Mohon tunggu...
Triaji Prio Pratomo
Triaji Prio Pratomo Mohon Tunggu... -

Learner of life

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menilik Kepemimpinan Indonesia di Keriuhan Persimpangan

8 Desember 2015   13:20 Diperbarui: 8 Desember 2015   15:35 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JALAN TENGAH

Apa yang harus kita mulai lakukan agar Indonesia tak terus terjerembab? Intervensi wacana di tataran layar wayang (puncak gunung es) hanya akan menambah riuh rendah situasi yang memang diciptakan dan dikondisikan demikian oleh pihak yang berkepentingan agar bumi republik ini selalu gonjang ganjing. Adu debat kusir di ranah publik hanya akan menambah kerasnya fundamentalisme dan fanatisme yang berujung pada penistaan (harrasment) dan penindasan (bullying) individu.

Intervensi di tataran pola perilaku dan struktur sistem politik pun rasanya tidak akan menyelesaikan masalah, wacana penghapusan legislatif dari trias politica sebagai pilar demokrasi yang kini jadi populer karena kemandulan MKD pun hanya akan membawa negeri ini ke demokrasi terpimpin alias diktatorisme, karena tidak ada mekanisme check-and-balance. Tak perlu lah jauh jauh menjadikan negeri ini seperti Tiongkok yang berpartai satu lalu dianggap berhasil, Vietnam yang berpartai satu pun tak lebih baik dari Indonesia dalam ukuran sosial politik dan ekonominya.

Bila pun jalan intervensi di struktur politik ini hendak ditempuh, maka intervensi ini perlu dimulai dari akar rumput (grass root) seperti jamannya Reformasi 1998, wacana di tataran tingkat tinggi hanya akan menghasilkan basa-basi (downloading). Kemurnian niat mahasiswa menggulingkan kediktatoran Soeharto berbuah walaupun dengan harga yang sangat mahal.

Pertanyaannya adalah, apakah kita harus menempuh jalur semi-revolusi seperti Reformasi tahun 1998 yang menyisakan luka teramat dalam bagi Ibu Pertiwi? Apakah ia merupakan harga mati dan satu-satunya cara, seolah tidak ada cara lain lagi yang dapat ditempuh?

Jalan tengah lain yang menyasar unsur akar rumput adalah pembangunan budi pekerti dan karakter bangsa melalui pendidikan dasar. Ya, pendidikan dasar, walaupun bukan jalan pintas, dan mungkin tak akan dapat dinikmati oleh generasi saat ini, namun inilah yang membuat Jepang seperti sekarang, yang membuat India seperti sekarang, yang membuat Tiongkok seperti sekarang, kepedulian negara untuk mengalokasikan dan mengawasi 20% APBN membangun infrastruktur dan suprastruktur pendidikan menjadi sangat krusial dalam momen saat ini.

Membuat rakyat menjadi pintar dan bermoral akan menggiring wakil rakyatnya mau tak mau harus lebih cerdas dan juga bermoral, karena ekosistem check-and-balance di tataran masyarakat madani telah mengakar. Contohnya Jepang, dengan masyarakat madani yang intelek, pemimpin yang melakukan kesalahan prosedural, apalagi moral tak memiliki amunisi membodohi rakyat, sebaliknya ia akan malu sendiri karena apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan standar intelektual, karakter, dan moral yang dituntut atas dirinya sebagai perwakilan dari konstituennya.

Sekarang kembali ke konteks mengganti arah tunjukan jari kita dari menunjuk ke luar, menjadi menunjuk ke dalam. Apa kontribusi yag dapat saya berikan dengan segala kemampuan dan kuasa yang saya miliki demi Ibu Pertiwi dalam proses pembentukan moral dan karakter bangsa?

JALAN BERSAMA

Tentu sebatang lidi yang sendirian tak akan mampu menyapu jalan penuh onak duri, yang diperlukan adalah sekumpulan lidi lurus yang berniat luhur untuk memperbaiki negeri. Dua kepala lebih baik dari satu kepala, kuncinya hanya satu, sebanyak apa pun kepalanya, hatinya harus satu. Niatan kolektif (Collective Intention) akan membawa pada tindakan kolektif (collective action) yang berujung pada perolehan kolektif (collective result).

Bagaimana caranya membentuk niatan kolektif? hanya satu saja jawabannya dialog. Apa itu dialog? dialog adalah proses komunikasi interpersonal/ organisasional/ nasional/ lateral dengan mengesampingkan ego sektoral, apa saja ego sektoral itu? yaitu judgment, cynicism, dan fear.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun