Mohon tunggu...
Tri Wahyuni
Tri Wahyuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

sebenarnya hanya suka membaca, tapi kalau disuruh nulis, bisa diobrolin dulu

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Autisme, Penyebabnya, dan Sedikit Tips Mencegahnya

15 November 2022   15:24 Diperbarui: 4 Desember 2022   15:25 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Di lingkungan kita pasti pernah kita jumpai para penyandang gangguan mental atau psikis, salah satunya yaitu autisme. Dimana mereka berasal dari beragam usia yakni dari anak - anak hingga orang dewasa. Mereka - merea ini kerap kali dipandang sebelah mata oleh orang - orang yang psikisnya normal. 

Sebelum berlanjut lebih jauh, tahukah kalian apa itu autisme? 

Secara bahasa, Autisme berasal dari bahasa Yunani, "Auto" yang berarti berdiri sendiri. Maka autisme dapat diartikan sebagai kondisi dimana seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri, atau kondisi dimana seseorang itu senantiasa merasakan dan berfikir bahwa mereka berada di dalam dunianya sendiri.

Sedangkan menurut istilah, Autisme adalah gangguan perkembangan berat yang mempengaruhi cara seseorang dalam melakukan komunikasi, bereaksi terhadap sesuatu, dan bertingkah laku dalam kehidupan.

Sekarang ini, masalah autisme menimbulkan keprihatinan yang mendalam, terutama bagi kedua orang tuanya. Selain itu, rasa khawatir timbul pada ibu - ibu muda yang akan melahirkan. Hal ini dikarenakan Autisme dapat terjadi pada siapa saja dengan tanpa adanya perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, golongan, etnik, atau bangsa. Awalnya diduga bahwa penyebab seseorang menyandang autisme adalah berasal dari faktor keluarga dengan tingkat intelegensi dan sosial ekonomi yang tinggi. Namun dari penelitian terakhir, autisme ditemukan pada berbagai tingkat sosial ekonomi dan intelegensi.

Jadi, sebenarnya apa yang menjadi penyebab autisme? 

Seorang ahli embrio dari Amerika, Patricia Rodier menyatakan bahwa gejala autisme dan cacat lahir disebabkan karena terjadinya kerusakan jaringan otak yang terjadi sebelum 20 hari masa awal pembentukan janin. Sementara peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa anak yang terkena autisme bagian otaknya yang mengendalikan pusat memori dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian - penelitian ini membuktikan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi tersebut. 

Handojo (2004: 15) menyatakan penyebab autisme bisa terjadi pada masa kehamilan. Pada tri semester pertama, faktor pemicunya bisa terdiri dari ; infeksi (toxoplasmosis, rubella, candida, dsb), keracunan logam berat, zat aditif (MSG, pengawet, pewarna), maupun obat - obatan lainnya. Selain itu, tumbuhnya jamur berlebihan di usus anak yang merupakan akibat dari pemakaian antibiotika yang berlebihan, dapat menyebabkan kebocoran usus (leaky-gut syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan kasein dan gluten. 

Secara neurobiologis terdapat tiga gangguan yang berbeda dengan mekanisme yang berbeda yang dapat menyebabkan autisme yaitu :

1. Gangguan fungsi mekanisme kortikal menyeleksi atensi, yakni akibat dari adanya kelainan pada proyeksi ascending dari serebelum dan juga batang otak.

2. Gangguan fungsi mekanisme limbic untuk mendapatkan informasi, misalnya untuk daya ingat.

3. Gangguan pada proses informasi oleh korteks asosiasi dan juga jaringan pendistribusian nya. (Handojo, 2004: 14)

Sedangkan pendapat lainnya menurut Widyawati dalam sebuah simposium autis pada tanggal 30 Agustus 1997, mengemukakan beberapa teori penyebab autisme yakni antara lain :

1. Teori Psikososial

Kanner menyebutkan diantara penyebab autisme pada anak lahir dari perilaku sosial yang tidak seimbang, seperti orang tua yang emosional, kaku dan obsessif, serta mereka yang mengasuh anak mereka dalam suatu atmosfer yang secara emosional kurang hangat bahkan cenderung dingin. Pendapat lain mengatakan bahwa telah adanya trauma pada anak yang disebabkan hostilitas yang tidak disadari dari ibu, yang tidak menghendaki kelahiran anaknya.

2. Teori Biologis

Dari hasil penelitian, keluarga dan anak kembar menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam autisme. Pada anak kembar satu telur ditemukan sekitar 36-89%, sedangkan pada anak kembar dua telur 0%. Pada penelitian lain, ditemukan keluarga 2,5-3% autisme pada saudara kandung, yang berarti kemungkinannya 50-100 kali lebih tinggi dibanding dari populasi normal.

Selain itu komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal yang meningkat juga ditemukan pada anak dengan penyandang autisme. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah adanya pendarahan setelah trimester pertama dan adanya kotoran janin pada cairan amnion, yang merupakan tanda bahaya dari janin.

3. Teori Imunologi

Dalam teori ini, telah ditemukan respons dari sistem imun pada beberapa anak autistik guna meningkatkan kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus autisme. Ditemukannya antibodi pada beberapa ibu terhadap antigen leukosit anak mereka yang autisme, memperkuat adanya dugaan ini, karena ternyata antigen leukosit juga ditemukan pada sel-sel otak mereka. Dengan demikian, antibodi ibu itu sendiri dapat secara langsung merusak jaringan saraf otak janin yang menjadi penyebab timbulnya autisme.

4. Infeksi Virus

Peningkatan frekuensi yang tinggi dari gangguan autisme pada anak - anak dengan congenital, rubella, herpes simplex encephalitis, dan cytomegalovirus infection, serta pada anak - anak yang lahir selama musim semi dengan kemungkinan ibu mereka telah menderita influenza musim dingin saat mereka berada di dalam rahim, telah membuat para peneliti menduga infeksi virus ini merupakan salah satu penyebab dari autisme. Para ilmuwan lain, menyatakan bahwa kemungkinan besar penyebab autisme adalah faktor genetik. Meskipun begitu sampai saat ini kromosom yang membawa sifat autisme belum dapat diketahui, sebab pada anak - anak yang mempunyai kondisi kromosom yang sama bisa memberi gambaran gangguan yang berbeda, artinya tidak semua anak penyandang autisme memiliki gangguan yang sama.

Jadi apakah autisme bisa dicegah?

Sampai sekarang belum ada penelitian yang bisa mencegah autisme. Hal ini dikarenakan sebagian besar autisme berasal daripada keturunan genetik yang mana kromosom pembawa sifatnya belum bisa diketahui. Yang bisa ditindaklanjuti untuk saat ini adalah menghimbau bagi para ibu hamil untuk mengurangi konsumsi zat aditif juga menghindari berpergian ke tempat - tempat yang tercemar limbah pembuangan (logam berat). Hal ini bisa mencegah adanya faktor penimbunan zat zat berbahaya di tubuh ibu hamil yang akan berdampak bagi janin. 

Dengan demikian, penting kiranya kita menjaga sesama kita agar keturunan kita kelak tidak perlu menjadi penyandang autisme atau keterbelakangan mental lainnya. Sebuah tindakan kecil dari kita, akan sangat besar manfaatnya bila ditujukan pada orang yang tepat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun