Seolah-olah pandangan masyarakat tukang bubur menjadi profesi yang hina, padahal bubur itu makanan khas indonesia, bubur itu banyak gizi. menjadi penjual bubur lebih produktif ketimbang polisi yang cuma duduk-duduk aja, tiap bulan terima gaji dari negara. belum lagi jika dibanding polisi nakal yang terlibat narkoba, suka pungli masyarakat dan yang lainnya.
Dan saya juga tidak bermaksud mengatakan Polisi leubih jelek dari tukang bubur atau sebaliknya, karena setiap profesi ada niali tambah dan kekurangan masing-masing. begitu juga dengan wartawan. asal usahanya benar dan halal apanya yang salah?
Namun jika kita kalkulasikan secara bisnis, tentu menjadi tukang  bubur lebih baik dari polisi, namun jika bicara dari segi menjaga kemanan masyarakat tentu polisi lebih baik. tergantung pilihan..
Nah, yang jadi masalah, ditengah pemerintah mengenjot masyarakatnya untuk tidak berlomba-lomba menjadi PNS atau bermental pns tapi lebih kepada mental penguasa (enterpreneur), apalagi ini menjelang Perdagangan bebas ASEAN tahun 2015. eh malah dibuat down oleh media terhadap orang-orang yang mencoba membuka peluang usaha lewat enterprenuer.
Namun, satu sisi ini ada untungnya juga..berita norman kamaru. Bahwa kita menjadi instrospeksi diri bahwa kadang kita diatas dan kadang kita dibawah. ketika diatas untuk tidak terlalu besar kepala dan membuat kita ria dan sombong. Waktu lagi dibawah juga tidak perlu banyak berkeluh kesah.
Namun, apapun pelajaran yang kita ambil, pemberitaan seperti itu tentu salah dan menyesatkan. seharusnya membuat mental orang menjadi pejuang, eh malah dibuat pecundang.
bagaimana menurut anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H