Semenjak media sosial semakin populer, keberadaan nama-nama anak yang tidak lazim atau tidak umum semakin sering muncul ke permukaan. Sebut saja nama Andy Go To School  milik seorang pria asal Magelang.Â
Tidak hanya satu anak, ayah Andy juga memberi nama unik untuk anaknya yang lain seperti August Dedy My House, Happy New Year, Rudy A Good Boy, Friday Back To School, hingga Effendy My School. (kompas.com)
Kalau anda search di google beberapa nama aneh atau unik lainnya pun bermuculan, seperti "Satria Baja Hitam," "Minal Aizin Wal Faizin,","Selamet Dunia Akhirat," dsb. Bukan apa-apa, orang tua mereka patut diacungi 10 jempol atas keberaniannya. Memberi nama seperti itu di Indonesia pasti tidak mudah.Â
Di negeri ini kebiasaan di mana Bapak-Ibu, mertua, paman-bibi, kakek-nenek yang turut andil dalam memberikan nama anak masih semarak. Belum lagi soal tradisi keluarga tertentu yang tidak boleh sembarangan.Â
Di Jawa misal, nama yang diberikan tidak hanya menjadi tanda pengenal tapi juga mengandung arti tertentu. Salah memberikan nama bisa-bisa menyulitkan hidup si anak atau kelak akan sakit-sakitan.
Ambil contoh mantan presiden RI pertama kita, Soekarno. Kita tahu bahwa nama Soekarno adalah peralihan dari nama Koesno Sosrodihardjo. Ayah Soekarno menggantinya ketika mendapati anaknya sakit-sakitan.Â
Di Jawa khususnya di zaman dulu, hal seperti ini lumrah dan dilakukan oleh kebanyakan orang. Dalam tradisi jawa, jika anak sakit-sakitan bisa jadi nama yang diberikan tidak cocok/berat. Pihak keluarga akan berdiskusi untuk mengganti nama anak tersebut lalu mengadakan syukuran. Dari situ disimpulkan bahwa memberi nama anak tidak boleh sembarangan.
Sebagian masyarakat lain menganggap nama adalah doa untuk si anak karenanya nama yang diberikan harus mengandung kebaikan. Dalam segala kondisi tadi, patutlah jika saya salut dengan orang-orang yang berani memberi nama tidak lazim seperti tadi.
Di samping faktor eksternal, setiap orang tua sendiri pasti mempunyai ego saat memberikan nama pada anak. Jika mereka berasal dari keluarga di mana kakek-nenek, paman-bibi ikut urun nama untuk si anak, pasti persoalan ini menjadi semakin tidak mudah.Â
Apalagi saat nama yang diajukan tidak lazim, jarang didengar dan bahkan aneh. Persoalan apakah anak akan diberi nama kebarat-baratan, ketimur-timuran, kearab-araban, saja sudah cukup menjadi perdebatan apalagi ditambah dengan pengajuan nama unik seperti tadi.
Namun, beberapa kawan saya masih memegang kendali atas nama anak mereka sendiri. Mas Wisnu dan Mbak Novi misal, kedua orang tua muda tersebut mantap memberikan nama "Muhammad Kenzie Athaya" dan "Madeeha Kireina Athaya" kepada ke dua buah hati mereka.Â
Sekilas terdengar seperti nama Jepang, bukan? Kenzie memang diambil dari bahasa Jepang yang artinya "jaksa", sementara "Kireina" artinya bagus, indah atau cantik. Meski terdengar Japanis "Athaya" sendiri berasal dari bahasa arab yang artinya karunia, sementara Madeeha dalam islam diartikan terpuji. Nama keduanya kalau disingkat sama-sama MKA.
Pemberian nama anak memang perpaduan antara doa dan keegoisan orang tua. Mas Wisnu adalah seorang penggemar hal-hal yg berbau Jepang jadi wajar bila ia ingin menyisipkan kesan Jepang ke buah hati mereka. Kenzie adalah pelunakan dari Kenji, sementara Kireina adalah pelunakan dari Kirei. Dengan sedikit siasat, urusan nama anak pun diselesaikan secara baik. Pesan dan doa baik tetap terpenuhi namun ego orang tua pun menduduki tahtanya.
Ada lagi teman saya Uswahdani yang memberi nama anaknya Wulang Aksara. Terdengar bernada literasi, bukan? Nama tersebut diselaraskan dengan kesukaan Dani dan suaminya akan dunia literasi.Â
Artinya kurang lebih berisi doa kedua orangtuanya agar anaknya bisa membaca dan mengajarkan kebaikan  (firman Tuhan) kepada semesta. Lagi-lagi ego orang tua mendarat dengan aman dan baik meski orang tua mereka awalnya sempat menyebut kurang islami.
Saya pun tak kalah punya keinginan seperti itu, memberi nama unik anak meski tak seekstrim Andy Go To School. Tapi partner hidup saya berkata, seunik apapun itu jangan sampai menyulitkan hidup si anak.Â
Maksudnya, biar bagaimanapun ia akan hidup di sini, di bumi Indonesia di mana anak-anak sering memplesetkan nama-nama teman sekolahnya. Nama yang standar saja dipelesetkan apalagi nama-nama unik. Jangan sampai nama tersebut jadi bahan empuk untuk mem-bully si anak.
Di sini kiprah orang tua diuji. Mereka harus memikirkan nama yang baik tapi unik, ego terpenuhi tapi aman untuk si anak dan tentunya, diterima baik oleh keluarga besar. Bila dulu menyusun skripsi itu sulit, sekarang menyusun nama anak tidak kalah sulit.
Apakah anda merasakan hal serupa? Bagi anda yang sedang berproses untuk mencari nama anak dan mengalami dilema serupa, mungkin bisa meniru siasat pelunakan dari kawan saya tadi. Atau anggap saja ini anugerah sebagai orang tua sekaligus tantangan untuk mengasah pembendaharaan kata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H