Mohon tunggu...
Aymara Ramdani
Aymara Ramdani Mohon Tunggu... Administrasi - Orang yang hanya tahu, bahwa orang hidup jangan mengingkari hati nurani

Sebebas Camar Kau Berteriak Setabah Nelayan Menembus Badai Seiklas Karang Menunggu Ombak Seperti Lautan Engkau Bersikap Sang Petualangan Iwan Fals

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Catatan Sebuah Perjalanan: Pendakian Gunung Sumbing

8 Desember 2017   11:24 Diperbarui: 8 Desember 2017   13:08 1782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Panggilan dari gunung turun ke lembah-lembah

Kenapa nadamu murung Langkah kaki gelisah

Matamu separuh katup Lihat kolam seperti danau

Kau bawa persoalan Cerita duka melulu

(Panggilan dari gunung, Iwan Fals)

Lebaran sebentar lagi, 1432 H atau tepatnya 31 Agustus 2011, seluruh umat Muslim merayakan kemenangan di hari nan fitri, setelah sebulan penuh menjalankan ibadah yang menguji kesabaran. Namun ada yang berbeda dengan anak-anak ini, kawan-kawan berencana untuk mengadakan pendakian ke Gunung Sumbing, tepat di lebaran hari ke 2. Rencana sudah dibuat, wacana dan planing sudah matang, tinggal menunggu hari H.

Hari H tiba. Tepat pukul 19.30 Tutu dan Kang Tege serta Kang Nyots sudah tiba di stasiun Kota. Sementara aku, P(f)aisal dan Wawan "bimbim" Tuber masih dijalan. Kang Sob jalan via Bandung. Jarum jam di HPku menunjukkan pukul 20.30 kita semua kumpul dan mencari gerbong untuk mendapatkan tempat duduk. Yup, akhirnya kita mendapatkan tempat duduk yang kita harapkan. Pukul 21.30 kereta berjalan perlahan meninggalkan kota Jakarta yang sedang sepi karena di tinggal penghuninya untuk mudik lebaran, sementara kita-kita mudik untuk mendaki, mencari pesonanya Gunung Sumbing

Pagi hari di Semarang, Stasiun Poncol kita jumpai, dan Kang Sob sudah menunggu disana. sementara teman-teman yg lain ada yang ngecharge hp, minum narkopi dan ada yang ke toilet sambil istirahat sejenak. Tak lama beristirahat segera kita menuju terminal Semarang yang kemudian melanjutkan ke daerah Garung Wonosobo.

Sekira 4 sampai 5 jam perjalanan, kita tiba di pertigaan Garung, persis ada masjid, dan kita sempatkan untuk shalat jumat berjamaah disana. Selesai shalat kita mencari makanan khas Garung, dan tahukah kawan, makan siang yang tak terlupakan dengan brongkos dan bebek gulai, yummy, prepare untuk naik. untungnya Kang Sob tak lupa membungkus nasi, yang pada akhirnya sangat bermanfaat buat kita-kita di tengah jalan.

Pukul 16.00 atau setelah ashar kita mulai berjalan. dengan semangad '45. Kita berjalan menyusuri ladang-ladang tembakau. Medan belum terlalu berat masih landai dan kita masih bisa bercengkrama. Kemudian medan mulai berubah, kita menemui jalan berbatu, semuanya batu yang sepertinya sudah di tata sedemikain rupa. 

Tampak didepan kami keindahan puncak Gunung Sumbing di sore itu sudah terlihat jelas. perpaduan cahaya matahari sore itu dengan keringnya gunung, tampak kemerahan puncaknya. Sambil menikmati indahnya suasana sore itu kita bercerita, kita bernarsis ria dan berpolah seperti anak kecil. Ada yang bergaya climbing, dan aku yakin semua kawanku menikmati perjalanannya dengan khayalannya masing-masing.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Hari semakin gelap, namun cahaya mentari masih terlihat samar, ketika mata kami tertuju ke belakang, waw, indahnya Gunung Sindoro --yang konon adalah istrinya Gunung Sumbing-- membelakkan mata kita, siluet dan jingga keemasan yang dipancarkan dari cahaya matahari begitu eksotis dan cantik, sementara awan-awan itu bergelombang laksana ombak yang saling bersahutan, amazing, P(f) dan Kang Sob langsung mengambil senjatanya untuk mengabadikan moment itu. so nice. "ini belum sampai puncak lho", masih jauh, kata seorang penduduk setempat yang sedang berjalan. Membawa sundung dan rumput untuk makan ternaknya. Namun pesonanya sudah meracuni kami.

320061-1952426458313-892208896-n-5a2a2bd55ffe1f652a672f42.jpg
320061-1952426458313-892208896-n-5a2a2bd55ffe1f652a672f42.jpg
320061-1952426538315-2051491268-n-5a2a2bc66d12860e0c4d4782.jpg
320061-1952426538315-2051491268-n-5a2a2bc66d12860e0c4d4782.jpg
Menjelang maghrib kita tiba di bibir hutan, sebelumnya medan yang kami lalui adalah bebatuan yang ditata dengan rapi, nah sekarang ketika kami tiba di bibir hutan ini, kita di hadapkan dengan medan tanah dan berdebu, debunya luar biasa kawan. memang Gunung Sumbing ketika musim kemarau sangat terkenal dengan debu dan kegersangannya. 

Kami terus berjalan, berjalan dan berjalan. Peluh mulai membasahi kami, hembusan angin mulai merayapi kulit kami, kantuk mulai menghadang dan debu semakin ganas menyerang, namun semua itu terkalahkan dengan semangat teman-teman, Tutu, bidadari satu-satunya diantara bidadara-bidadara, begitu gigih melawan medan yang bisa dibilang berat.

dokpri
dokpri
Kami selalu melihat peta yang dibagikan di pos awal pendakian dan aku sampai salah baca pos pula, karena definisi yang diberikan di peta tersebut dengan medan yang kita lalui sepertinya sama, dan aku beranggapan bahwa kita sudah memasuki Pos Pestan, namun ketika ada tulisan pos di pohon, rupanya kita masih di pos 2, masih jauh untuk rencana awal kita yang ingin ngecamp di Pos Pestan. Akhirnya kita putuskan untuk ngecamp dan mencari tempat yang memungkinkan untuk mendirikan tenda. Mengingat energi yang sudah kita keluarkan sangat besar dan kita membutuhkan istirahat untuk mengembalikan energi kembali. Diambil keputusan bahwa yang membawa tenda untuk berjalan didepan, jika meneumukan tempat yang lapang dan datar, maka bisa langsung kita mendirikan tenda. 

Kang Tege, Aku dan Kang Nyot jalan didepan untuk mencari lokasi, tak berapa lama kita sudah mendapatkan tempat yang lumayan layak untuk ngecamp, segera buka tenda, dan menyiapkan segalanya. tenda berdiri dan siap kita untuk masak dan Narkopian. kita tidak tahu view yang akan kita lihat keesokan paginya, karena pada saat itu malam menjelang, sekira pukul 22.30..Makan malam tersedia, narkopi tidak ketinggalan menu kita malam ini adalah indomie rebus, telur dadar dan nasi, hmmm yummmy.

dokpri
dokpri
Apalagi yang lebih indah dari ini, kebersamaan dengan sahabat yang hanya bisa ditemui di antara rerimbuhan hutan dan desahan angin yang merayapi pori dan kulit kami,.namun hangat terasa, makan malam yang begitu indah di temani dengan cahaya bulan jutaan gemintang menambah syhadu kebersamaan kami. 

Makan malam yang bukan hanya bisa mengganjal perut, namun juga mempunyai sensasi yang luar biasa yang menurutku mengalahkan candle light dinnernya orang-orang ternama. setelah itu...bergegas masuk tenda, ambil jaket, dan SB, karena angin mulai merayapi kembali masuk melalui pori-pori yang membuat badan menggigil.. zzzttttttt......tidoooorrrrrrr..

dokpri
dokpri
Ketika mata ini masih mengantuk, berat dan malas untuk bangun, sayup terdengar ada yang mengucap astaghfirullah, entah siapa yang berucap demikian, namun itu cukup untuk membangunkan aku dari mimpi indah, ku belalakkan mata, dan aku buka tenda, wwawww, aku takjub kawan, aku terpesona dan mengagungkan nama Tuhan juga, pemandangan yang luar biasa, Gunung Sindoro begitu anggun menampakkan kecantikannya, dibaluti oleh awan gemawan laksana ombak bersahutan, di kejauhan Gunung Slamet sedang batuk-batuk kecil memuntahkan abu vulkaniknya. Seperti biasa P(f) dan Kang Sob langsung mengambil senjatanya, mengabadikan moment itu, setelah puas, kita memasak, membuat sarapan, membuat kopi dan kami repacking untuk melanjutkan pendakian lagi.

dokpri
dokpri
Tepat jam 09.00 kami melangkahkan kaki kembali, melewati tanah yang kering, batuan dan debu yang semakin ganas, medan semakin terjal, rupanya kita ngecamp dekat dengan Pos 3 atau Pestan, yang konon di pos ini adalah tempat bertransaksinya makhluk ghaib. kita beristirahat sejenak melepas lelah dan menikmati pemandangan yang semakin eksotis.

dokpri
dokpri
Masih ada beberapa pos lagi yang akan kita lewati, Pasar Watu, Watu Kotak, saya lupa satu lagi seingat saya ada kata putih-putihnya dan baru puncak, haaaaaaah aku bergumam..Kami tetap semangat untuk menggapai asa di puncak Gunung Sumbing. Untuk meringankan beban kita, kami mendirikan tenda untuk menaruh barang-barang  atau tas kita di Pos Pestan ini, dengan harapan, dengan tidak terlalu beratnya beban kita dipundak jelas akan meringankan langkah kita untuk menapaki jalan setapak yang penuh dengan batuan, debu dan punggungan gunung serta padang sabana yang luar biasa. Benar kawan, dengan hilangnya beban kita di pundak, langkah kita semakin nyaman, tertaur dan ringan. Namun medan semakin terjal dan berdebu yang tiada hentinya menghembuskan uap-uap debunya membuat langkah kita semakin lambat. Tenggorokan semakin kering, dan terik mentari menambah goyang fisik kami. Seperti biasa, dengan tekad yang kuat pasti kita mampu mengalahkan itu semua.

dokpri
dokpri
Pos Pasar Watu tiba, seperti biasa juga kita istirahat sejenak dan menikmati suasana alam yang mengagumkan, perpaduan antara awan, sabana dan gunung yang dilingkari awan, membuat kaki-kaki kami terobati laksana obat pelemas otot, aku menyebutnya konspirasi 3, ya, tiga buah ciptaaan tuhan melakukan konspirasi, yang menghasilan suatu kombinasi warna dan lukisan alam yang tak pernah kami jumpai. Putih hijau dan biru. Setelah istirahat dan melihat 3 konspirasi tadi, kami teruskan penrjalanan ini untuk mencapai Pos Watu Kotak, "bonuuuuussss' aku berteriak memberikan sedikit asa kepada diriku dan kawan-kawan. Karena sedari tadi kami tidak mendapatkan jalan datar, tanjakan yang terjal dan ekstrim adalah jalur yang selalu kami lalui. Oh ya dalam istilah pendakian kata-kata bonus ini sering sekali terucap, jika kita mendapatkan medan yang datar dan landai.. 

Namun itu hanya beberapa meter saja kawan, selanjutnya tanjakan terjal sudah menunggu didepan mata, kami terus berjalan menapakinya, langkah-langkah kami mulai gontai, rasa lelah kembali mnghampiri kami, Kang Nyot bahkan sampai tertidur pulas di tengah jalan karena menikmati kepalanya yang memang sudah pusing dari tadi. Halangan itu kami lalui, bidadari satu-satunya tetap melangkahkan kakinya dan aku sangat kagum dengan tekadnya, tekad yang harus aku tanamkan kepada diriku sendiri.

dokpri
dokpri
Watu Kotak akhirnya kita jumpai dan seperti biasa, kita istirahat sejenak..kawan, menurutku setelah Pos ini adalah Pos yang sangat sulit, terjal, berbatu serta debu yang semakin ganas karena langkah-langkah kami mulai terseret. semua itu bersatu padu menghasilkan suasana yang sangat memberatkan langkah-langkah kami. Namun kita semua terus berjalan berjalan dan berjalan, dengan satu tujuan ingin mencapai puncak Gunung Sumbing. aku terseok, tergelincir, merosot dan melemah namun ku kuatkan tekad untuk meraihnya. tahukah kawan? kelelahan, kekuatan mental di alam raya, kesolidan tim, survive, dan keteguhan dalam mencapai asa di alam raya (gunung), membuat kita sadar atau tidak, itu akan terrefleksikan dalam kehidupan kita sehari-hari, aku percaya itu dan sedikit banyak akan membuat kita bijaksana dalam mengarungi kehidupan ini.aku berjalan di depan sendirian kawan. Sementara kawan kawanku yang lain beberapa meter di belakangku.

dokpri
dokpri
Kelelalahan itu, medan terjal itu, jalur berbatu itu , dan debu yang tiada henti menyerang kami, akhirnya mampu kita lalui. Sekira pukul 03,00 kami tiba di puncak Gunung Sumbing. Batuan cadas, kawah yang luas memperlihatakn sisa letusannya dan pemandangan yang tidak tertutupi oleh apapun dapat kami saksikan dengan mata kami, aku yakin, dalam kepala kawan-kawanku, mereka mempunyai cerita dan pengalamannya sendiri-sendiri, kami saling bersalaman mengucap syukur dan menikmati puncak Gunung Sumbing. Tercapai sudah kami berlebaran di Gunung Sumbing, terealisasikan juga wacana yang sempat tertunda bersama kang Tege.

dokpri
dokpri
Kami nikmati suasana itu, P(f) dan Kang Sob seperti biasa dengan senjatanya selalu mengabadikan moment-moment yang luar biasa itu, kami berdiri di batuan tertinggi di Gunung Sumbing, waw luar biasa. oh iya kawan, sepatu pamungkas Wawan"bimbim" Tuber diabadikan di sana. sepatu yang akan mempunyai kenangan dengannya.

Kami tidak lama menikmati suasana puncak gunung tersebut, karena pukul 03.30 kami harus kembali turun agar tidak kemalam sampai base camp. Aku berfikir dengan medan turun akan lebih mudah dan tidak menguras tenaga, namun kawan, setelah aku jalani ternyata fikiranku salah. Medan menurun justru lebih menguras energi dan tenaga kita. 

302295-1952518420612-2046219197-n-5a2a2c4b6d128611d7146e83.jpg
302295-1952518420612-2046219197-n-5a2a2c4b6d128611d7146e83.jpg
Pertahanan dengkulku sedikit goyah, telapak kakiku mulai tak terkendali pahaku sudah tidak terkontrol lagi. dan aku yakin semua sahabatku juga demikian. Langkah-langkah kami semakin lunglai, Mboiy Nyot, terdiam dan selalu menikmati dirinya sendiri yang sedang sakit. Tutu sudah terkilir dan membuat jalannya semakin lambat. di tengah jalan kami selalu bergumam, teh manis...teh manis...teh manis..

Tahukah kawan, kenapa kami selalu bergumam demikian. Dari Pos Pestan sampai bawah, kami hanya mempunyai perbekalan air masing-masing hanya 1/16 aqua botol kecil, 2 buah agar-agar atau jelly dan beberapa permen, hanya itu perbekalan kami dan itu harus kami hemat untuk mencapai base camp. I Will Survive.

dokpri
dokpri
Kami terus menuruni lembah, dan padang savana, it's amazing di Pos Pestan kami mendapati sebuah pemandangan yang luar biasa, Kang Sob dan P(f) sudah pasti mengambil senjatanya kemudian mengabadikannya. luar biasa. Matahari itu perlahan-lahan tenggelam dan sebelum benar-benar tenggelam, cahaya matahari itu masih memantulakn cahanya dengan menciptakan harmoni dan membentuk bintang dengan warna jingga keemasan, luar biasa, kami melihat fenomen dan lukisan alam ini kawan. Di kejauhan juga tampakdiantara gumpalan awan dan sisi kiri Gunung Slamet yang batuk kecil dari tadi, sungguh, aku takjub dengan fenoma alam ini.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Teh manis..Teh manis.. masih menggema di telinga kami-masing masing. akhirnya kita tiba di pos atau ladang tembakau dengan medan berbatu yang sudah di tata rapi. hhhufttttttth.. ini merupakan medan penyiksaan buatku, ya medan yang membuat langkah dan punggung kami semakain tertatih, lunglai dan tak henti-henti aku bergumam. "kok ga sampe-sampe yak". 

Akhirnya setelah melewati itu semua tepat pukl 22.40 kami semua tiba di base camp Garung. namun sayang, pos tersebut sudah penuh dengan para pendaki yag hendak naik keesokan paginya, akhirnya kami di perkenankan menginap di rumah Pak Jamal, ya seorang yang menjaga pos pendakian di Garung. Kami istirahat sejenak dan tahukah kawan, gumamam kami tadi, di tengah gunung tadi, tereaslisasi, ya teh manis dengan aroma khas Garung tiba, segera kami membantainya, tiga gelas, tiga gelas dua gelas, luar biasa, pelajaran moral no 181 yang saya dapatkan, berucaplah yang baik-baik saja, karena ucapan adalah doa, kawan. Sangat puas kami menikmati teh manis, setelah itu kami istirahat untuk melanjutkan pulang keesokan harinya.

dokpri
dokpri
Pagi tiba dan siap untuk kembali ke Jakarta. kami bersiap untuk menuju semarang, namun, bis yang akan kita tumpangi semuanya full, penuh dan hingga mobil bisnya miring dan oleng pula. Kami membatalkan niat. Kami menuju terminal Wonosobo kami berfikir, mungkin jika kita naik dari terminal akan dengan mudah dan dapat duduk , namun sama saja. semuanya bis penuh, hahahaha, akhirnya aku hanya narkopian saja di terminal Wonosobo itu. Jalur yang kita lalui akhirnya adalah Garung-Wonosobo-Temanggung-Secang-Yogya...Yogya..Yogya..Yogya.

Tidak terfikir oleh kami untuk ke Yogja, namun akhirnya kita menikmati suasana Yogya nan khas. Ini berawal dari bis yang kami lihat tadi, bahwa bis jurusan yang ke jogja itu kosong, berbanding terbalik dengan bis yang ke semarang. Kang Sob yang memulainya, dan mau ga mau, kita mengikuti langkahnya, tetapi di jogja kami bis mendapatkan pengalaman lagi, kita mendapatkan cerita lagi. Tapi setelah tiba di jogja justru Kang Sob dan Tutu pulang lebih awal, karena mereka adalah karyawan teladan yang mengejar masuk kerja di hari seninnya.

 Aku, Kang Tege, Wawan "bimbim" Tuber, Kang Nyotz dan P(f) menikmati suasana yogya, oh ya kawan, rupanya Kang Nyotz sedang menikmati sakitnya, terkulai lemah tak berdaya, tepar dan hanya tiduran saja di hotel "TUGU" jogja^-^. Ya, kami menginap di hotel berbintang dengan fasilitas full, ya full debu dan memang benar-benar full orang di hotel tersebut. 

Di hotel itu juga kami disambangi oleh sahabat kami, Mbak Ewin yang datang dengan membawa kehangatan Susu Jahe dan cemilan yang bisa mengganjal perut kami, namun dari semua itu, adalah kehangatan persahabatan yang luar biasa, Mbak Ewin sudah di jemput oleh keretanya. Kami kembali menikmati hotel itu dan Kang Nyot masih menikmati dirinya sendiri.

dokpri
dokpri
Kembali Malam itu juga kami disambangi lagi oleh sahabat yg lain, Mbak Naning, Mbak Puty dan Dedoy. Suasana semakin hangat dengan pembicaraan kami yang semakin seru. Kami di ajak menikmati kopi khas Yogja. Angkringan, Kopi Jos dan tentunya kehangatan persahabatan, oh iya pembicaraan kami tadi ketika kami minum di angkringan, di iringi dengan lagu Sayidannya alla pengamen Yogya. Yogya memang yogya. Dan suasana jogja menimbulkan rasa untuk selalu kembali. Thanks kawan untuk semuanya.

Nah ini lagi yang menarik SARKEM, ya Sarkem, aku, Kang Tege dan P(f) tak ketinggalan menikmati suasana malam di Sarkem, lorong demi lorong kami lalui, kami ingin sedikit lihat kehidupan disana, wanita dengan pakaian nan seksi dengan sebatang rokok di tangannya, pria dengan dandanan ala bodyguard, pedagang rokok dan kopi, semua berbaur mencari rezeki, aku berujar seperti ujarannya Bang Iwan, "oh tuhan beri setetes rejeki". tips, jangan kesana sendirian kawan, berbahaya, jika mau kesana harus ajak-ajak ya nah itu baru gpp,, (intermezzodikit ah)^-^.

Kehidupan memang harus dijalani, dilalui sekeras apapun itu, sesulit apapun itu, kenyaataannya memang harus diterima apapun profesinya. kita harus bisa menghargai dan menghormati satu sama lain. Kita tidak bisa memvonisnya, kita tidak berhak memposisikan diri kita lebih hebat dari mereka. Kita adalah sama, dan kita semua mempunyai kehidupannya masing-masing.

Setelah melihat-lihat Sarkem kami kembali ke hotel berbintang kami tadi. istirahat sejenak dan merebahkan diri untuk menghadapi antrian tiket kereta esok harinya. Kami dapat kabar bahwa kereta ekonomi sudah ludes terjual sd tgl 8 september 2011, huufth, kami gambling karena kami juga dapat informasi bahwa ada penjualan tiket yg ke Jakarat dengan kereta baru, Gajah Wong namanya. Tahukah kawan, loket dibuka jam 8 pagi untuk keberangkatan jam 19.30, namun ketika kami tiba di stasiun Lempuyangan Yogya, jam 05.00, kami lihat sudah banyak orang yang mengantri, kami masuk kedalam antrian itu dan berdoa semoga mendapatkan tiket ke Jakarta. 

Tuhan maha baik kepada kami, kami mendapatkan tiket persis di belakang P(f) kang tege atau Wawan"bimbim"Tuber, tiket sudah ludes terjual. Tenang kami sudah mendapatkan tiket dan bersiap untuk menikmati Malioboro di siang harinya. Kami sempat menikmati pengamen jalanan yang luar biasa, lagu-lagu tradisional dengan alat musik tradisional juga sempat kami nikmati di sana. Puas menikmati suasana Jogja kami kembali ke tempat istirahat kami menunggu pulang. jam 19.30 kami bersiap pulang kejakarta dan tiba keesokan paginya di station senen.

Kepada sahabat alam, Kang Tege, Kang Sob, Kang Nyots, P(f), Wawan"bimbim"Tuber dan bidadari satu-satunya, Tutu, thanks untuk kebersamaannya menikmati keindahan alam nusantara ini, Indonesia Raya ini.

Catatan.. Foto taken P(f) aka faisal Basri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun