Saya salah satu fans berat Fedi Nuril, jauh sebelum ia menikahi Aisyah dan Mariah dalam film Ayat-Ayat Cinta. Sebelum itu semua, Fedi Nuril adalah seorang gitaris band Garasi, sebuah proyek film dengan judul yg sama dengan nama bandnya (2005). Sejak itu saya menyukainya dan selalu memainkan lagu-lagu Garasi dengan kemampuan gitar seadanya.Â
Entah mengapa saya menyukainya, mungkin karena permainan gitarnya, lagu-lagunya, mukanya yang manis atau perpaduan dari ketiganya.
Baru-baru ini nama Fedi Nuril tiba-tiba saja mendominasi beberapa platform dan sosial media. Pasalnya ia secara terang-terangan menyatakan penolakan terhadap salah satu paslon yaitu 02. Begini bunyi cuitannya di Twitter,
Dua minggu lagi, insyaallah pemilu. Â Gue masih belum menentukan pilihan capres, tapi gue udah pasti gak bakal pilih 02, #Asalbukan02
Cuitan tersebut sontak membuat ramai netizen dan media. Para buzzer dan pendukung 02 pun mulai menyerang sementara pendukung paslon lain memosting ulang sembari merayakan. Salah satu alasan yang Fedi Nuril katakan adalah ia tidak mau terduga penculikan aktivis '98 jadi presiden.
Yang membuat suasana semakin memanas adalah karena Fedi Nuril cukup sering membalas cuitan haters yang menyerangnya dengan bahasa yang cukup berani.
Saya pun lumayan mengikuti cuitan-cuitannya. Fedi Nuril yang ngetweet, kok saya yang deg-degan ya, haha. Bukan apa-apa, memang sekarang jaman demokrasi di mana setiap orang, tokoh pun publik figur bebas berpendapat soal pandangan politik. Tidak akan ada yang melarang asal sesuai aturan.
Meski begitu setiap dari kita sadar bahwa kondisi dunia maya semasa pilpres cukup mengkhawatirkan. Banyak kubu saling serang, baik buzzer dengan buzzer, pendukung dengan buzzer, pendukung dengan pendukung dan kombinasi-kombinasinya.
Karena saya fansnya, saya hanya tidak mau Fedi Nuril kenapa-kenapa. Dia harus diselamatkan demi masa depan perfileman Indonesia. Halah.
Menjelang hari pencoblosan memang semakin banyak publik figur yang mulai menampakkan pilihannya secara terang-terangan. Contoh Dr. Tirta dan Husain Basyaiban atau nama panggungnya Kadam Sidik yang jelas-jelas menyatakan dukungannya ke paslon 01, ada juga Kiky Saputri yang awalnya belum jelas akhirnya menyatakan dukungan ke paslon 02, Younglex yang menyatakan dukungannya untuk paslon 03 atau Fedi Nuril yang menyatakan "asal bukan paslon 02"
Di luar apakah mereka dibayar ataukah tidak, pengaruh selebritas dalam pilpres memang dinilai cukup besar. Mereka berpotensi untuk mempengaruhi suara-suara generasi muda. Hal ini lumrah terjadi dan tidak hanya di Indonesia. Gavin Newsom selaku gubernur California bahkan menyebut Taylor Swift akan punya pengaruh yang sangat besar pada pilpres Amerika 2024.
Di Indonesia sendiri para paslon berebut dukungan suara dari para selebritas. Salah satu pemicunya tak lain adalah jumlah pemilih dari generasi muda yang angkanya cukup besar.
Berdasarkan daftar Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih muda mencapai 106.358.447 juta jiwa. Angka tersebut memenuhi 52% dari total pemilih pemilu secara keseluruhan. Batasan pemilih muda yang dimaksud adalah mereka dengan rentang usia 17 hingga 40 tahun atau bisa disebut gabungan dari gen Millenial dan gen Z.
Ditambah lagi Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) menyebut bahwa pengguna internet di Indonesia pada awal 2024 sudah mencapai 221,5 juta jiwa dengan didominasi oleh gen Z (usia 12 hingga 27 tahun).
Angka yang sangat menggiurkan untuk dibiarkan begitu saja oleh para paslon. Sayangnya, pemakaian strategi ini cukup menyulitkan kita sebagai pemilih. Â Yang terjadi sekarang adalah kita kesulitan untuk membedakan mana dari mereka yang tulus mendukung dan mana pula yang dibayar.
Memang beberapa dari mereka mengklaim bahwa dukungannya tulus tanpa dibayar. Tapi kita hanya bisa mengandalkan keyakinan dan tidak benar-benar tahu. Fans cenderung akan membela idolanya dan menganggap bahwa pikiran mereka benar. Contohnya saya sendiri akan cenderung membela Fedi Nuril dan membenarkan pernyataannya.
Keberadaan para seleb-seleb itu sebetulnya ada untungnya untuk kita sebagai penggemar. Terlebih mereka yang memaparkan alasan mengapa memilih salah satu paslon. Kita bisa menggunakan alasan tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk memilih paslon mana yang paling baik.Â
Lantas apakah kita sebagai fans atau follower juga harus memilih pilihan idola kita? Tentu saja tidak. Kita bisa saja memakai pilihan mereka sebagai bahan referensi namun pada akhirnya keputusan tetap ada di tangan kita sendiri.
Kita bertanggungjawab atas apa yang kita pilih sementara idola kita tidak punya tanggung jawab atas apa yang kita pilih. Mengapa begitu? Karena oleh negara, kita sudah dianggap memenuhi syarat pemilih dalam pemilu dan dianggap sudah dewasa secara hukum.
Kita dipercaya mampu mengambil keputusan-keputusan yang akan memberikan dampak bagi masa depan negeri ini. Â Sudah selayaknya kita gunakan kepercayaan itu secara baik dan maksimal. So, tetaplah berusaha memilih dengan bijak!
Apapun itu, entah berbeda pilihan atau tidak, saya tetap menjadi fans setia Fedi Nuril dan selalu menunggu karya-karyanya. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H