Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dapur dan Lelaki yang Suka Mendengar

28 Februari 2018   22:33 Diperbarui: 7 Maret 2018   11:31 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya dan suami  menggemari perayaan, apapun itu, termasuk hari kasih sayang.  Dengan merayakan kami jadi punya alasan untuk memberikan atau mengucapkan sesuatu. Nyatanya itu baik untuk merekatkan hubungan.

Saat merayakan sesuatu, kami menjadi orang yang mudah tersentuh dan merasa berarti bagi satu sama lain.

Suami saya adalah seorang Automation Engineer dibidang power plant. Pekerjaan tersebut mengharuskannya pergi ke mana-mana, berpindah dari satu daerah ke daerah yang lain, dari satu pulau ke pulau yang lain. Kami sesekali hidup terpisah untuk beberapa saat. Karena pekerjaannya itu pun kami kerap melewatkan peringatan hari spesial tertentu. Tapi karena tak mau kalah, kami pun membayarnya di kemudian hari meski sedikit terlambat.

Semenjak menikah, pola perayaan hari kasih sayang kami beralih. Kami bukan lagi muda-mudi yang tengah dilanda kasmaran. Dulu kami sering bertukar kado, lalu pergi ke cafe terdekat untuk merayakannya. Sekarang, kami lebih memilih bercengkerama di dalam rumah dan mulai menghangatkan dapur.

Dulunya, saya adalah seorang gadis yang jauh dari dapur. Tapi semenjak menikah, saya jadi akrab dengan dapur dan bumbu-bumbu. Rasanya, ada kepuasan tersendiri ketika bisa memasak makanan untuk suami. Beruntung saya punya suami yang serba menerima, tak pernah menolak maupun mengkritik masakan saya. Baginya, apapun hasilnya, ia hanya tahu kata,"enak" dan "enak banget." 

Ternyata memasak tidak sesulit yang saya bayangkan. Bahkan sekarang saya membuat akun instagram @tumbarmirijahe yang isinya resep-resep masakan yang sudah berhasil saya buat.

@TUMBARMIRIJAHE
@TUMBARMIRIJAHE
Meski followernya belum terlalu banyak tapi mendapatkan beberapa feedback dari teman-teman bahwa mereka merasa terbantu dengan resep-resep saya itu sungguh luar biasa. Rupanya menjadi Ibu Rumah Tangga pun bisa menginspirasi.

Selain untuk berbagi, saya membuat akun tersebut untuk menyimpan resep pribadi. Harapannya, kelak jika saya semakin menua dan tak mampu mengingat banyak hal, catatan di akun tersebut akan membantu. Atau jika kelak menantu saya ingin tahu resep masakan yang biasa saya masak, tinggal cek saja ke sana.

Momen kebersamaan saya bersama suami rata-rata tidak lama. Ia lebih sering kembali bekerja ke luar daerah. Karenanya, saat di rumah, kami memanfaatkan waktu yang ada dengan baik. Memasak menjadi salah satu tanda kebersamaan kami di rumah.

Kata orang, memasak bersama bisa menambah rasa cinta antar pasangan. Mungkin itu benar. Meski terkadang saya merasa ia malah membuat dapur amburadul. Ada-ada saja ulah tanpa sengajanya. Pernah ia menyiram tubuhnya sendiri dan seluruh isi dapur dengan sepanci air panaskarena kaget dan terpeleset. Ia kira pegangan pancinya anti panas.

Ia pernah pula menggosongkan panci karena lupa mematikan sayur sop yang tengah dihangatkan.

Di dapur, suami banyak sekali bertanya, katanya mengapa ada bumbu yang diiris tapi juga yang dihaluskan/tumbuk? Mengapa ada sambal yang digoreng dulu baru diuleg dan ada yang diuleg dulu baru digoreng? Apa bedanya tempe yang digoreng pakai tepung beras dan tepung terigu? Ia bertanya dengan detail, seolah ingin beralih profesi menjadi chef.

Saat menggoreng kentang ia akan terus melirik jam dinding. Asumsinya, masing-masing per gorengan akan disamakan waktunya. Jika gorengan awal membutuhkan waktu lima menit agar bisa matang maka yang berikutnya akan ditiriskan setelah lima menit. Begitu seterusnya.

Hahaha...

Saya jelaskan padanya, "Mas, cukup dilihat saja dan dirasakan ini sudah mulai kecokelatan atau belum. Tidak perlu pakai waktu begitu. Lagian tingkat kepanasan minyak berbeda antara yang awal dan yang setelahnya," ucap saya kala itu.

Dengan model memasaknya yang seperti itu, saya yakin ia pasti suka jika saya ajak memasak kue yang bahannya ditakar secara teratur. Saya pribadi kurang suka memasak dengan model seperti itu. Bagi saya memasak hanya soal perasaan dan kira-kira. Dan benar, pertama kali saya ajak dia membuat bolu kukus ia langsung mahir, bahkan sekarang saya sendiri lupa bahan-bahannya, sementara dia masih ingat betul.

DOC.PRIBADI
DOC.PRIBADI
Dia cukup puas dan bangga dengan bolu pertamanya. Setelahnya, saat weekend tiba, dia akan bertanya, "bagaimana kalau aku buatkan bolu?" Rasanya bangga sekali menjadi satu-satunya orang yang menguasai cara membuat bolu di rumah kecil kami.

Hari kasih sayang tahun ini ia habiskan di luar kota, tapi ia berjanji akan menggantinya di kemudian hari. Dan benar, dua hari setelahnya pintu rumah saya di ketuk,

"Assalamualaikum...." wajahnya muncul dari balik pintu.

"Kamu lagi masak apa?" tanyanya saat melihat saya sibuk di dapur.

"Sayur bayam, tempe sama sambel doang, nggak papa, kan?"

"Waaa, seger kayaknya..." Ia selalu saja berkata "waaa" terhadap apapun yang saya masak.

"Aku bantuin ya!" Tanpa menunggu persetujuan ia pun bergegas mengupas temu kunci yang memang sedari tadi sudah saya siapkan.

Belum genap air rebusan mendidih, tiba-tiba...pet! gas padam.

"Jiaaaa...habis gasnya!" kata saya.

"Beruntung sekali ya, gas habis pas tukang pasang gasnya pulang ke rumah, nggak ada yang lebai masang gas sambil menjerit-jerit ditelepon lagi dong," godanya sembari cekikikan.

Haha, sial. Saya memang kelompok istri-istri penakut memasang regulator gas. Entahlah, soal yang satu ini sulit dijelaskan.

"Cepet ke warung Mas, tempenya keburu jadi tahu lho!"

"Siap, komandan!" balasnya sembari berlalu.

Setelah memasak saya akan membuat teh dan menikmati hasil eksperimen kami dan mulai bercerita mengenai isu-isu yang beredar di lingkungan sekitar. Lalu, saya akan mulai curhat mengenai harga beras yang kembali meroket atau arisan RT yang diundur. Ia adalah seorang pendengar yang baik. Motto hidupnya, "Mendengar untuk Berbicara," ia tahan sekali mendengar, dan tidak banyak orang yang bisa seperti itu. Saat memasak pun ia mendengar instruksi saya dengan baik.

Di dapur, kami menjelma menjadi sepasang muda-mudi yang senang bereksperimen. Di sanalah kami membunuh rasa cemburu, rasa kesal dan rasa rindu karena ulah jarak. Di sanalah tempat terbaik kami untuk membangun kehangatan keluarga.

Ada kebahagiaan sederhana yang memang hanya bisa ditemukan dengan cara-cara yang sederhana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun