi ya Pekalongan. Seorang Habib yang begitu cinta kepada Republik Indonesia, seorang Habib yang diakui dunia tarekat. kawan tahu ngga tarekat itu apa? hahaha, gt banget ya nanyanya? ya maaf. Kalo kawan ngga tau, biar kujelaskan sedikit (baca), halagh. qiqiqiqi.Â
Tarekat itu adalah adalah jalan spiritual oleh seorang pejalan (salik) menuju hakikat. Nah masih ada lagi setelah kita mengetahui tentang kesejatian (hakikat) kita akan mencapai makrifat, nah lho, apalagi itu.Â
Sebelum kita masuk ke ranah tarekat, hakekat dan makrifat, ya kita harus melalui tahapan syariat dulu dong. Â Iya kan kawan. Gimana syariatnya, aman-aman aja kan. Lho kok malah masuk ke dunia tasawuf ini..hehehe, lanjut ke cerita perjalananku di Pekalongan ya kawan.
Saya beberapa kali melakukan perjalanan sendiri, sebelumnya saya pernah menjelajahi Bali, Ubud, Tegalalang, Kintamani, Gunung Batur. Ada keasyikan tersendiri ketika kita melakukan solo traveling.Â
Kita bisa bebas menentukan ke manapun yang kita inginkan dan tidak terpaku sama waktu dan lain hal. Nah di Pekalongan pun demikian. Jujur saja saya ngeblank dan tidak tahu tentang daerah sana.  Saya ngga ada kawan di sana, tapi yang saya yakini adalah bahwa ketika kita akan traveling pasti akan ada saja kawan yang akan membantu atau menemani kita. Noted itu kawan. Nanti kuceritakan.
Perjalanan dari Jakarta ke Pekalongan saya tempuh dengan menggunakan jasa kereta, bagi sebagian orang termasuk saya, yang merokok akan menyiksa. karena kereta sekarang ini sudah jauh lebih manusiawi bagi kita semua, dan sangat disenangi oleh mereka yang tidak merokok, tetapi bagi kita yang merokok, aaaah sudahlah.Â
Mbok ya, PT KAI memberikan space atau smooking area di dalam kereta gitu lho. memang di stasiun-stasiun kereta ada smooking area, tapi di dalam keretanya sendiri?Mungkin bisa disediakan satu gerbong khusus untuk para perokok, hahaha, mesti banyak yang setuju sama ideku ini.Â
Tiba di Pekalongan sekitar subuh, setelah menikmati perjalanan sekiraR 5-6 jam. Istirahat sejenak di Stasiun Sembari #narkopian pastinya. Menunggu agak terangan baru menuju sebuah pantai yang letaknya tak jauh dari stasiun. Dengan menggunakan ojek saya tiba di pantai itu, Pantai Pasir Kencana namanya. Sepi, sunyi belum ada aktivitas apapun di sana. Ya iyalah, lha wong masih pagi.
Menikmati pantai sebentar, lanjut entah mau ke mana. Browsing sebentar, akhirnya saya putuskan untuk ke Museum Batik. Ya perjalanan menuju ke sana seperti biasa, tanya sana dan sini, naik angkot, naik becak dan jalan kaki diantara truk-truk besar.Â
Yang menarik di dalam foto itu ada sepasang patung yang menurutku epik Jepret dan taraaaa... patung aja pasangan, masa kamu ngga, truck saja gandengan, masa kamu ngga, ATM saja bersama, masa kamu ngga.. hahaha lanjut...
Dekat museum, ada plank BATIK, yang sepertinya menjadi ikon Pekalongan (bisa di ralat) jika saya salah. Oh iya, kuberitahu satu hal kawan, saya juga sempet makan duren. Dan rupanya, Pekalongan juga rupanya sentra durian, karena baru ingat, selain saya ingin naik gunung dan ingin pula menikmati festival durian di sana.Â
Tapi, ah sudahlah. Di Pasar Doro sajalah makan durennya. Oh iya di depan museum itu juga banyak yang jual kopi, jangan lupa ngopi kawan, masih ada kopi diantara kita kan, angkat cangkirmu kawan, tuangkan air kedamaian. Nah kalo di Jakarta, di taman Suropati, yang jual kopi seru juga kawan, saya nyebutnya kopi ngepot, karena berseliwerannya tukang kopi di sana, ngebut pulak. Hahaha.
Tibalah saya di Pasar Doro, sebuah pasar tradisional dengan segala aktivitasnya. Ketika kau hendak bertanya kepada seseorang, lakukan dengan memesan secangkir kopi di warung sekitarnya, maka keakraban dan tujuan kita akan segera kita dapatkan infonya.Â
Saya diarahkan untuk menaiki mobil bak terbuka, yang bahasa sananya adalah doplak. Lama kawan nunggunya, karena mobil ini ngetem dulu untuk menunggu penumpang yang lain.Â
Akhirnya doplak bergerak perlahan, jadi teringat pada masa muda dulu, ketika naik Gunung Slamet menuju kaki Gunung Bambangan, sama persis. Mata kita bebas liar melihat pemandangan yang tersedia. Ini juga yang ku rasakan, bahwa Pekalongan mempunyai hutan yang masih begitu terjaga.Â
Eksotis dan jika beruntung kita bisa menemukan Owa Jawa bergelantungan di hutan Petung Kriyono ini. Jalan berkelok-kelok namun tidak membosankan kawan, disamping bebas merokok, juga pemandangan dan udara yang sejuk membuat otak dan badan kita fresh, u have to try this. Saya bingung, entah ke mana tujuan akhirku, yang saya tahu ketika ingin mendaki Gunung Rogojembangan, turun di desa terakhir dan nanti masih naik ojek lagi, kata penumpang yang saya tanya tadi, whatsssssssss.Â
Saya masih terus berpikir ketika doplak sudah memasuki kampung-kampung, sampai mata lamat-lamat melihat ada sebuah tulisan basecamp pendakian. Nah ini.Â
Tanpa pikir panjang lagi, saya memutuskan untuk turun dan mampir ke basecamp itu, jiaaaah, sebuah basecamp yang kebetulan lagi sepi. Ketika mengucapkan salam dan ngomong mengenai tujuanku, sang tuan rumah sedang tidak ada, akhirnya saya dikenalkan oleh seorang anak muda disana, dan dialah yang mengantarkanku untuk mengesplore Petung Kiyono...see...see..see. ini yang kubilang di atas tadi, bahwa akan ada saja pertolongan ketika kita hendak mengeksplorasi nusantara, kawan.
Bahasa, tidak melulu harus bahasa kata kawan, gesture, symbol, semesta dan juga +, -, tangent, cotangent dan sebagianya itu semua adalah bahasa. Semesta mengajarkan kepada kita bahwa semua yang ada di bumi dan di langit ini adalah sebuah bahasa dan ayat-ayat yang bisa kita petik atau ambil pelajarannya. Seperti  dialog ikal dan weh di dalam buku Edensor.
"Tahukah engkau, Ikal...?
"Langit adalah Kitab Terbentang....?
"Sejak masa Azoikum, ketika kehidupan belum muncul, langit telah mencatat semua kejadian di muka bumi ......"
Begitu juga dengan saya dan kawan baruku ini, kami langsung akrab dan dia dengan senang hati mengantarkan saya mengeksplorasi Curug Bajing dengan mengendarai motornya. Seru kawan.Â
Saya melewati beberapa jalan dan semuanya terasa nikmati. Tibalah di Curug Bajing. Saya begitu menikmati curug ini. Narsis, bolehlah dan yang penting jangan ketinggalan foto view-nya. Karena barang siapa yang tidak mau di foto dia akan hilang ditelan sejarah. Saya ngga tau ini kutipan siapa mungkin KHI punya atau siapalah, tapi yang pasti bukan kutipanku.Â
Setelah puas, dan pastinya kita ngobrol-ngobrol, saya ucapkan keinginanku untuk naik gunung, yaaaaaaaaah, ternyata dia tidak suka naik gunung dan mengatakan jika nanti dia akan mencari orang yang bisa mengantarku naik gunung, Irul namanya.Â
Saya katakan bahwa hendak naik gunung Rogojembangan, sayang seribu sayiang, bahwa Gunung Rogojembangan pada saat itu, cuaca kurang bersahabat dan sudah sore, serta tidak ada yang mendaki, hanya saya sendirian saja, akhirnya putar haluan dan di sarankan untuk menuju Puncak Batu. Kepalang tanggung, perjalanan ke Puncak  Tugu saya setujuin saja, lha wong sing penting jalan kaki, ngopi + nenda di ketinggian di antara kabut dan hutan.
Tanjakan dan medan yang kulalui kulahap dengan senyuman dan pastinya gumaman lagu Bang Iwan yang menemani pendakianku. Sekira dua atau tiga jam kami tiba di Puncak Batu, seperti biasa, mendirikan tenda untuk tempat tidur kami nanti malam.Â
Saat menemaniku, Irul pernah bercerita bahwa ia ingin menjadi petani di desanya, dan dia sudah bergabung dengan 5-6 orang temannya untuk menggarap lahan. Pemikiran yang luar biasa dari seorang anak SMA pada saat itu, namun sepertinya sekarang Irul sedang mengembangkan bisnis kopinya di sana, karena kopi Petung Kriyono sedang bergeliat menuju pasar nasional. Sekali lagi terima kasih Irul, kapan kita bisa ngopi-ngopi lagi. Â Â
Cat: Semua foto adalah dokumen pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H