Jika Ibu tengah memasak ia akan mengekor kemanapun kaki ibu melangkah. Ke kanan, ke kiri berputar, hingga terkadang ia hampir terinjak oleh Ibu.
Jika ibu kesal, ia akan menyuruh Ocrett diam dan menunggu di tangga dapur. Ocrett pun mengerti ketika Ibu mulai tak suka dibuntuti. Ia akan terdiam di tangga tapi matanya yang hitam masih saja mengikuti ke mana pun ibu bergerak.
Semenjak ada Ocrett, ibu kerap membeli ikan pindang. Satu ekor cukup untuk 2 sampai 3 hari karena ibu mencampurnya dengan nasi.
Terkadang saya merasa ibu lebih sayang Ocrett ketimbang anak-anaknya. Lihatlah, ketika Ocrett makan dengan lauk ikan pindang, kami hanya makan dengan tahu dan tempe. Hahaha...
Beruntung Ocrett itu lucu dan menggemaskan,  sehingga kami tak membencinya hanya karna  berebut lauk.
Jika di perhatikan Ocrett juga lebih akrab dengan Ibu ketimbang saya. Buktinya, setiap kali Ibu berangkat kerja ia akan mengekor sampai melewati beberapa rumah tetangga dan ketika ibu pulang kerja, Ocrett sudah menunggu di gapura dekat  rumah kami.  Sepertinya Ocrett sudah hapal betul jam Ibu pulang kerja .
Ia akan mengeong sembari mengikuti Ibu masuk rumah, apalagi kalau bukan meminta diuletkan nasi pindang. Ocrett tak akan berhenti mengeong sebelum ia mendapat apa yang diinginkannya.
Setelah kenyang ia akan menjadi kucing yang manis, tak bersuara dan duduk ala kadarnya kucing. Jika sudah seperti itu saya suka mengerjainya. Saya memasukkannya ke dalam kantong plastik dan menaruhnya di gantungan tembok. Ocrett diam saja diperlakukan begitu bahkan sampai bermenit-menit. Rupanya rasa kenyang benar-benar telah menguasainya.
Kepergian Ocrett
Di suatu pagi, Ocrett tak saya temukan di balik selimut pula di antara sela kaki Ibu yang tengah memasak. Kami pikir dia pasti keluar sebentar dan akan kembali siang atau sore. Tapi nihil.
Hal itu berulang selama berhari-hari. Saya mencarinya ke tetangga yang memberinya nama, siapa tahu Ocrett mengungsi ke rumahnya. Tapi nihil juga. Ocrett menghilang dan tak seorang pun tahu kemana.