Di dapur, suami banyak sekali bertanya, katanya mengapa ada bumbu yang diiris tapi juga yang dihaluskan/tumbuk? Mengapa ada sambal yang digoreng dulu baru diuleg dan ada yang diuleg dulu baru digoreng? Apa bedanya tempe yang digoreng pakai tepung beras dan tepung terigu? Ia bertanya dengan detail, seolah ingin beralih profesi menjadi chef.
Saat menggoreng kentang ia akan terus melirik jam dinding. Asumsinya, masing-masing per gorengan akan disamakan waktunya. Jika gorengan awal membutuhkan waktu lima menit agar bisa matang maka yang berikutnya akan ditiriskan setelah lima menit. Begitu seterusnya.
Hahaha...
Saya jelaskan padanya, "Mas, cukup dilihat saja dan dirasakan ini sudah mulai kecokelatan atau belum. Tidak perlu pakai waktu begitu. Lagian tingkat kepanasan minyak berbeda antara yang awal dan yang setelahnya," ucap saya kala itu.
Dengan model memasaknya yang seperti itu, saya yakin ia pasti suka jika saya ajak memasak kue yang bahannya ditakar secara teratur. Saya pribadi kurang suka memasak dengan model seperti itu. Bagi saya memasak hanya soal perasaan dan kira-kira. Dan benar, pertama kali saya ajak dia membuat bolu kukus ia langsung mahir, bahkan sekarang saya sendiri lupa bahan-bahannya, sementara dia masih ingat betul.
Hari kasih sayang tahun ini ia habiskan di luar kota, tapi ia berjanji akan menggantinya di kemudian hari. Dan benar, dua hari setelahnya pintu rumah saya di ketuk,
"Assalamualaikum...." wajahnya muncul dari balik pintu.
"Kamu lagi masak apa?" tanyanya saat melihat saya sibuk di dapur.
"Sayur bayam, tempe sama sambel doang, nggak papa, kan?"
"Waaa, seger kayaknya..." Ia selalu saja berkata "waaa" terhadap apapun yang saya masak.