Tapi siapa yang masih mendengarkan kaset dan memiliki tape di masa ini? Bukankah semua lagu lawas hampir bisa dicari Mp3-nya? Namun kata penjual, masih ada saja orang yang membelinya.Â
Betul juga, pastinya masih ada, jikalau tidak maka toko-toko ini pun tak mungkin lagi saya temukan.
"Siapa mereka?" tanya saya penasaran.
"Kolektor, penikmat musik." Kata si penjual.
Ia menjelaskan bahwa seorang pendengar musik berbeda dengan penikmat musik. Orang-orang di masa ini cenderung mendengarkan musik dan bukan menikmatinya.
Saya merasa menjadi seperti Ratna yang heran dengan Galih, apa bedanya mendengar lagu dari sebuah kaset dengan di Hp? Bukankah liriknya dan nadanya sama? kenapa harus mendengarkan lagu yang tidak diinginkan lebih dulu sebelum sampai pada lagu yang diinginkan?
Dan saya teringat dengan jawaban Galih, bahwa untuk mendapat sesuatu yang enak kita harus lebih dulu melalui sesuatu yang tidak enak. Dengan mendengar kaset dari awal sampai akhir kita harus merelakan diri untuk menunggu dan ketika lagu yang kita sukai muncul, rasanya seperti rindu yang terbayar.
Itu semua berbeda dengan konsep instan seperti yang terjadi sekarang. Orang mudah saja mendengar lagu yang disukai, tapi mudah pula menggantinya dengan lagu lain yang lebih disukai.
Saya pun sudah tak memiliki walkman maupun tape dan tidak mungkin pula memaksakan diri mendengarkan kaset.Â
Saya hanya ingin mengenang bahwa masa-masa itu pernah ada, saat ketika lagu dari kaset bisa menjadi segalanya, penyemangat belajar, peneman sepi, serta ungkapan rasa sayang kepada seseorang.
Akhir kata, selamat hari musik, tanpa musik hidup hanyalah hitam dan putih, tidak ada merah, biru, ungu pula abu-abu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H