Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Lifestyle | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merajut Sejuta Alasan untuk Tetap Tinggal di Jakarta

26 Januari 2024   09:56 Diperbarui: 26 Januari 2024   15:14 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transportasi masal yang tersedia antara lain ; KRL, MRT, LRT, Trans Jakarta, Jaklinko dan Kereta Bandara. Semuanya dibangun untuk menjangkau seluruh titik daerah di Jakarta dan sekitarnya.

KRL misal, mampu menghubungkan 93 titik stasiun di Jabodetabek dengan daya tampung yang sangat besar. Dalam satu hari operasi KRL mampu mengakomodir mobilitas 700.000 hingga 850.000 penumpang.

Selain itu ada Trans Jakarta yang menghubungkan sejumlah 273 titik halte di Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Ada juga LRT yang menghubungkan 18 titik stasiun di Jabodebek (Jakarta Bogor Depok dan Bekasi).

Dengan banyaknya pilihan transportasi, mobilitas di Jakarta pun semakin mudah. Saya bisa ke mana-mana dengan biaya yang sangat terjangkau. Tarif KRL misal, hanya 3000 rupiah berlaku untuk 25 km pertama dan tarif progresif hanya 1000 rupiah untuk setiap 10 km berikutnya. Harga ini ramah untuk semua kalangan masyarakat terutama menengah ke bawah.

Tarif Trans Jakarta tak kalah murahnya. Berbeda dengan tarif KRL yang dihitung secara kilometer, tarif Trans Jakarta dibedakan berdasarkan waktu. Pukul 05.00 hingga 07.00 WIB Rp.2000, pukul 07.00 -- 24.00 WIB Rp. 500, sedangkan pukul 24.00 -- 05.00 WIB adalah sebesar RP. 3500. Lebih murah dibanding segelas kopi starling, bukan?

Rumah sakit rujukan tertinggi ada di Jakarta

Menyoal kesehatan, saya rasa orang-orang yang tinggal di Jakarta punya privilege. Mengapa? Hal ini saya sadari ketika beberapa tahun lalu mengantar mertua berobat ke RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Di sana saya bertemu pasien rujukan dari seluruh Indonesia.

Salah satu pasien yang saya temui datang dari Kalimantan. Ia bercerita, meski pengobatannya sudah dicover BPJS tapi keluarganya tetap harus mengeluarkan uang hingga puluhan juta rupiah untuk biaya pesawat dan tinggal di kontrakan / kos-kosan yang dekat dengan rumah sakit selama masa pengobatan berlangsung.

Bukan hal baru di kalangan pasien bahwa kos-kosan dan kontrakan di sekitar rumah sakit rujukan tertinggi (RS Harapan Kita, RS Dharmais, RS PON dan kawan-kawannya) mulai menjamur dengan harga sewa yang tidak murah. Para pasien dan keluarganya bisa menyewa hingga berbulan-bulan selama masa pengobatan. Uang 20 hingga 30 juta sudah lumrah digelontorkan oleh mereka yang datang dari luar kota dan pulau.

Tidak bermaksud untuk mensyukuri sakit tapi bukankah ini sebuah privilege bagi mereka yang tinggal di Jakarta? Kami hanya perlu merogoh kocek tak seberapa karena bisa pulang pergi selama masa pengobatan?

Tak hanya memangkas biaya. Tinggal di  Jakarta membuat kita mendapat akses pelayanan kesehatan lebih cepat. Contoh, ayah mertua saya pernah tengah malam terkena serangan stroke. Dengan cepat kami pun membawa langsung ke RS Pusat Otak Nasional (PON). Hasilnya beliau segera di tangani sehingga kondisinya tidak semakin parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun