Sampai di toilet lagi-lagi saya terkejut. Toiletnya bersih, estetik dan elegan. Saking bagusnya saya sampai lupa mau buang air kecil dan malah berfoto-foto ria, ha ha.
Selama perjalanan, saya sok-sokan menjadi anak senja, mengambil teh, menyeruput lalu memotretnya. Ketika bosan saya akan membaca buku atau memandang ke luar jendela sembari mendengarkan lagu-lagu Bernadya.
Ternyata, dengan kenyamanan perjalanan terasa lebih menyenangkan. Owh begini to rasanya naik kereta sultan, batin saya.
Saya jadi paham, kalau rasa nyaman lebih memudah mengikat kenangan. Buktinya, semua hal yang terjadi di kereta kala itu masih terbayang hingga sekarang. Tentang lagu-lagu yang saya dengarkan, buku yang saya baca, hijaunya pemandangan hingga aroma Pop Mie yang hilir mudik menuju ke gerbong lain.
Setelah menempuh jarak kurang lebih 6 jam, akhirnya saya tiba di Semarang dengan menghimpun banyak pertanyaan. Kenapa ya tiba-tiba ada kereta ekonomi seestetik itu?
Setelah saya cari tahu ternyata kereta yang saya naiki adalah kereta ekonomi Tawang Jaya New Generation modifikasi dari KAI.
Setahun belakangan KAI memang sedang gencar meng-upgrade kereta ekonomi komersial yang berkursi tegak menjadi New Generation. Contoh yang sudah di-upgrade di antaranya; Jaya Baya, Dharmawangsa, Majapahit, Logawa, Menoreh, Jaka Tingkir, Progo dan lain sebagainya.
Para pengguna kereta juga patut bangga dan berbahagia, karena kabar baiknya, KAI saat ini juga sedang menargetkan 100 kereta ekonomi New Generation hingga tahun 2026.
Untuk Tawang Jaya premium yang saya naiki waktu lalu rupanya bersifat sementara, hanya dari 16 Juli hingga 16 Agustus 2024 saja. Sungguh kebetulan yang sangat langka, bukan? Dari seluruh tanggal dan hari, saya -si pengguna ekonomi tulen ini- tanpa sengaja bisa mencicip nyamannya naik kereta New Generation dari KAI.
Tapi kalau dipikir-pikir, beberapa tahun belakangan memang banyak yang berubah dari KAI. Hal itu mulai saya sadari ketika menemukan ruang baca di salah satu sudut Stasiun Pasar Senen. Sebagai book lovers, saya tentu girang bisa menghabiskan waktu dengan membaca buku sembari menunggu kereta tiba.
Ada lagi yang membahagiakan, saya juga menemukan tempat isi ulang air minum gratis (water refill station) tak jauh dari pojok baca tadi. Ini adalah bukti bahwa selain berfokus kepada kenyamanan pelanggan, KAI juga peduli dengan lingkungan. Salah satunya, mendorong masyarakat untuk membawa botol minum sendiri.
Awalnya saya berpikir, mengapa pulang kampung belakangan ini terasa lebih nyaman, ya? Rupanya itu tak lepas dari upaya KAI dalam bertransformasi menjadi lebih baik.Â
Tentu semua ini juga tak lepas dari sosok kepemimpinan seorang Didiek Hartantyo, direktur utama KAI yang ingin kereta api di negeri ini menjadi lebih keren dan lebih baik lagi.