Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Lagu "Kuncung" dan Lagu-lagu Bahagia Didi Kempot yang Lain

5 Mei 2020   22:23 Diperbarui: 5 Mei 2020   22:20 2114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : tribunnews.com

Saya tak ingat kapan pertama kali mendengarkan lagu-lagu Pakde Didi Kempot. Yang jelas sewaktu kecil lagu-lagu beliau berseliweran terdengar di mana-mana. Bahkan ada satu lagu yang menjadi kebangsaan saya dan teman-teman. Kuncung. Rasanya setiap dari kami hafal seluruh liriknya dan sering bernyanyi kencang --kencang di sela-sela bermain kelereng, jeburan di kali atau ketika memanjat pohon jambu.

Lagu Kuncung juga langsung otomatis dinyanyikan ketika salah seorang teman laki-laki kami habis potong rambut. Apapun bentuk potongannya, pokoknya kami nyanyi lagunya kuncung sembari bersorak sorak sampai si empunya rambut malu sendiri.

"Cilikanku rambutku dicukur kuncung, katokku seko karung gandum, klambiku warisane mbah kakung, sarapanku sambel korek sego jagung. Kosokan watu nek kali nyemplung neng kedung. Jaman disek durung usum sabun (pabrik'e rung dibangun), andukku mung cukup anduk sarung, dolananku motor cilik soko lempung."

(Sewaktu kecil rambutku dicukur kuncung, celanaku dari karung gandum, bajuku warisan dari kakek, sarapanku sambel korek nasi jagung. Menggosok badan dengan batu di kali menceburkan diri ke sungai. Jaman dulu belum ada sabun (pabriknya belum dibangun), pakai handuk cukup dengan sarung, mainanku motor kecil dari tanah liat.)

Lirik lagu kuncung benar-benar menggambarkan keadaan masa kecil kami. Di kala itu rambut kuncung sempat populer di kalangan anak laki-laki. Anak laki-laki kerap beramain -- main dengan lempung (tanah liat), membentuknya menjadi gangsingan, mobil-mobilan, robot-robotan sementara kami yang perempuan lebih suka membuat aneka miniatur peralatan dapur seperti manguk, piring, dan lain-lain.

Pakde Didi memang lebih dikenal dengan lagu-lagu broken heart-nya, sampai-sampai mendapat julukan The God Father of Broken Heart. Namun sebenarnya tidak semua lagu Pakde bernuansa patah hati. Contohnya lagu Kuncung tadi. Lalu ada juga lagu yang pada jaman dulu diputar Bapak setiap sore judulnya Plong.

Plong menjadi salah satu lagu favorit saya karena nadanya yang menyenangkan. Lirik lagu Plong membuat hati lega alias plong.

"Plong rasane njero dadaku, rasane Mak plong lego atiku, wes ora nyut-nyut sirahku,  saiki aku wes ora ngelu."

Lagu plong bercerita mengenai seorang yang merasa lega karena orang yang dicintainya mau kembali padanya. "Seng lali wes eling karo aku, gelem muleh gelem bali karo aku," artinya yang lupa sudah ingat lagi padaku, mau kembali bersamaku.  Lagu ini mendatangkan rasa bahagia dan lega bagi yang mendengarnya seolah ikut merasakan kebahagiaan si penyanyinya.

Meski lagu-lagu yang paling banyak populer dari Pakde adalah yang bernuansa patah hati seperti Cidro, Sewu Kutho, Banyu Langit, Kalung Mas, Pamer Bojo dan lain-lain tapi Maestro Campur Sari ini juga tak kalah pandai menciptakan lagu-lagu bernuansa bahagia.

Saya justru tumbuh dari lagu- lagu bahagia Pakde, itu pun tanpa sadar. Saya hanya kerap mendengarnya di mana-mana, di warung, di acara ngantenan (pernikahan), di pasar, kadang kala di jalanan dan di rumah sendiri. Lagu Pakde Didi Kempot memang merajai jalanan, dinyanyikan banyak kalangan, dari anak kecil hingga orang tua dari pengamen hingga orang orang terpandang di kota.

Tunggu, belum selelai. Saya ingin mengenalkan lagi beberapa lagu Pakde yang membahagiakan salah satunya berjudul Cintaku Sekonyong-konyong Koder. Tentu sudah banyak yang tak asing dengan judul ini karena sampai sekarang masih saja populer terlebih lagi di tanah Jawa.

Sebetulnya ini lagu sedikit bingung dimasukkan kemana karena dari nadanya bahagia tapi dari segi cerita ada unsur penghianatannya, sementara dari segi lirik lumayan menggelitik.

Lagu ini bercerita mengenai seseorang yang jatuh cinta pada penjual lemper yang ternyata terkena pelet si Mbak lemper. Banyak permainan diksi dengan akhiran sama di lirik lagu ini contohnya ;

"Bir, temulawak, yen tak piker nek awak nganti rusak." 

"Uler keket mlakune klogat kloget,"

"Lempermu pancen super, resik tur anti laler, tak ampiri ayo tak jak muter muter"

Permainan diksi tersebut menjadikan lirik lagu Cintaku Sekonyong-konyong Koder menjadi enak ditangkap telinga. Ada satu lagi lagu yang sekarakter dengan lagu ini judulnya "Dompet Kulit". Lirik lagu Dompet Kulit sama-sama menggunakan permainan diksi dan bercerita mengenai penghianatan dengan balutan komedi.

Sopo wonge batine sing ora njerit
Kowe malah ninggal lungo tanpo pamit
Tak takokke wong pinter sing komat kamit
Wangsulane jarene digondol demit

(Batin siapa yang tidak menjerit, dirimu pergi tanpa pamit, saya tanyakan ke orang pintar, jawabannya di bawa demit.)

Selain itu masih lagi ada lagu Nunut Ngiyup atau numpang berteduh. Lagu ini bercerita mengenai seseorang yang menumpang berteduh karena hujan. Mungkin kalau di jaman sekarang hal ini sudah jarang terlihat tapi jaman dulu di mana motor masih jarang, banyak orang berjalan kaki dan ketika hujan numpang berteduh di rumah orang.

Berbeda dengan lagu-lagu Pakde yang lain lagu Nunut Ngiyup menggunakan bahasa yang lebih halus, kromo inggil . Mungkin karena lagu ini ditunjukkan kepada orang yang di tumpangi berteduh sehingga dalam posisi meminta bantuan lebih sopan jika menggunakan kromo inggil.

Nunut ngiyup, kulo nunut ngiyup
Udan lali ra nggowo payung
Teng tritis kulo nggih purun
Teng emper kulo nggih purun
Sak derenge matur nuwun

(Numpang berteduh, saya numpang berteduh, hujan lupa membawa payung, di pinggiran saya mau, di teras saya juga mau, sebelumnya terima kasih.)

Memang banyak lagu Pakde yang bercerita mengenai keseharian serta pengalaman yang pernah dialami sehingga terasa dekat dan mudah menyatu dengan pendengarnya.

Sedih rasanya, hari ini sang maestro pergi. Meski begitu lagu-lagu beliau cukup untuk menemani sisa usia kami. Seluruh perasaan, tempat dan pengalaman sudah Pakde curahkan ke lagu, tugas kami hanya meneruskan untuk terus memutar dan menikmati hingga kami menua.

Terima kasih Pakde Didi Kempot, terima kasih sudah menciptakan lagu Kuncung untuk masa kecil kami. Terima kasih atas seluruh dedikasi Pakde di industri musik tanah air khususnya campur sari. Selamat jalan Dionisius Prasetyo, karya-karyamu akan selalu hidup di hati kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun