Mohon tunggu...
31_SALMA MEILANI_ XI MIPA 2
31_SALMA MEILANI_ XI MIPA 2 Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Halo.... Salam dari perempuan Taurus yang suka semesta :)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bulannya Taurus yang Bermakna

22 September 2022   18:53 Diperbarui: 22 September 2022   18:55 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Malu untuk apa? Dewasa juga gak menjamin kualitas hidup yang baik. Gak usah jadi sempurna, naik angka 1, gak usah buru-buru ngejar semuanya. Gak ada yang instan buat puncak bahagia. Takut dewasa itu wajar. Tapi terburu-buru buat melangkah juga gak selamanya benar. Dewasa hanya takut dengan almanak yang terus berjalan. " 

           Percakapan dengan Bapak, merasuki relung dada yang amat dalam. Hingga suara Ibu yang menggema, menyuruhku untuk membantunya di dapur. Sambil membantu Ibu di dapur, aku tetap menjadi pendiam dengan segala kegundahan yang bersarang menjadi satu. Kalimat Bapak, akan tetap berputar jika saja saat itu, Ibu tidak menegurku untuk kembali melanjutkan pekerjaan, mengupas kulit kentang. Ditengah rasa gundah saat itu, ketika rasa ingin cepat-cepat untuk menginjak angka yang baru, kian menjadi pupus ketika perkataan Bapak yang selalu kuingat. Bahwa dewasa juga tidak menjamin kualitas hidup yang baik. 

          Ibu kembali melanjutkan pekerjaan memasaknya di dapur. Aku tetap menjadi penonton yang selalu dilarang Ibu untuk ikut terjun membantunya dekat dengan kompor. Kata Ibu, kalo dapur ini tidak mau hancur, salah satu syaratnya yah..., aku harus duduk diam di samping atau di belakang Ibu. Melihat Ibu yang lihai memasak, seketika membuatku tersenyum. Aku tidak pandai seperti Kakak yang selalu Ibu andalkan untuk membantunya. Meski begitu, keduannya akan sama-sama menjadi hal yang paling kunantikan untuk selalu ada. Karena kesal melihatku yang hanya diam saja, Ibu lekas bergegas menyuruhku untuk kembali melakukan apapun yang sempat tadi aku tinggal. 

   

          Seraya menunggu pukul 12 malam yang sakral, ketika angin malam masih saja terasa menusuk kulit dengan tajam, Bapak menghampiriku yang sedari tadi melamun menatap buku harianku tanpa menulis atau membaca apapun. Andai boleh mengadu, apa semesta mau dengar segala ketakutan manusia? Apa dunia mengizinkan manusianya untuk mengeluh sekejap saja? Yang terpenting, apa semesta peduli? 

"Belum tidur? Padahal Ibu sudah suruh kamu tidur. Besok kesiangan shalat Ied, kamu bakal ditinggal loh."Bapak duduk di sampingku. 

"Mau lihat Jerome di ucapin ulangtahun sama fansnya dulu, Pak. Biar vibesnya kerasa sampai kesini."

 "Hadeuhh anak zaman sekarang. Selain liatin idola, Bapak tahu kamu lagi takut, kan?" Aku tidak menggubris perkataan Bapak dan malah menunduk menjauhi tatapan matanya.

"Bapak bukan bermaksud menakuti kamu, cuman kalo anak Bapak sudah berusaha diluar batas kerjanya, sampai-sampai dia ngorbanin rasa sukanya, Bapak gak akan biarin itu terjadi sama anak Bapak." Aku menoleh. Kata yang keluar dari mulut Bapak, bagai magnet yang menemukan kutub pasangannya. Menarik semua hal yang selama ini kucari bagiannya yang hilang entah di mana. 

"Pak, aku sudah dewasa. Aku sudah kelas 11 SMA yang sebentar lagi bukan jadi siswa. Bapak gak keberatan untuk menerima anaknya yang satu ini? Yang bahkan jauh berbeda dari anak-anak Bapak yang lain? Aku iri sama Kakak dan Adik, Pak. Kakak jauh lebih bisa membanggakan Bapak tanpa harus buat Bapak emosi dulu. Adik yang selalu Bapak gemakan hobby dalam bermain bolanya. Aku? Apa bagusnya aku dimata Bapak?". Dengan tatapan mata yang sendu, Bapak membalas segala keraguan yang nyatanya hanya sebuah bangkai tanpa alasan. 

"Bapak gak pernah membandingkan anak-anak Bapak. Bagi Bapak, semuanya sama. Kalian istimewa. Sempurna. Dan setiap jiwa yang lahir, akan memiliki segudang prestasi yang berbeda. Bapak gak pernah menyesal kalian ada, justru Bapak banyak belajar dari kamu. Bahwa semua anak juga butuh didengar, diperhatikan selayaknya teman, kamu anak Bapak yang sampai kapanpun akan selalu istimewa dengan segala yang kamu punya. " Lagi dan lagi. Bapak selalu menjadi kompas akan arahku yang buta. Bapak, adalah arah yang selalu kuikuti kemana perginya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun