Sewaktu tiba di stasiun Purwosari saya melihat seorang anak laki-laki merengek, menahan tangis sembari menarik-narik lengan baju ibunya.
Si anak menunjuk-nunjuk area playground yang letaknya hanya beberapa langkah dari tempat mereka duduk. Tak dengar apa yang ibunya jawab tapi dari muka si anak yang masih tertekuk dan rengekannya yang tak kunjung surut sepertinya ia gagal menggoyahkan keteguhan hati sang ibu.
Saya yang sedari tadi melihat dan mendengar rengekan si anak lama-lama menjadi kesal. Bukan ke si anak tapi ke ibunya. Apa salahnya sih bilang, "iya" ke anak, toh mainnya juga tak jauh-jauh dan gratis pula!
Akhirnya setelah sekian lama dan anaknya mulai menangis si ibu beranjak dengan malasnya dan menuruti kemauan si anak. Muka si anak berangsur sumringah, bergegas ia memasuki playground dan berbagi plorotan bersama anak-anak lain.
Saya kembali teringat adegan itu setelah melihat seorang ayah yang sedang memotret anaknya di depan balon Doraemon berukuran raksasa di salah satu mall kota Depok.
Sang anak yang awalnya muncul dari arah parkiran sangat girang begitu melihat ada Doraemon raksasa tak jauh dari tempatnya berdiri. Sang ayah langsung saja menyuruh anaknya untuk berpose agar ia bisa mengabadikannya melalui kamera HP.
Tak hanya sepasang ayah dan anak, hari itu saya melihat banyak keluarga kecil yang berbondong-bondong datang untuk berfoto dengan aneka ornamen Doraemon.
Semua anak tersenyum bahagia dan terlihat antusias. Memang mall yang bersangkutan tengah menggelar event bertajuk Doraemon Jolly Town, tujuannya memang menjual aneka merchandise Doraemon tapi meski begitu ada spot-spot yang bisa dipakai pengunjung untuk berfoto ria secara gratis.
Maksud saya menceritakannya adalah bahwa menyenangkan anak itu tidak mahal. Hanya bermodal parkir di mall kita bisa melihat binar mata mereka ketika takjub melihat Doraemon berukuran raksasa atau berfoto di antara patung-patung Doraemon plus alat-alat dari kantong ajaibnya di dalam area hall.
Itu hanya salah satu contoh saja. Masih banyak tempat atau hal lain yang bisa dieksplore secara gratis untuk membahagiakan anak.
Saya pernah juga melihat keluarga kecil (ayah ibu dengan 2 anak) memakai seragam (couple-an) sekeluarga untuk naik bis tingkat gratis dari Monas ketika hari pencoblosan Pilkada lalu. Semua anak terlihat bergembira dan bersemangat.Â
Mungkin malam harinya si anak susah tidur dan ingin cepat-cepat bertemu pagi. Sudah lama ia menantikan ayahnya libur dan menagih janji untuk naik bis tingkat keliling Jakarta.Â
Bahkan mungkin si anak sudah lebih dulu bercerita dan pamer ke teman-temannya bahwa dia dan orang tuanya akan naik bis tingkat keliling Jakarta nanti saat libur Pilkada.
Semua hal itu membuat saya teringat tentang masa kecil. Meski tumbuh dalam kondisi ekonomi yang kurang baik tapi bapak saya selalu berusaha membahagiakan anak-anaknya.
Pernah suatu ketika saya bilang ke bapak ingin ke taman Unyil. Sebuah taman di ujung kota yang bisa dijangkau dengan naik angkot. Bapak pun berjanji kalau libur akan membawa kami ke sana.
Dan hari itupun tiba, saya, adik dan bapak (ibu masih kerja) bersama-sama naik angkot untuk ke taman Unyil. Di sana tidak ada apa-apa. Layaknya taman yang lahir di tahun 90an, hanya ada perosotan, jungkat jungkit dan ayunan.
Saya senang sekali bisa bermain ayunan. Bahkan hanya untuk permainan gratis sederhana seperti itu bapak butuh waktu untuk mewujudkannya hanya karena ia butuh uang untuk naik angkot.
Bapak selalu berusaha agar saya bisa tumbuh seperti teman-teman yang lain. Saat teman-teman punya gitar bapak mencoba membuatnya dengan tangan sendiri. Jangan ditanya suaranya tentu tak sebagus gitar toko.
Saat musim Tamia dulu bapak membuatkan adik arena sirkuit berbahan triplek dengan tangannya sendiri meski sederhana. Kami sadar buatan bapak tidak seperti punya orang lain dan kualitasnya jauh dengan pabrik tapi kami cukup tau diri sebagai anak, kami tidak protes dan mau memakainya.
Saya paham menjadi orang tua itu capeknya luar biasa. Fisik dan mental seolah terforsir secara bersama-sama. Tapi sayangnya anak-anak tumbuh dengan cepat dan masa - masa itu tak akan kembali setelah dewasa. Bermain dan berbahagia adalah kebutuhan anak.
Seperti halnya kata Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Pusat Andik Matulessy melalui antaranews.com bahwa anak yang mendapatkan asupan emosional yang positif akan menjadi pribadi yang sempurna di masa depan. Sedangkan cara terbaik untuk membuat anak baik adalah dengan membuat mereka bahagia.
Banyak orang tua menggunakan alasan pekerjaan dan kesibukan untuk menggugurkan kewajiban bermain dengan anak. Sementara mereka yang punya keterbatasan finansial menggunakan alasan dana untuk menggugurkannya. Padahal kalau mau kreatif banyak tempat bermain anak yang murah bahkan tidak dipungut biaya.
Beberapa contoh di antaranya ada RPTRA (Ruang Terbuka Publik Ramah Anak) yang besar kemungkinan jaraknya tak begitu jauh dari rumah.
Apalagi di Jakarta banyak ruang publik hijau yang sudah dilengkapi dengan playground seperti contohnya Tebet Eco Park di Jakarta Selatan, Taman Menteng Jakarta Pusat, Taman Joglo Jakarta Barat serta Taman Rawa Badak Jakarta Utara.
Kalau mau yang di dalam ruangan, beberapa perpustakaan juga menyediakan ruang anak yang sudah dilengkapi dengan mainan edukatif serta playground kecil-kecilan seperti contohnya Perpusnas dan perpus Kemendikbud. Lagi-lagi semua itu gratis tanpa pungutan biaya.
Kalau mau lebih eksploratif bisa juga mengajak anak eksplore Jakarta dengan bis tingkat yang juga gratis. Orang tua hanya perlu menyediakan waktu dan rasa mau.
Tak butuh waktu sampai 3 jam, sejam 2 jam saja sudah cukup untuk memberikan kenangan yang akan ia bawa sampai dewasa nanti. Terlebih bagi anak yang masih dalam masa emas di mana daya ingat sedang di tahap paling maksimal. Tak hanya dewasa, mereka akan mengingatnya hingga lanjut usia dan bahkan mungkin akan menerapkan ke anak-anaknya kelak.
Seperti halnya saat ini tak banyak hal yang bisa saya ingat, bahkan kejadian 3 hingga 4 tahun belakangan pun saya sudah lupa, tapi saat bapak mengajak saya ke taman Unyil sekitar 30 tahun lalu malah masih teringat jelas.
Bagaimana jika anak kita ketika dewasa yang mereka ingat hanyalah kesibukan orang tuanya atau janji-janji tak tertepati yang ujung-ujungnya membuat kecewa? Bagaimana jika anak tumbuh tanpa ingatan kedekatan dengan orang tua?
Jangan jadi orang tua yang malas karena sebenarnya membahagiakan anak itu mudah dan murah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H