Pada hari Minggu, 22 Desember 2024 . Penulis selaku Mahasiswa Universitas Mercu Buana melakukan kunjungan pembelajaran tema sila ke- 3 yaitu "Persatuan Indonesia" dengan judul "Mahasiswa UMB Telusuri Keberagaman Budaya di Pecinan Glodok." sebagai rangka memenuhi tugas mata kuliah Pancasila. Kunjungan ini diselenggarakan sesuai dengan arahan dari Dr Rosmawaty Hilderiah Pandjaitan, S.Sos., M.T., CPR., CICS. , selaku dosen pengampu mata kuliah Pancasila.Kunjungan ini dilaksanakan sebagai upaya untuk mendalami sejarah dan keberagaman budaya yang beragam di kawasan pecinaan tertua di Jakarta.
Kawasan Pecinan Glodok dianggap sebagai pusat budaya Tionghoa yang kaya akan nilai sejarah. Dalam kunjungan ini, Mahasiswa melakukan kunjungan ke Gereja Katolik Santa Maria de Fatima, Vihara Dharma Jaya Toasebio, Vihara Dharma Sakti untuk mempelajari lebih lanjut tentang budaya dan sejarah yang ada di kawasan tersebut. Dan juga Mahasiswa UMB mengunjungi Petak 6 yang dikenal sebagai pusat kuliner, untuk mengeksplorasi ragam makanan khas yang ada di kawasan tersebut, ada juga Petak 9 yang merupakan kawasan Pasar Tradisional disana dan Pancoran Chinatown Point yang merupakan Pusat Perbelanjaan.
Kegiatan ini merupakan salah satu langkah Universitas Mercu Buana untuk menggabungkan pembelajaran akademik dengan pengalaman langsung di lapangan. Melalui kunjungan ini, mahasiswa UMB tidak hanya memperdalam pengetahuan tentang sejarah dan budaya, tetapi juga memperoleh wawasan penting mengenai nilai toleransi dalam membangun masyarakat yang berlandaskan pada Pancasila Sebagai Dasar Kehidupan Sosial Masyarakat Pecinaan Glodok.
Warisan budaya dan kuliner legendaris di Pecinaan
Pecinan Glodok, terletak di Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, dekat pusat kota dan mudah diakses dengan berbagai transportasi. Kawasan ini dikenal sebagai pusat perdagangan dan budaya Tionghoa, dengan sejarah panjang yang erat kaitannya dengan perkembangan masyarakat Tionghoa di Indonesia.
Â
Sejarah Glodok, yang awalnya dikenal sebagai "Kampung Glodok," berasal dari kata Betawi yang berarti "tukang kayu" atau "tempat kayu dipotong," mengacu pada masa lalu ketika daerah ini merupakan pemukiman dan pusat perdagangan kayu. Pada abad ke-17, kawasan ini menjadi pusat pemukiman dan perdagangan bagi orang Tionghoa di Batavia (sekarang Jakarta). Di abad ke-19, Glodok berkembang pesat sebagai pusat perdagangan barang-barang dari Tiongkok, seperti rempah-rempah, tekstil, dan barang kebutuhan lainnya. Seiring bertambahnya jumlah penduduk Tionghoa, kawasan ini menjadi pusat kegiatan mereka, dengan banyak tempat ibadah seperti vihara dan klenteng, serta suasana yang kental dengan budaya Tionghoa, termasuk kuliner, arsitektur, dan festival keagamaan seperti Imlek.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Glodok tetap menjadi pusat budaya dan ekonomi Tionghoa meskipun mengalami perubahan sosial dan politik. Pada 1970-an, kawasan ini mulai dikenal sebagai pusat perbelanjaan elektronik, dan hingga kini tetap menjadi kawasan penting yang memadukan tradisi dan modernitas. Banyak vihara, klenteng, dan pasar yang menjual barang-barang Tionghoa di kawasan ini, menjadikannya sebagai pusat perbelanjaan, budaya, dan kegiatan keagamaan bagi masyarakat Tionghoa di Jakarta.
Mahasiwa Mercu Buana berkunjung ke beberapa tempat bersejarah di kawasan Glodok, seperti tempat beribadah dan tempat kuliner. Berikut destinasi yang dikunjungi :