Kurang lebih satu minggu sejak presiden Jokowi memberikan arahan pada OJK Virtual Innovation Day 2021, pinjol yang tidak terdaftar pada OJK mulai ditindak. Â
Sejatinya, pinjol atau pinjaman online merupakan platform yang kebanyakan berbentuk aplikasi di handphone tersebut hanyalah bertindak sebagai perantara yang menjembatani pemberi pinjaman dan peminjam.Â
Namun, sejak diterbitkannya peraturan OJK pada tahun 2016 lalu, pinjol diawasi oleh OJK. Â Bagi yang tidak secara sukarela mendaftar kepada OJK, namun memaksa tetap beroperasi, jalan gelap illegal yang dipilih. Â Mereka memiliki bunga yang tidak sesuai kesepakatan para pinjol legal, dapat mengakses data yang tidak juga sesuai arahan OJK dan fatalnya memiliki penagihan yang tidak manusiawi.
Ketidaksesuaian praktik pinjol illegal dengan yang terdaftar pada OJK inilah yang merugikan masyarakat Indonesia. Â Apalagi, secara umum masyarakat Indonesia memiliki tingkat literasi atau pemahaman atas produk keuangan yang belum memadai. Â
Berdasarkan OCBC NISP Financial Fitness Index, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia pada tahun 2021 baru berada di angka 37,72 dari total 100. Level ini masih jauh lebih rendah dibanding Singapura yang pada tahun lalu tercatat di level 61.Â
Perpaduan atas pemahaman keuangan yang belum begitu baik dengan adanya kemudahan yang ditawarkan pinjol untuk mendapatkan pinjaman, seperti penggunaan teknologi untuk memangkas waktu persetujuan dan pencairan dibandingkan dengan perbankan, menjadi sangat menggiurkan. Â
Masyarakat lupa untuk mengecek berbagai syarat dan ketentuan pinjaman dan juga melakukan pengecekan apakah pinjol tersebut legal atau illegal. Perilaku konsumen yang ingin mendapatkan pinjaman instan, rendahnya literasi keuangan dan kesulitan akses masyarakat pada perbankan konvensional dimanfaatkan oleh pinjol illegal untuk menerapkan praktik 'lintah darat'.
Arahan Presiden untuk Siapa?
Arahan Presiden pada OJK Virtual Innovation Day 2021 menyinggung mengenai banyaknya masyarakat yang tertipu, terjerat bunga pinjol yang tinggi dan ditekan dengan berbagai cara untuk mengembalikannya. Â
Arahan tersebut dapat dimaknai sebagai kondisi masyarakat yang sedang dalam kondisi ekonomi sulit, namun karena ketiadaan atau kurangnya literasi keuangan, tertipu dan terjerat oleh pinjol.Â
Pertanyaan atas arahan Presiden tersebut, pinjol yang mana? Siapa pinjol yang dapat memberikan bunga yang tinggi dengan praktek penagihan yang menghalalkan segala cara tersebut? Tentu arahan tersebut menyasar pada pinjol illegal, dikarenakan jikalau pinjol yang terdaftar, OJK dibantu oleh asosisasi terkait tentu telah memiliki standar tata kelola yang cukup memadai.
Sejak disampaikannya arahan Presiden yang gamblang di depan OJK tersebut, pihak kepolisian dan OJK bertindak cukup cepat.Â
Sebagaimana dicatat oleh Kompas (15/10/2021), pihak kepolisian tercatat telah melakukan penggerebekan setidaknya tiga pinjol di wilayah Jakarta Barat, Tangerang dan Yogyakarta. Â Penangkapan dilakukan tidak hanya menyasar pada karyawan pinjol illegal namun sampai pada jajaran direksi. Â
Tentu, masyarakat berharap pada pengungkapan sampai pada pemilik dan bahkan pada penerima manfaat (beneficial owner) dari pinjol tersebut. Â Hal tersebut sejalan dengan permintaan Ketua DPR (16/10/2021) dimana pengungkapannya jangan sampai berhenti pada karyawannya saja.
Bagaimana langkah yang diambil OJK? OJK secara formal pada jumpa pers dengan Menkominfo (15/10/2021) menyatakan akan melakukan moratorium pemberian izin baru. Â
Menurut penulis, moratorium yang diambil OJK sudah hampir pasti akan beriringan dengan upaya OJK untuk melakukan pembenahan tata kelola pada pinjol berizin. Â Langkah inilah yang menunjukan bahwa upaya penindakan pinjol ilegal ternyata berdampak pada pinjol yang berizin.Â
Dampak Penindakan Pinjol Ilegal pada Pinjol Berizin
Aktivitas pinjol ilegal sebelum masifnya tindakan penangkapan ini juga sangat merugikan pinjol berizin karena telah mencoreng kredibilitas pinjol berizin sebagai lembaga keuangan non-bank. Â Berbagai pemberitaan atas ekses buruk pinjol ilegal, misalnya bunga yang sangat tinggi dan penagihan yang tidak manusiawi, memberikan persepsi masyarakat atas keberadaan pinjol sangat negatif.Â
Padahal, sekitar 68 juta masyarakat Indonesia terbantu dengan adanya pinjol dengan perputaran uang sebesar 260 triliun Rupiah sejak pinjol berdiri.
Pembenahan tata kelola sebagai lembaga keuangan non-bank merupakan langkah yang sangat wajib hukumnya, dengan ataupun tanpa adanya pinjol ilegal. Â Alasan praktisnya, jangkauan pinjol luas pada masyarakat dan pertumbuhan penyaluran pinjaman yang tinggi dibandingkan dengan perbankan konvensional menjadi fakta yang tidak terelakkan. Â
Selain itu, tata kelola pinjol yang seharusnya mengawinkan antara sistem elekronik yang andal dengan tata kelola khas pada lembaga keuangan yang kredibel menjadi tantangan bagi pinjol untuk berbenah, misalnya dalam hal perlindungan data pribadi penggunanya.Â
OJK yang memiliki peran ganda sebagai pengawas dan regulator memiliki tantangan bagaimana menyikapi sifat khas dari perkembangan pengaturan hukum yang lebih lambat daripada inovasi teknologi. Â
Dalam hal ini, jikalau bandul pengawasan dan regulasi yang sangat bertumpu pada prinsip kepastian hukum, maka inovasi dapat terabaikan dengan alasan belum ada aturannya atau aturannya belum lengkap sehingga ditafsirkan menghambat inovasi. Â
Momentum pembenahan tata kelola semestinya tidak dilakukan secara reaktif dilakukan pinjol hanya karena adanya peristiwa pemberantasan pinjol ilegal, namun haruslah dipandang sebagai proses berkelanjutan untuk mewujudkan lembaga keuangan yang terpercaya.Â
OJK sebagai pengawas dan regulator juga perlu menerapkan pendekatan yang berhati-hati terhadap pinjol. Â Pendekatan konservatif terhadap lembaga keuangan konvensional perlu dilakukan tinjauan dikarenakan pinjol memiliki sifat khas yang sangat berbeda dengan lembaga keuangan yang pernah ada sebelumnya di bawah OJK. Â
Perlu direfleksikan bahwa model bisnis pinjol dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses produk keuangan karena mampu menyederhanakan proses skoring dan transaksi keuangan lainnya dengan penggunaan teknologi. Pada gilirannya, jangkauan pemberian layanan finansial dapat meluas dan memperbaiki tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia.
Kesimpulannya, pendekatan yang reaktif pada pinjol berizin dapat menghambat inovasi dan keberlanjutan bisnis pinjol yang berpotensi menghambat pertumbuhan bisnis pinjol bahkan mematikan keberlanjutannya. Â Tanpa adanya keberlanjutan, pinjol ilegal berpotensi kembali bangkit untuk mengambilalih peran baik pinjol berizin. Â Pinjol berizin pun memiliki tugas berat untuk menerapkan standar pengelolaan lembaga keuangan non-bank yang tinggi agar prinsip perlindungan terhadap masyarakat dapat diterapkan sebagai hal yang utama.
Disclaimer: Opini dan/atau hasil analisis dalam tulisan ini adalah murni pendapat dan/atau hasil analisis pribadi penulis, dan bukan merupakan pandangan dan/atau hasil analisis perusahaan tempat penulis bernaung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H