"Aku bantuin ya!" Tanpa menunggu persetujuan ia pun bergegas mengupas temu kunci yang memang sedari tadi sudah saya siapkan.
Belum genap air rebusan mendidih, tiba-tiba...pet! gas padam.
"Jiaaaa...habis gasnya!" kata saya.
"Beruntung sekali ya, gas habis pas tukang pasang gasnya pulang ke rumah, nggak ada yang lebai masang gas sambil menjerit-jerit ditelepon lagi dong," godanya sembari cekikikan.
Haha, sial. Saya memang kelompok istri-istri penakut memasang regulator gas. Entahlah, soal yang satu ini sulit dijelaskan.
"Cepet ke warung Mas, tempenya keburu jadi tahu lho!"
"Siap, komandan!" balasnya sembari berlalu.
Setelah memasak saya akan membuat teh dan menikmati hasil eksperimen kami dan mulai bercerita mengenai isu-isu yang beredar di lingkungan sekitar. Lalu, saya akan mulai curhat mengenai harga beras yang kembali meroket atau arisan RT yang diundur. Ia adalah seorang pendengar yang baik. Motto hidupnya, "Mendengar untuk Berbicara," ia tahan sekali mendengar, dan tidak banyak orang yang bisa seperti itu. Saat memasak pun ia mendengar instruksi saya dengan baik.
Di dapur, kami menjelma menjadi sepasang muda-mudi yang senang bereksperimen. Di sanalah kami membunuh rasa cemburu, rasa kesal dan rasa rindu karena ulah jarak. Di sanalah tempat terbaik kami untuk membangun kehangatan keluarga.
Ada kebahagiaan sederhana yang memang hanya bisa ditemukan dengan cara-cara yang sederhana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H