Sejak indonesia memberlakukan kebijakan yang lebih luas tentang kebebasab Pers, bukannya tambah baik. Membuat media-media dan wartawan wartawan yang tidak berkualitas menghiasi dunia pers (media). satu sisi kebebasan pers adalah baik untuk mencerdaskan bangsa dan pengontrol sosial sebagaimana tujuan utamanya.
Namun, disisi lain.. seiring waktu berjalan kebebasan pers ini seolah olah menjadi 'media pelacur' dan wartawan wartawan sakit kepala yang melacurkan diri mereka. seperti apa wartawan sakit kepala yang menjadi pelacur media?
sebetulnya mereka ini bukan wartawan dan tak layak disebut wartawan, karena wartawan atau jurnalis bekerja profesional dan beritanya untuk mencerdaskan bangsa dan pengontrol sosial. Tapi, jika ada wartawan yang meneror neror suatu pihak dengan ancaman dimuat berita negatif kalau tdk dikasih duit, dan ada juga beritanya  tidak bermutu, apakah itu bukan pelacur media?
Sebetulnya tulisan ini wujud expresi kekecewaan dan kekesalan saya pada media-media yang tidak bermutu itu, karena media itu seharusnya harus mampu menjaga privasi orang dan tidak mengumbar aib-aib orang. ga usah jauh-jauhlah, kalau anda sendiri dibully dijejaring sosial (bukan mainstream media) bagaimana? apalagi jika itu media mainstream yang melakukannya.
Yang parahnya, itu bukan hanya berefek kepada orang yang kena 'bully', tapi juga mempengaruhi masyarakat dalam pembentukan pila pikir dan karakter, sehingga yang terpikir adalah pikiran-pikiran negatif.
Terkait dengan itu, saya ingin memberi contoh seperti norman kamaru, dulu terkenal karena ke-lebay-an media yang terlalu berlebih-lebihan dalam pemeritaannya, sekarang saat norman kamaru tidak sejaya dulu, mereka juga sangat lebay dalam menulis beritanya.
Lihat lagi kasus marshanda, sampai-sampai ada salah satu media memuat iklan digoogle untuk membaca topik khusus tentang marshanda yang berkaitan tentang 'aib-aib' marshanda. apa itu tdk memeperparah kondisi psikologi orang? apakah itu bukan pelacur media namanya? mencari keuntungan bisnis dengan 'membuka aib orang?" atau dengan membuly orang lain?
terkait dengan Norman kamaru, sebetulnya tidak ada masalah jika mereka (media) menampilkan sekedar saja,maklum dulunya dia pernah terkenal dan jadi publik figur. tapi coba anda baca berita di gambar yang saya capture ini, apakah mencerdaskan? sehingga mereka membuat judul "kasian?" seolah-olah tukang bubur itu pekerjaan yang hina? apalagi jika dibanding2kan dengan polisi?
[caption id="attachment_323159" align="alignnone" width="479" caption="Wartawan yang tulis ini sepertinya anak yang baru bekerja atau baru lulus"][/caption]
Ini baru salah satu media, anda boleh cek dimedia media lain pasti akan jadi tren dalam minggu ini.
Apa efek negatif dari berita tersebut?;
Seolah-olah pandangan masyarakat tukang bubur menjadi profesi yang hina, padahal bubur itu makanan khas indonesia, bubur itu banyak gizi. menjadi penjual bubur lebih produktif ketimbang polisi yang cuma duduk-duduk aja, tiap bulan terima gaji dari negara. belum lagi jika dibanding polisi nakal yang terlibat narkoba, suka pungli masyarakat dan yang lainnya.
Dan saya juga tidak bermaksud mengatakan Polisi leubih jelek dari tukang bubur atau sebaliknya, karena setiap profesi ada niali tambah dan kekurangan masing-masing. begitu juga dengan wartawan. asal usahanya benar dan halal apanya yang salah?
Namun jika kita kalkulasikan secara bisnis, tentu menjadi tukang  bubur lebih baik dari polisi, namun jika bicara dari segi menjaga kemanan masyarakat tentu polisi lebih baik. tergantung pilihan..
Nah, yang jadi masalah, ditengah pemerintah mengenjot masyarakatnya untuk tidak berlomba-lomba menjadi PNS atau bermental pns tapi lebih kepada mental penguasa (enterpreneur), apalagi ini menjelang Perdagangan bebas ASEAN tahun 2015. eh malah dibuat down oleh media terhadap orang-orang yang mencoba membuka peluang usaha lewat enterprenuer.
Namun, satu sisi ini ada untungnya juga..berita norman kamaru. Bahwa kita menjadi instrospeksi diri bahwa kadang kita diatas dan kadang kita dibawah. ketika diatas untuk tidak terlalu besar kepala dan membuat kita ria dan sombong. Waktu lagi dibawah juga tidak perlu banyak berkeluh kesah.
Namun, apapun pelajaran yang kita ambil, pemberitaan seperti itu tentu salah dan menyesatkan. seharusnya membuat mental orang menjadi pejuang, eh malah dibuat pecundang.
bagaimana menurut anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H