Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Lainnya - irero

Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | Temui saya di tempat lain -> irerosana.com atau email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Harkitnas dan Hari Patah Hati Nasional

20 Mei 2020   20:18 Diperbarui: 20 Mei 2020   20:17 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari kebangkitan nasional tahun ini diwarnai kekecewaan. Bagaimana tidak, saat di mana kita seharusnya memaknai Harkitnas sebagai tonggak kebangkitan pribumi melawan penjajahan Belanda dengan memupuk semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme, malah justru dinodai dengan peristiwa "Indonesia Terserah".

Bukan masalah kita merayakan Hari Kebangkitan Nasional di tengah pandemi karena jaman dulu para pendahulu kita juga harus bertahan di era kolonialisme Belanda. Tapi bedanya, jika jaman dulu kesadaran rakyat mulai bangkit dan membentuk serangkaian aksi yang ditandai dengan berdirinya organisasi pertama yaitu Budi Utomo, kini masyarakat justru membentuk serangkaian aksi melanggar anjuran physical distancing dan memenangkan egoisme masing-masing.

Sekadar mengingatkan, kita masih di tengah masa pandemi. Bahkan 3 hari lalu saya masih menjalani rapid test akibat salah seorang tetangga yang dinyatakan positif Covid -19. Bukan itu saja, banyak para perantau sudah rela membesarkan hatinya untuk tidak berlebaran di kampung halaman. Para tenaga medis masih berjuang di garda akhir.

dokpri/irerosana
dokpri/irerosana

Kita tentu tidak lupa sudah berapa nyawa gugur melawan virus bandel satu ini, masih hangat juga berita mengenai berpulangnya salah seorang tenaga medis Ari Puspita Sari yang terkena covid 19 dengan janin berusia 4 bulan di rahimnya. Belum lagi orang-orang yang terkena imbas dari physical distancing, para karyawan yang terkena PHK, para pengusaha yang merugi, anak-anak yang kehilangan kelasnya, masjid yang kehilangan jamaahnya. Tidak ada satu orang pun yang bahagia di masa ini termasuk para penimbun masker yang terkena zonk (kalau yang ini syukurin!)

Duka ini kita rasakan bersama.

Pandemi ini belum selesai kawan, butuh kesadaran dari kita semua baik pemerintah maupun warga sebagai garda terdepan dalam upaya pencegahan covid 19 agar kerja tim medis juga tidak semakin berat.

Bagaimana saya tidak patah hati, di tengah puasa tarawih, puasa jualan, puasa mudik yang kita semua jalani, di luar sana orang bersedak-desakan untuk menyaksikan ditutupnya McD Sarinah, berdesak-desakan masuk ke mall untuk baju lebaran dan bahkan berdesak-desakan di bandara Soetta.

Saya pikir saya tidak sebaiknya bersedih karena tidah hanya saya yang tidak bisa mudik, tapi nyatanya saya salah. Di luar, surat bebas Covid 19 di jual bebas layaknya surat ijin masuk kerja. Alih-alih bicara kesatuan dan nasionalisme, banyak orang egois tetap ingin mudik hanya karena tidak ingin berlebaran di perantauan.

Tidak hanya kalian yang rindu dengan Bapak dan Ibu, tidak hanya kalian yang harus lebaran sendiri di perantauan, tidak hanya kalian yang ingin bertemu saudara dan teman-teman, saya juga. Tapi apa keegoisan bisa menyelesaikan ini semua?

"Indonesia Terserah" yang digaung-gaungkan kalangan medis adalah bukti patah hati terhadap sikap dan kekeraskepalaan orang-orang yang masih tidak mengindahkan physical distancing dan semau-maunya sendiri. 

Kita adalah penghianat terindah, berlindung di balik keegoisan diri tanpa peduli dengan nasib orang lain, saudara kita sendiri.

Kita tidak hidup di balik APD, masih bernapas seperti biasa, masih kencing dengan sebebas-bebasnya, dan masih bisa rebahan bebas 24 jam. Di tengah keleluasaan ini, bagaimana bisa kita tidak memberikan sedikit rasa simpati kepada para pejuang medis. Bagaimana bisa kalian yang katanya saudara sebangsa dan setanah air tidak peduli dengan kondisi dan nyawa saudara kalian sendiri?

Bukankah keegoisan kita ini menghianati usaha-usaha yang sudah kita susun bersama? Para pengumpul donasi, para pemberi bantuan sembako, para relawan yang menyerahkan diri, para petugas yang masih harus bertugas di tengah pandemi, perusahaan yang meliburkan karyawan, orang-orang yang menahan diri di rumah yang mana kehadiran mereka agar kita tidak merasakan beban ini sendirian.

Tapi sudahlah, jika nyawa yang berjatuhan saja tak mampu membuat Indonesia begidik, bagaimana mungkin saya berharap banyak dari rangkaian kata ini. Saya hanya ingin bilang :

"owh, jadi begini rasanya patah hati dan dikhianati!" 

Lalu bagaimana bisa kita merayakan Hari Kebangkitan Nasional di tengah hilangnya rasa empati dan kemunduran pola pikir?

Saya tahu kita semua sudah mulai lelah berada di rumah tapi bukan berarti kita harus menyerah. Saya belum menyerah, saya masih di rumah dan belum kalah! Jika saya menyerah, akan semakin banyak orang di luar sana yang juga menyerah dan meyebabkan semakin meluasnya tagar "Indonesia Terserah."

Huft..

Satu-satunya hal yang membahagiakan di tengah patah hati ini adalah, lebaran hadir sebentar lagi. Meski dengan kondisi yang tak sempurna, tapi masih tersisa waktu bagi kita untuk kembali berpikir. Apakah kita berlebaran hanya untuk diri sendiri ataukah juga untuk negeri ini.

Reff 1, 2, 3, 4

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun