Sadar atau tidak ternyata kita lebih waspada hanya ketika pandemi Covid 19. Hal ini saya sadari ketika hari-hari pertama di tahun 2025 saya habiskan dengan mengidap flu. Sepertinya bukan sembarang flu karena dibarengi dengan demam, sakit kepala dan gatal di tenggorokan.
Saya mendapatkannya dari suami yang sudah terserang lebih dulu. Suami cukup ceroboh, sudah tahu istrinya ringkih dan mudah tertular penyakit tapi tidak menjaga jarak. Kami melakukan segala aktivitas bersama sama seperti hari-hari biasanya.
Walhasil, virus flu miliknya segera mengambil alih tubuh saya. Bedanya, jika suami sembuh hanya dengan satu dua kali minum obat generik maka berbeda dengan saya. Badan saya langsung drop tak bisa apa-apa. Kami memang memiliki ketahanan tubuh yang berbeda.Â
Selama beberapa hari saya harus terbaring, tak bisa memasak, beberes rumah apalagi mengejar pendingan tulisan. Barulah sekarang sudah mulai membaik dan bisa blog walking maupun mulai menulis kembali.
Rupanya kami cukup ceroboh, bukan soal penyakit ringan dan tak semenakutkan Covid 19, tapi kami cukup ceroboh untuk membiarkan virus itu berkeliaran di rumah kami.
Kalau saja flu yang suami saya alami terjadi beberapa tahun lalu ketika pandemi tentu penularannya lebih bisa dicegah. Kala itu kesadaran setiap orang untuk menjaga kesehatan dan penularan meningkat 1000%. Suami misal, akan mencuci tangan ketika pulang kerja atau dari luar rumah, menjaga jarak dengan saya dan memakai masker jika perlu.
Nyatanya hal-hal seperti itu hanya terjadi ketika pandemi Covid 19 melanda, setelah pandemi usai kami cukup abai tentang protokol kesehatan. Kami tanpa sadar mengira bahwa virus hanyalah Covid 19 sementara flu biasa tidak bisa dikategorikan sebagai virus yang perlu diwaspadai.
Yah, bagi kebanyakan orang memang seperti virus biasa yang tak perlu ditakuti tapi bagi orang rentan sakit seperti saya, bisa jadi malapetaka baru.
Cukup mengecewakan memang, menjalani minggu pertama di tahun 2025 dengan sakit. Lebih lagi, beberapa waktu lalu saya cukup banyak menyimpan materi menulis terkait libur Nataru, namun flu yang saya alami membuat saya kewalahan untuk mengeksekusi seluruhnya.
Apa yang saya alami seperti peringatan di awal tahun. Bahwa saya sejauh ini hanya berfokus dengan pencapaian-pencapaian yang diinginkan di tahun 2025 sementara kata sehat hanya sebatas doa. "Semoga sehat selalu" tanpa dibarengi aksi nyata bagaimana mewujudkan kata sehat itu. Seolah kita bebas karena sudah menyerahkannya ke Tuhan.