Selain libur lebaran, libur nataru menjadi salah satu incaran para perantau seperti kami untuk bisa pulang kampung.
Kami punya 2 kota tujuan pulang, Semarang dan Solo dan selama hampir 10 tahun merantau kami selalu mudik via Semarang baru kemudian lanjut ke Solo.Â
Berbeda dari biasanya dan karena keterbatasan waktu libur kali ini kami memutuskan untuk mudik ke Solo saja.Â
Meski libur nataru tidak selama seperti libur lebaran tapi persiapan yang harus dilakukan cukup menantang contohnya kami harus membeli tiket kereta jauh-jauh hari.
Tak disangka ternyata mencari tiket ke Solo jauh lebih susah. Padahal kami sudah war tiket 45 hari sebelum keberangkatan tapi tetap saja tidak kebagian.Â
Kalau dipikir-pikir memang rute jalur selatan menjadi salah satu rute terpadat jika dibanding jalur utara.
Ketika lebaran pun kami kesusahan mendapat tiket Motis (Mudik Motor Gratis) untuk tujuan Solo. Itulah alasan kami selalu mengambil jalur utara menuju Semarang.
Bahkan saat mudik lebaran kami sering bertemu pemudik lain asal kota sekitaran Solo yang juga sama-sama mengambil jalur Semarang karena kehabisan tiket jalur selatan. Mereka bahkan rela melanjutkan perjalanan ke Solo dengan motor karena memang tak ada pilihan.
Rupanya arah Solo sama padatnya ketika libur nataru. Bahkan dengan war tiket tengah malam pun kami masih tak kebagian.
Tak kurang akal kami pun mensiasati dengan memilih tujuan Jogja terlebih dahulu baru nanti lanjut ke Solo.Â
Kami mengambil jadwal perjalanan Progo dengan rangkaian kereta terbaru New Generation tepat di malam natal melalui stasiun pasar senen.
Stasiun Pasar Senen malam itu terlihat sangat berbeda, vibes natalnya sangat kental. Berbagai ornamen natal seperti pohon natal, patung santa dan gantungan natal, membuat pengunjung serasa tidak sedang di Indonesia.
Ada juga posko keamanan polisi yang didirikan tepat di depan pintu utama stasiun. Band dari kawan-kawan disabilitas juga turut hadir untuk menghibur para pemudik. Beberapa orang juga terlihat senang dengan ornamen-ornamen natal dan ingin mengabadikannya melalui handphone.
Dalam posisi seperti itu tak ada ide yang lebih baik ketimbang menunggu kereta datang sembari menikmati alunan lagu dari band yang kebetulan menyanyikan lagu-lagu populer era 2000an.
Perjalanan ke Jogja membutuhkan waktu lebih panjang dibanding ke Semarang yaitu 8 jam. Untungnya kami naik kereta ekonomi New Generation jadi lebih nyaman.
Sepertinya saya memang berjodoh dengan kereta ini, beberapa waktu belakangan saya selalu berkesempatan untuk menjajal kereta ekonomi New Generation.
Kalau sebelumnya hasil modifikasi dari Balai Yasa, kali ini kami menjajal New Generation buatan dari PT INKA. Memang ada beberapa sedikit perbedaan namun keduanya sama-sama eksotis dan elegan.
Selama perjalanan kami lebih banyak tidur. Bangun-bangun kereta yang kami naiki sudah sampai di Purworejo. Pemandangan sekitar yang tadinya gelap sudah mulai terlihat. Hamparan hijau sawah memenuhi seluruh pemandangan dari jendela yang kami lihat.
Semakin lama warna hijau semakin berkurang, pertanda kereta kami memasuki area perkotaan. Tepat pukul 7 pagi kereta menurunkan kami di stasiun Lempuyangan.
Tentu saja kami belum sampai tujuan. Dari stasiun Lempuyangan kami masih harus melanjutkan perjalanan ke Solo dengan menggunakan commuterline. Ini menjadi kali pertama saya mencoba commuterline selain di Jabodetabek. Ada rasa penasaran, apakah sama ataukah banyak perbedaan?
Sebelum naik commuterline kami menyempatkan diri untuk sarapan di sekitaran stasiun. Ada sebuah warung tenda dengan judul Kedai Bubur Tikum yang menjual aneka Bubur dan nasi lemak dengan harga mulai dari 10 hingga 22 ribuan.
Kedai ini mengusung tema semi vintage dengan tenda dan kursi tertata di pinggir jalan dan di sekitar pekarangan rumah. Kami memesan 1 mangkok bubur ayam, misoa dan nasi lemak.
Kedai Bubur Tikum ada di dekat gereja Katolik Santo Antonius Padua Kotabaru. Banyak polisi di sekitar gereja untuk pengamanan natal. Mobil-mobil terparkir panjang di area sekitaran.
Sesekali bunyi lonceng gereja terdengar hingga ke kedai tempat kami sarapan. Pagi itu kami benar-benar merasakan sensasi sarapan di tengah-tengah suasana natal di kota Gudeg.
Setelah sarapan kami berniat naik commuter dari stasiun Tugu. Jarak Kedai dengan stasiun Tugu hanya sekitar 1kman. Kami memutuskan untuk berjalan kaki sembari melihat pemandangan Jogja di pagi hari.
Kami melewati Out Ned Indie (Kerkweg Keweg) Spoorburg Kleringan atau biasa disebut jembatan Kretek Kewek. Jembatan ini dibangun oleh Belanda sejak 1872 untuk mensupport jaringan rel kereta api Lempuyangan.
Kewek sendiri berasal dari bahasa Belanda Kerk Weg yang berarti jalan menuju gereja. Karena orang jawa mungkin kesulitan mengucapkannya maka jadilak "Kewek".
Gereja yang dimaksud kala itu adalah Gereja Katolik Santo Antonius di dekat kedai yang tadi kami pakai untuk sarapan. Yah, lumayan lah ya sedikit-sedikit icip-icip jejak sejarah Jogja.
Sampai di stasiun Tugu kami mampir sebentar ke Malioboro karena jaraknya lumayan dekat. Karena mungkin hari libur, banyak turis lokal memenuhi jalanan Malioboro dan mengantri untuk berfoto ria.
Beberapa anak pramuka terlihat sibuk membantu polisi mengatur lalu lintas. Sebuah pemandangan yang jarang sekali saya temukan di ibu kota.
Terakhir saya ke Malioboro berbagai macam pedagang masih memenuhi sisi kanan kiri jalan. Sejak dilakukan relokasi 26 Januari 2022 lalu, kawasan ini terlihat lebih lebar dan lengang. Meski padat pengunjung tapi tidak padat penjual seperti dulu.
Sebenarnya kangen juga dengan suasana Malioboro dulu. Bahkan dulu sewaktu piknik sekolah, kawasan ini sengaja masuk dalam list destinasi untuk murid berbelanja oleh-oleh.Â
Tapi bagaimanapun juga jalur tersebut sebenarnya memang untuk pedestrian dan bukan untuk para pedagang. Sejak penetapan relokasi, para pedagang Malioboro dipindah ke eks lahan Bioskop Indra dan bekas kantor Dinas Pariwisata yang masih di area Malioboro.
Kami tidak lama di Malioboro karena harus mengejar jadwal Commuterline. Kami berjalan menuju ke pintu masuk Commuterline yang berada di sisi selatan stasiun Tugu. Menuju ke sana kami melewati Loko Cafe dan deretan tenant-tenant kuliner.
Pintu masuk KA jarak jauh letaknya berbeda dengan pintu masuk commuterline. Sebuah patung Santa Claus raksasa setinggi 5 meter terlihat menyambut penumpang di pintu timur stasiun Tugu.Â
Meski tak semeriah stasiun Pasar Senen tapi stasiun Tugu rupanya juga ingin memberikan kesan perayaan natal kepada para penumpang.
Setelah menunggu beberapa menit, kami pun berangkat ke Solo menggunakan commuterline. Musim liburan seperti ini membuat commuterline Jogja-Solo penuh tapi tidak sepadat seperti di jabodetabek.
Perjalanan ke Solo Purwosari membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam 10 menit dengan pemberhentian di 9 stasiun. Setelah melalui perjalanan dengan posisi full berdiri akhirnya kami tiba di st. Purwosari sekitar pukul 11.30.
Jika dihitungnya dari rumah total perjalan kurang lebih sekitar 18 jam. Memang ada ada saja kejadian di luar rencana seperti kehabisan tiket dan harus turun di kota sebelah seperti yang kami alami, tapi kalau memang itu sudah jalannya kenapa tidak dinikmati saja sekalian?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H