Akhirnya giliran Conanpun tiba, kami semua serentak mengantarnya ke ruangan khitan, namun…kembali Conan menolak dan berpegangan erat pada kursi di ruang tunggu, kamipun berusaha sekuat tenaga melontarkan “rayuan maut” kami masing-masing :
Kakakku :
Ayolah nak…nggak apa-apa cuma sebentar…di dalam ada film, nanti nonton aja filmnya gak usah lihat ke bawah kalo takut
Rayuan setengah mengancam : “Ayolah…kan udah dibeliin HP…percuma kalo gitu…udah…pulang aja kalo gitu biarin Mami malu sama keluarga, semua keluarga udah pada ngumpul di rumah…udah masak tumpeng, dll buat perayaan pulang dari sini…Dokternya udah mau pulang nih…”
Conan tetap menolak untuk masuk karena takut tapi juga menolak untuk diajak pulang dan tetap duduk berpegang erat pada kursi.
2. Aku :
Ayo Bang Onan…dulu juga Mama Andi dan Mama Ojan seperti ini nggak sakit kok cuma sakit sedikit kayak digigit semut(Mama = sebutan paman dari pihak ibu bagi kami orang Komering Ulu, sebuah suku/desa di Palembang)
Sampai-sampai aku mengeluarkan “jurus andalanku” do’a yang diajarkan kyaiku saat aku menjadi santri di PM Daarussalaam Gontor, sambil mengusap-usap punggungnya dan kepalanya persis seperti yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW kepada kita untuk menenangkan seorang anak saat sedang galau ataupun sedang tidak konsentrasi. Cara ini berhasil hanya sebatas membuat Conan tak menangis, tidak untuk rasa takutnya. (mungkin aku harus nyantri lagi nih…hehehe..)
3. Mama Ojan (Adikku) :
Iya udah sama mama Ojan kalo takut…ntar mama temenin di dalem.
Ya udahlah kalo gitu pulang aja kalo gak mau…
4. Ombay (panggilan nenek bagi orang komering) : “Oi, jadi laki-laki tu harus berani tau dak…” dengan bahasa Indonesia campuran Palembang-nya, lengkap dengan nadanya yang tegas namun mendidik.
Namun, apa hendak dikata empat orang “pejuang” kita semua gagal dalam meluluhkan hati dan ketakutan Conan terhadap makhluk yang bernama KHITAN. Akhirnya kami membujuknya untuk turun ke lantai satu dengan maksud membatalkan pendaftaran khitan, butuh waktu sekitar 5 – 7 menit menunggu Conan mengikuti kami turun ke bawah. Sayapun memutuskan untuk melaksanakan shalat maghrib dan meninggalkannya bersama keluarga yang lain.
Selesai sholat, saya melihat kakakku sudah di depan meja pendaftaran untuk membatalkan administrasi yang telah ia bayar
“udah kita pulang ya…mau gak?” ujarnya memastikan keinginan putranya.
“gak mau…” Conan Menimpali
“terus gimana? Jadi mau masuk?” seru kakakku
“gak mau…” Kembali Conan menimpali