Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengawali Tahun dengan Bersyukur Tinggal di Indonesia

4 Januari 2024   10:12 Diperbarui: 4 Januari 2024   14:35 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: unsplash.com/Holly Mandarich

Ada hal yang lebih penting dilakukan sebelum menyusun resolusi dan tetek bengeknya yaitu bersyukur masih hidup dan tinggal di Indonesia!

Salahnya, saya malah memulai awal tahun ini dengan banyak umpatan dan keluhan. Banyak kekecewaan terjadi di pesta malam pergantian. Soal sampah berserakanlah, soal berdesak-desakanlah, antrian panjang masuk KRL dan MRT-lah dan semua itu seolah dianggap wajar oleh kebanyakan orang.

"Ya wajarlah, namanya tahun baru! Kalau nggak mau berdesak-desakan mending di rumah aja!" tulis salah satu komentar di akun TikTok saya.

Padahal niatnya cuma berkeluh kesah dan berharap siapa tahu didengar pemerintah. Syukur-syukur dijadikan bahan evaluasi dan masukan untuk menyusun strategi yang lebih baik untuk tahun mendatang. Tapi apa, jatuhnya malah kena bully dan menimbulkan perasaan kurang nyaman!

Saya mulai berpikir, apakah tinggal di negara-negara maju lebih nyaman dan menyenangkan?

Kalau bicara soal kurang, negeri ini emang biangnya. Sektor apa si yang dianggap memuaskan? Paling banter sektor pariwisata dengan wisata alamnya. Itu pun kalau tidak dilabeli dengan perusakan atau sampah yang berserakan di mana-mana.

Banyak hal mendorong kita untuk kecewa, belum lagi kalau bicara soal dunia digital di mana Index Keberadaban Digital netizen Indonesia oleh Microsoft di nilai sangat rendah.

Cyberbullying, trolling, hate speech, microaggression, doxing marak terjadi di dunia perdigitalan kita. Hal ini menambah jumlah ketidaknyamanan dan kekecawaan masyarakat, terlebih bagi mereka para korban viral atau yang sedang terkena persekusi, cancel culture, dan sejenisnya. Seolah kata salah dan maaf bagi negeri ini sudah tak lagi bertaji. Tak ada ampun, tak ada pemakluman, tak ada maaf.

Lalu masih bisakah kita menaruh hati pada negeri yang serba kekurangan ini? 

Masih. Meski banyak kekurangan, tapi masih banyak celah syukur yang bisa kita temukan di negeri ini. Masifnya berita-berita kriminal maupun negatif yang tersebar di jagad media maya rupanya telah menutup hal-hal kecil sederhana yang harusnya bisa disyukuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun