Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suatu Pagi Ketika Ocrett Tiba-tiba Menghilang

1 Maret 2020   11:12 Diperbarui: 1 Maret 2020   11:40 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu ketika Ibu membawa pulang seekor kucing. Tubuhnya kurus, penuh ingus dan mengeluarkan aroma tak sedap.
"Kasian, dia kelaparan." Kata Ibu.
"Nemu di mana, Mak?" tanya saya sembari meraihnya.
"Di pabrik." balasnya.

Awalnya saya bingung mau memanggilnya apa, tp karena tetangga saya lebih suka memanggilnya "Ocrett" maka saya pun ikut-ikutan.

Makin lama tubuh Ocrett semakin berisi dan berbau wangi. Ibu kerap memandikannya dengan sabun. Meski Ocrett tidak suka dimandikan dan selalu menolak dengan meronta-ronta, ibu tetap saja memandikanya. "Biar tak kutuan" katanya.

Setelah mandi Ocrett kerap membuang muka pada kami. Ia akan membalikkan badan setiap kami dekati. Rupanya kucing juga bisa ngambek.  sama seperti manusia. Ocrett bahkan menolak handuk yang kami balutkan ke tubuhnya.

Ocrett lebih memilih ke luar rumah dan berdiam diri di tempat yang terkena sinar matahari. Setelah kering, ia akan berguling-guling lagi ke tanah.

Yah, dasar si Ocrett. Sia-sia sudah saya memandikannya. Tapi mau bagaimana lagi, jika  saya dekati ia akan semakin berlari.

Ocrett cepat sekali beradaptasi dengan keluarga kami. Pernah ia pup di kursi tamu dan tentu saja kena marah. Saya lalu mengajarinya, saya bergeleng-geleng sembari menunjuk pup dia di kursi tamu lalu mengangguk-angguk ketika saya menunjuk jamban.

Percaya atau tidak setelahnya ia selalu pipis di jamban namun untuk pup ia memilih di luar, di balik sisa-sisa pasir di halaman depan rumah.  

Kehadiran Ocrett membawa keceriaan di keluarga kami. Rupanya info bahwa kucing membawa dampak positif secara psikologis itu benar adanya. Saya merasa memiliki teman baru dan lebih merasa bahagia. Selain itu menurut infonya, memiliki hewan kesayangan juga dapat mengurangi tingkat stress.  Rupanya Ocrett diam-diam adalah dokter kebahagiaan kami.

Sisa kenangan foto Ocrett di IG/dokpri
Sisa kenangan foto Ocrett di IG/dokpri

Ketika bangun pagi, saya kerap menemukan Ocrett terlelap di balik selimut di antara kedua kaki saya. Di hari lain ia akan menarik-narik, memainkan selimut dan menjilati kaki saya jika bangun lebih dulu.

Jika Ibu tengah memasak ia akan mengekor kemanapun kaki ibu melangkah. Ke kanan, ke kiri berputar, hingga terkadang ia hampir terinjak oleh Ibu.

Jika ibu kesal, ia akan menyuruh Ocrett diam dan menunggu di tangga dapur. Ocrett pun mengerti ketika Ibu mulai tak suka dibuntuti. Ia akan terdiam di tangga tapi matanya yang hitam masih saja mengikuti ke mana pun ibu bergerak.

Semenjak ada Ocrett, ibu kerap membeli ikan pindang. Satu ekor cukup untuk 2 sampai 3 hari karena ibu mencampurnya dengan nasi.

Terkadang saya merasa ibu lebih sayang Ocrett ketimbang anak-anaknya. Lihatlah, ketika Ocrett makan dengan lauk ikan pindang, kami hanya makan dengan tahu dan tempe. Hahaha...

Beruntung Ocrett itu lucu dan menggemaskan,  sehingga kami tak membencinya hanya karna  berebut lauk.

Jika di perhatikan Ocrett juga lebih akrab dengan Ibu ketimbang saya. Buktinya, setiap kali Ibu berangkat kerja ia akan mengekor sampai melewati beberapa rumah tetangga dan ketika ibu pulang kerja, Ocrett sudah menunggu di gapura dekat  rumah kami.  Sepertinya Ocrett sudah hapal betul jam Ibu pulang kerja .

Ia akan mengeong sembari mengikuti Ibu masuk rumah, apalagi kalau bukan meminta diuletkan nasi pindang. Ocrett tak akan berhenti mengeong sebelum ia mendapat apa yang diinginkannya.

Setelah kenyang ia akan menjadi kucing yang manis, tak bersuara dan duduk ala kadarnya kucing. Jika sudah seperti itu saya suka mengerjainya. Saya memasukkannya ke dalam kantong plastik dan menaruhnya di gantungan tembok. Ocrett diam saja diperlakukan begitu bahkan sampai bermenit-menit. Rupanya rasa kenyang benar-benar telah menguasainya.

Kepergian Ocrett


Di suatu pagi, Ocrett tak saya temukan di balik selimut pula di antara sela kaki Ibu yang tengah memasak. Kami pikir dia pasti keluar sebentar dan akan kembali siang atau sore. Tapi nihil.

Hal itu berulang selama berhari-hari. Saya mencarinya ke tetangga yang memberinya nama, siapa tahu Ocrett mengungsi ke rumahnya. Tapi nihil juga. Ocrett menghilang dan tak seorang pun tahu kemana.

Berhari-hari pula saya resah, memikirkan ke mana perginya si Ocrett. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengannya, bagaimana kalau ia disakiti kucing lain di jalan, atau jangan-jangan Ocrett telah mati di suatu tempat?

Sembari terus mencari, saya juga berpikir kenapa Ocrett tiba-tiba pergi, apa yang salah?
Lalu saya kepikiran dengan peristiwa di suatu malam, ketika Ibu membawa pulang kucing lain. Sama seperti ketika dulu Ibu membawa si Ocrett pulang.

Kucing baru ini berwarna cokelat dan nampak kurus. Niat ibu hanya ingin memberinya makan sebentar lalu melepasnya kembali.

Saya ingat kala itu Ocrett lewat saja melihat si cokelat sedang makan. Aneh bukan? bukankah seharusnya mereka berebut makanan? Tapi saya pikir mungkin Ocrett sudah kenyang.

Sejak itulah saya semakin jarang melihat Ocrett, tidak di kasur, tidak di tangga dapur, tidak juga di halaman rumah. Lalu tiba-tiba saja Ocrett menghilang dan meninggalkan sekeping rasa rindu di hati kami.

Setelah saya cari tahu, rupanya benar, menurut beberapa penelitian, kucing juga memiliki emosi meski lebih terbatas ketimbang manusia. Mereka juga bisa merasa cemburu ketika ada sesuatu yang berpotensi mengancam hubungannya dengan si pemilik. Kehadiran hewan peliharaan baru misalnya.

Sayang sekali, kami terlambat menyadarinya. Ocrett sudah lebih dulu pergi untuk menamatkan rasa cemburunya. Tapi bagaimana lagi, saya juga tak bisa berbuat lebih banyak. Hanya bisa berharap semoga Ocrett mampu bertahan di luar sana atau menemukan majikan baru yang menyayanginya.

Sedih ya..?

Sebenarnya endingnya tak begitu, suatu hari setelah beberapa bulan pergi, Ocrett tiba-tiba pulang dan mengeong dengan suara keras. Sontak saya membopong dan memeluknya. "Kemana saja kamu, Ocrett??"

Tubuhnya kotor bau tanah tapi terlihat sehat. Ia terus saja Mengeong. Rupanya dia lapar. Setelah makam barulah suaranya tak lagi terdengar. Sepertinya ia banyak mengalami kesusahan di jalanan. Terlihat beberapa bekas luka di sekitar wajahnya.

"jangan pergi lagi ya Ocrett.." bisik saya sembari mengelus -elus  punggungnya. Ocrett diam seolah mengiyakan.

Rupanya Ocrett tak memegang janjinya, di suatu pagi ia kembali menghilang. Kali ini untuk waktu yang lama. Setahun... dua tahun... ia tak pernah kembali. Rupanya terakhir kali ia pulang untuk pamit, pergi entah ke mana.

Memiliki hewan peliharaan itu menyenangkan, tapi ketika kehilangan mereka juga akan menyisakan luka yang mendalam. Salam.

Reff  1, 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun