Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Lainnya - irero

Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengintip Lorong Waktu Sejarah Kota Bogor di Galeri Bumi Parawira

31 Januari 2024   14:56 Diperbarui: 4 Februari 2024   18:48 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung tengah mengabadikan lukisan runtuhnya kerjaan Pajajaran (sumber : dok.pri/irerosana)

28-29 Desember 1954 lalu kota Bogor menjadi saksi bertemunya 5 kepala pemerintahan dari 5 negara, Jawaharlal Nehru dari India, Mohammad Ali Bogra dari Pakistan, U Nu dari Birma, Sir John Lionel Kotelawala dari Srilangka dan Ali Sastroamidjojo dari Indonesia.

Mereka bertemu untuk mengikuti Konferensi Panca Negara (KPN) yang rencananya diselenggarakan selama 2 hari. Tujuannya adalah untuk membicarakan persiapan-persiapan terakhir menuju Konferensi Asia-Afrika yang nantinya digelar di Gedung Merdeka, Bandung.

69 tahun setelahnya, di tanggal dan bulan yang sama, Wali Kota Bogor, Bima Arya meresmikan galeri Bumi Parawira. Sebuah galeri yang menggambaran sejarah kota Bogor dari masa ke masa, jaman kerajaan Pajajaran, jaman kolonial, era orde lama, era orde baru serta era reformasi.

Bumi Parawira berasal dari bahasa sansekerta yang berarti rumah pemimpin. Sesuai namanya, galeri ini juga merekam jejak para pemimpin Bogor dari tahun ke tahun. Mulai dari era kepemimpinan Kolonel Achmad Sham tahun 1965 -- 1979 hingga Bima Arya Sugiarto yang kini masih menjabat.

Sejak di buka 5 hari setelah diresmikan, galeri Bumi Parawira memang tidak pernah sepi penghunjung. Dalam satu hari weekday saja, galeri ini mampu menarik peminat kurang lebih 550 orang. Belum lagi kalau weekend, angkanya bisa bertambah banyak. Tak ayal jika kuota reservasi selalu penuh setiap hari.

Terletak di lantai 3 gedung Perpustakaan dan Galeri Kota Bogor, galeri ini menjadi saksi bersatunya literasi dan seni di kota hujan.

Keberadaannya semakin populer setelah terendus para content creator. Jangan ditanya kekuatan sosial media di jaman sekarang. Ia mampu mengubah kuburan menjadi tempat rekreasi, mengubah galeri menjadi tempat yang wajib dikunjungi Gen Z.

Lebih dari sekadar galeri, tempat ini menata diri dengan gaya kekinian. Pertama kali masuk pengunjung akan melalui lorong waktu berwarna biru yang akan membawa mereka ke masa lalu. Setelahnya lukisan-lukisan era kerajaan Pajajaran muncul salah satunya adalah penobatan prabu Jayadewata.

lorong waktu galeri Bumi Parawira (dok.pri/irerosana)
lorong waktu galeri Bumi Parawira (dok.pri/irerosana)

Era Pajajaran di galeri Bumi Parawira (dok.pri/irerosana)
Era Pajajaran di galeri Bumi Parawira (dok.pri/irerosana)

Ada juga lukisan ilustrasi musyawarah jalur rempah sri Baduga Maharaja yang diawali dengan jatuhnya kota Malaka ke tangan Portugis tahun 1511. Tak ketinggalan pula lukisan yang menggambarkan perjanjian internasional pertama antara sunda dan Portugal.

Tak hanya lukisan, kali ini saya bertemu sebuah naskah perjanjian dagang. Isinya kerjasama dagang sekaligus perjanjian politik antara kerajaan Pajajaran dan kerajaan Portugal. Naskah ini sendiri didapat dari arsip nasional Portugal.

Dari arah berlawanan sebuah replika prasasti Batutulis Bogor dengan tinggi kira-kira 1.5 meter berdiri gagah di sebelah lukisan runtuhnya kerajaan Pajajaran. Prasasti ini menjadi wujud abadi sebuah penyesalan dan permintaan maaf Prabu Surawisesa kepada ayahandanya karena gagal mempertahankan kerajaan Pajajaran.

Pengunjung tengah mengabadikan lukisan runtuhnya kerjaan Pajajaran (sumber : dok.pri/irerosana)
Pengunjung tengah mengabadikan lukisan runtuhnya kerjaan Pajajaran (sumber : dok.pri/irerosana)

Prasasti Batutulis Bogor (dok.pri/irerosana)
Prasasti Batutulis Bogor (dok.pri/irerosana)

Setelah Pajajaran lenyap ditelan rerimbunan hutan, bangsa Eropa mulai berdatangan, pertanda dimulainya era kolonialisme. Di era ini tonggak awal bangunan-bangunan bersejarah di kota Bogor didirikan. Sebuah replika istana Bogor dengan nama Buitenzorg Palace 1821 dipamerkan. Buitenzorg sendiri artinya bebas masalah dan kesulitan. Ketika itu kota Bogor memang menjadi tempat pilihan gubernur jenderal Belanda untuk beristirahat.

Beberapa peristiwa sejarah juga diabadikan dalam bentuk lukisan seperti "Pembangunan Jalan Pos Daendels", "Perlawanan Besar Kiyai Tapa" dan "Penangkapan Raden Saleh" serta Ilustrasi lukisan Raden Saleh yang tengah melukis "Penangkapan Pangeran Diponegoro".

era kolinialisme di galeri Bumi Parawira (dok.pri/irerosana)
era kolinialisme di galeri Bumi Parawira (dok.pri/irerosana)

Berbeda dari kawan-kawannya yang diilustrasikan lewat lukisan, kebijakan Wijkenstelsel yang pernah dibuat oleh pemerintah kolonial divisualisasikan dengan pembuatan peta wilayah dengan tambahan efek lampu hias.

Kebijakan Wijkenstelsel adalah sebuah kebijakan yang memisahkan pemukiman etnis-etnis yang ada di Bogor. Etnis-etnis yang dimaksud antara lain Eropa, Cina dan Arab. Hal ini dimaksudkan agar etnis-etnis tersebut tidak saling berbaur dan melakukan pertukaran informasi dan budaya. Pemerintah pada era itu menilai percampuran antar etnis cukup membahayakan.

instalasi  Wijkenstelsel (zona pemukiman) (dok.pri/irerosana)
instalasi  Wijkenstelsel (zona pemukiman) (dok.pri/irerosana)

Melalui galeri ini juga diabadikan beberapa peristiwa penting bagi sejarah pendidikan kota Bogor salah satunya didirikannya Hollandsch Chineesche  School Vereeniging atau perkumpulan sekolah Belanda Tionghoa oleh Thung Tjoen Pok di jalan Surya Kencana (tempat pemukiman etnis Tionghoa).

Ada juga lukisan ketika Soekarno berpidato di Lapangan Sempur Bogor. Jepang kala itu butuh sosok yang pandai berorasi untuk mendukung Jawa Sentotai dan Fujinkai di Bogor, lalu diundanglah Soekarno. Di hadapan 20.000 ia mengorasikan agar bangsa Indonesia mau membantu Jepang untuk memenangkan perang Pasifik.

Di masa perjuangan, Bogor juga dikenal sebagai pusat pelatihan tentara PETA (Pembela Tanah Air). Di sana jugalah para pemimpin-pemimpin bangsa dilatih dan ditempa.

Kota Bogor juga ingin mengapresiasi pers dengan menghadirkan lukisan Tirto Adi Soerjo, salah satu tokoh pers yang memprakarsai surat kabar pertama di negeri ini.

Peristiwa-peristiwa sejarah seperti demonstrasi Soe Hok Gie, Soekarno yang blusukan di pasar Bogor serta gugurnya kapten Muslihat juga turut diabadikan. Kapten Muslihat adalah salah seorang pejuang Bogor yang bergabung dengan tentara PETA. Ia gugur dalam bentrok yang terjadi di alun alun Kota Bogor dan Jembatan Merah.

Karena jasanya yang begitu besar, pemerintah kota Bogor mengabadikan nama Muslihat menjadi nama jalan. Yap, jalan Muslihat yang tak lain adalah jalan di depan Perpustakaan dan Galeri ini.

Memasuki era orde baru, galeri ini mencatat beberapa sejarah pembangunan oleh beberapa walikota terdahulu. Salah satu yang diabadikan yaitu pembangunan hijau yang diprakarsai oleh walikota Ir. Muhammad. Termasuk dalam program ini antara lain penertiban penjagalan hewan ternak yang tidak ramah lingkungan, penataan kota agar lebih hijau serta pembenahan tumpukan sampah yang menggangu masyarakat. Ada juga sistem kerja Catat Monitor sebagai wadah aduan masyarakat yang diprakarsai oleh Walikota Iswara.

Walikota Bogor dari masa ke masa (dok.pri/irerosana)
Walikota Bogor dari masa ke masa (dok.pri/irerosana)

Memasuki era reformasi, kita langsung berhadapan dengan lukisan vihara Dhanagun berwarna merah mencolok. Vihara ini menjadi tempat sekaligus saksi perayaan Cap Go Meh pertama di Bogor.

Di era ini beberapa infrastruktur juga dibangun oleh Walikota Diani Budiarto diantaranya perluasan infrastruktur transportasi jalan baru yang akan menghubungkan kota Bogor dengan kabupaten.

Budiarto sendiri dikenal sebagai walikota dengan gaya kepemimpinan yang unik. Lukisan tentang beliau bercerita mengenai kebiasannya yang suka mendatangi masjid-masjid secara acak menjelang subuh untuk berdialog dengan para warga.

Di samping lukisan "Subuh Keliling Wali Kota Diani Budiarto" ada lukisan raja Salman yang tengah berpamitan dari balik kaca mobil. Lukisan ini seolah menjadi bukti bahwa kota Bogor kerap dipilih sebagai tempat menjamu para pemimpin-pemimpin dunia yang berkunjung ke Indonesia.

salah satu spot era reformasi di galeri Bumi Parawira (dok.pri/irerosana)
salah satu spot era reformasi di galeri Bumi Parawira (dok.pri/irerosana)

Seluruh lukisan-lukisan yang ada di galeri Bumi Parawira lahir dari hasil riset panjang dan mendalam yang kemudian divisualisasikan oleh para seniman kota Bogor. Risetnya sendiri memakan waktu 9 bulan dengan melibatkan 30 orang yang terdiri dari akademisi, sejarawan, pegiat sejarah, arsitek, pelukis serta komunitas kreatif.

Selain lukisan di sana juga dipamerkan beberapa diaroma seperti pembangunan tugu kujang,  naskah legendari Bung Karno serta instalasi kendaran Bemo.

Yang menarik perhatian adalah adanya beberapa instalasi yang disusun sedemikan rupa, yang membuat tempat itu masuk dalam kategori instagrammable. Ada instalasi Bogor sebagai kota hujan yang divisualisasikan dengan lampu berwarna putih berbentuk horizontal. Lampu-lampu itu menggantung di langit-langit layaknya hujan.  

Instalasi Bogor kota Hujan (dok.pri/irerosana)
Instalasi Bogor kota Hujan (dok.pri/irerosana)

Salah satu spot instagrammable (dok.pri/irerosana)
Salah satu spot instagrammable (dok.pri/irerosana)

Spot peringatan pandemi covid 19 juga turut dihadirkan dengan visualisasi ornamen-ornamen berwarna putih, biru dan merah. Ratusan masker putih biru di susun rapi dan ditempel di gerbang spot ini seolah mengingatkan kita bahwa masyarakat pernah sangat dekat dengan benda-benda itu.

Spot Covid 19 (dok.pri/irerosana)
Spot Covid 19 (dok.pri/irerosana)

Perjalanan waktu perlahan-lahan kembali ke masa depan. Para pengunjung puas, selain bisa mengetahui sejarah cerita kota Bogor, mereka juga pulang membawa oleh-oleh foto estetik yang siap diunggah ke berbagai sosial media. Terima kasih sudah menemani saya jalan-jalan. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun