Keunikan-keunikan itulah yang membuat Ratna tertarik dengannya.
Konsep ini tentu berbeda dengan jaman sekarang di mana orang bisa membeli lagu hanya yang mereka suka saja. Tanpa perlu usaha, mereka juga bisa mengatur agar lagu tersebut bisa berputar ulang secara otomatis hingga bosan.
Anak masa ini juga pastinya kurang familiar dengan walkman dan tape. Sama seperti Ratna yang bingung ketika mendapat mix tape dari Galih. Ia tak tahu apa itu mix tape, dan yang lebih parah, ia tak tahu harus diputar di mana.
Di jaman ini orang sudah jarang memakai tape, rata-rata mereka memutar lagu dengan menggunakan Hp atau pemutar mp3.
Mix tape sendiri di jaman dulu bisa diartikan sebagai surat cinta. Isinya adalah lagu-lagu pilihan yang menggambarkan perasaan seseorang. Hal semacam itu memang ada meski sebetulnya ilegal.
Setelah lama berpikir, Ratna akhirnya memutuskan untuk memutarnya di angkot. Ia teringat tentang abang sopir yang masih memutar lagu dangdut dengan tape di angkotnya.
Melihat adegan-adegan dalam film Galih dan Ratna seperti diingatkan dengan masa lalu. Masa yang indah yang perlahan memudar oleh keserbainstanan.
Kaset Tape Masih Ada
Meski tak lagi eksis, kaset tape lawas rupanya masih bernapas.Â
Jika kita pergi ke Blok M, tepat di lantai di mana banyak toko buku, di sana berderet pula toko kaset lawas, mulai dari piringan hitam hingga kaset tape serta CD. Berbagai lagu lawas lintas generasi berderet menghiasi dinding-dinding kios.
Melihat beberapa judul di sana perasaan saya menjadi hangat. Ada beberapa cover album yang saya masih ingat betul dan bahkan teringat pernah memiliki dan menyimpannya meski lupa di mana. Rupanya kalian masih hidup, batin saya.