Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Lainnya - irero

Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi "Ngunduh Mantu", "Munjung", dan Cara Mengundang Pernikahan ala Masyarakat Jawa

11 Januari 2020   12:12 Diperbarui: 12 Januari 2020   04:01 3836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi salah satu busana pernikahan dalam adat Jawa| Sumber: Nakita via style.tribunnews.com/

Jika dipikir secara logika, undangan tentunya adalah hak namun, di Jawa ada kalanya berubah menjadi menjadi suatu kewajiban. Mengapa?

Di Jawa khususnya Jateng ada tradisi namanya munjung, yaitu mengirim makanan disertai undangan kepada mereka yang dianggap masih kerabat atau berhubungan dekat dengan pihak pengantin atau pihak yang memiliki hajat (termasuk di sini para tetangga dekat).

Tradisi ini biasanya dilakukan 1 minggu sebelum pernikahan berlangsung. 

Dahulu tradisi munjung dilakukan dengan mengirim makanan dengan rantang yang isi masing-masing antara lain: nasi, daging, ayam, sayur telur, sayur kentang -krecek, dan mie goreng. Namun menu ini sifatnya tidak wajib dan bisa disesuaikan dengan keinginan serta kondisi. 

Orang yang di-punjung (yang mendapat kiriman) akan segera mengeluarkan isi rantang tersebut dan mengembalikan rantangnya kepada si pengirim.

Sekarang, munjung lebih praktis dan fleksibel, bisa menggunakan wadah plastik atau besek sehingga tidak perlu dikembalikan. 

Beberapa daerah lain yang saya temu seperti di Sukoharjo misalnya malah menggunakan dus kotak. Isinya sama seperti nasi kotak biasa. Beda daerah, beda pula adat serta tradisinya.

Munjung menjadi salah satu bentuk undangan yang paling sopan dan dianggap menghargai orang yang diundang. 

Ketika seseorang mendapat punjungan sebagai bentuk undangan maka orang tersebut dianggap kerabat dekat oleh si empunya hajat. 

Tentunya tidak etis dan tidak elok apabila nanti orang tersebut memiliki hajat tapi tidak munjung balik. Itu sama halnya dengan mengibar bendera perang, sudah dianggap kerabat tapi tidak menganggap balik.

Di Jawa ada rasa sungkan dan kurang nyaman ketika tidak membalas kebaikan orang. Munjung dianggap sebagai bentuk kebaikan dan apresiasi terhadap diri seseorang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun