Mohon tunggu...
Pudji Prasetiono
Pudji Prasetiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perjalanan serta penjelajahan ruang dan waktu guna mencari ridho Illahi

Budaya, culture sosial dan ciri keberagaman adalah nilai. Alam terbentang dan terhampar elok sebagai anugerah Illahi. Buka mata dengan mata-mata hati. Menulis dengan intuisi.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Berjuang dan Yakin, Kita Masih Memiliki "Smash 100 Watt"

24 Agustus 2018   22:42 Diperbarui: 24 Agustus 2018   23:21 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi Jonatan Christie setelah mengalahkan Shi Yuqi di nomer perorangan tunggal putra Asian Games 2018, Istora Senayan, Jakarta (INASGOC)

Cabang Bulu Tangkis dipertandingkan pertama kali di Asian games ke-4 tahun 1962 yang bertepatan denagn Indonesia selaku tuan rumah. Di cabang ini Indonesia hampir menyapu bersih medali emasuntuk semua nomer yang dipertandingkan.

Sementara di pentas Olympiade, pada tahun 1992 di Barcelona, Spanyol, Indonesia berhasil meraih dua medali emas hasil "perkawinan silang" Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma, sebagai medali emas pertama cabang Bulu tangkis. Semenjak ini lah Indonesia senantiasa menorehkan tradisi emas nya di pentas olah raga paling bergengsi Olympiade, hingga Olympiade kemarin tahun 2016, Rio de Janerio, Brasil.

Indonesia, Malaysia, bahkan Thailand merupakan negara-negara dengan peta kekuatan Bulu Tangkis dunia di era 60an hingga 80an, terlebih Indonesia dan Malaysia yang kesemua nya merupakan negara-negara Asia Tenggara. Kita patut berbangga di era tersebut bisa menjadi yang terdepan. Baru diera 80an negara China mulai masuk sebagai peta kekuatan baru.

Masuk era 90an peta kekuatan belum banyak bergeser, dari keempat negara tersebut kita masih  menjadi yang terdepan di tambah dengan mulai masuk nya Korea Selatan dan Denmark sebagai negara eropa yang mulai ikut ambil bagian dalam peta kekuatan Bulu Tangkis dunia dan meredupkan nama Thailand.

Kejayaan Indonesia dipentas Bulu Tangkis dunia terus melaju dan senantiasa menunjukkan kelas nya. Diera ini kita juga memiliki banyak bintang-bintang Pebulu Tangkis papan dunia yang disegani. Puncak pencapaian Bulu Tangkis Indonesia mengalami masa-masa keemasaan di era Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma.

Selain Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma di era ini kita banyak memiliki bintang-bintang kaliber dunia, seperti Ardi Bernadus Wiranata, Harianto Arbi, Joko Suprianto dan Hermawan Susanto. Untuk Harianto Arbi, saat itu memiliki pukulan jumping smash yang luar biasa mematikan, karena saking gahar nya dia mendapat julukan smash 100 watt.

Diera ini, jangankan Malaysia dan Korea Selatan, "Tembok China" sekalipun tidak bakal sanggup meruntuhkan dominasi Indonesia selaku penguasa cabang olah raga Tepok Bulu ini.

Sekalipun sudah lama berselang memory ini masih lekat menepel dan masih sanggup untuk memflas back ulang kenangan-kenangan manis tersebut.

Berjuang dan Berkorban

Anthony Ginting yang sedang kesakitan saat pertandingan beregu final, Asian Games 2018 di Istora Senayan (Lip. 6.com)
Anthony Ginting yang sedang kesakitan saat pertandingan beregu final, Asian Games 2018 di Istora Senayan (Lip. 6.com)

Saya belum pernah melihat perjuanganj pantang menyerah tanpa kenal ampun hingga tidak memperdulikan keadaan diri nya. Lelah dan sakit tidak terhiraukan, hingga kaki terpaku tidak bisa digerakkan sebagai penghenti langkah perjuangan.

Begitu dramatis nya perjuangan para putera bangsa atlet Bulu Tangkis kita dalam laga final beregu putra versus China, Asian Games 2018. Tidak hanya sebatas apresiasi yang bisa saya berikan, karena Anda semua telah memberikan perjuangan yang terbaik.

Tidak hanya sebatas perjuangan, namun juga memberikan contoh pada kita semua untuk tidak mudah menyerah hingga titik darah penghabisan. Jangan pernah kalah sebelum melakukan yang terbaik dalam bertanding, itu yang bisa kita petik dari perjuangan mati-matian Anthony Ginting.

Bulu Tangkis Cabang Milik Kita

Selebrasi Jonatan Christie setelah mengalahkan Shi Yuqi di nomer perorangan tunggal putra Asian Games 2018, Istora Senayan, Jakarta (INASGOC)
Selebrasi Jonatan Christie setelah mengalahkan Shi Yuqi di nomer perorangan tunggal putra Asian Games 2018, Istora Senayan, Jakarta (INASGOC)

Dipentas Bulu Tangkis, negara China semakin kuat, bahkan nyaris tanpa tanding. Secara umum China senantiasa leading dan unggul selepas era Taufik Hidayat dari sektor putra. Sementara di sektor putri kita sempat memiliki Mia Audina yang bisa bersaing dan mengungguli China. Setelah itu Bulu tangkis dari sektor putri kita semakin tertinggal.

Mia Audina yang seharus nya menjadi pelapis dan penerus Susi Susanti di era kejayaan nya harus buru-buru hijrah ke Belanda dan membela negeri tersebut. Disaat itulah kita kehilangan moment kejayaan Bulu Tangkis yang senantiasa kita genggam sejauh ini. Bahkan hingga saat ini saya merasa sektor putri kita belum bisa menemukan sisi kejayaan nya kembali selaku master penguasa Bulu Tangkis Dunia.

Sektor putra pun lambat laun ikut menyusul meredup sepeninggalan Taufik Hidayat. Setelah era ini kita jauh mengalami kemerosotan ditambah hadir nya negara-negara baru sebagai peta kekuatan Bulu Tangkis dunia, seperti kembali nya Thailand dan mulai masuk nya Jepang. Bahkan sekarang Hongkong dan China Taipe sudah mulai unjuk gigi pula. Sehingga peta kekuatan Bulu Tangkis dunia sudah tidak didominasi oleh negara Indonesia, China, Malaysia juga Korea Selatan semata.

Inilah perubahan dan dinamika zaman yang sudah tidak bisa kita pungkiri. Peta kekuatan Bulu Tangkis dunia sudah bergeser dan berubah. Jika tidak membenahi segala bentuk kekurangan yang menjadi titik lemah tentu kita sulit untuk kembali di era keemasan kita dulu.

Cabang Bulu Tangkis sudah bukan milik kita semata, kita sudah lama tidak mendominasi, sekalipun kita masih punya bibit unggul sebagai bintang yang bisa dibanggakan. Tapi porsi yang kita miliki sudah tergolong kecil, padahal cabang ini dulu milik kita. Kini sudah banyak kandidat dari negara-negara lain yang siap mengincar dan senantiasa bisa mengambil "kue" ini.

Jika bukan dari cabang Bulu Tangkis, lantas dari cabang apalagi yang bisa kita banggakan?. Kita memang memiliki tradisi emas mulai dari olympiade Barcelona yang dipersembahkan Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma hingga olympiade Rio, namun kuantity nya sudah semakin kecil.

Cabang Angkat Besi memang sudah mulai memperlihatkan hasil dari perjuangan panjang sebelum sebelum nya, yang hanya mentok di medali perunggu dan perak, namun kita butuh cabang-cabang lain sebagai pelapis Bulu Tangkis. Kita membutuhkan cabang-cabang baru sebagai lumbung emas baru yang tidak melulu bergantung pada Bulu Tangkis yang sudah mulai pudar tanpa melupakan cabang Bulu Tangkis selaku cabang andalan utam Indonesia.

Indonesia merindukan Bulu Tangkis di era 90an. Era dimana kesemua atlet adalah bintang penguasa papan dunia. Diera itu tidak hanya sebatas memunculkan satu dua atlet dengan prestasi yang mendominasi, melainkan kesemua nya adalah bintang, atlet kaliber papan dunia yang menguasai kejuaraan secara bergantian, silih berganti sambung menyambung layak nya pulau Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Begitu berjaya nya Bulu Tangkis kita di era itu, bahkan persaingan pada waktu itu bukan antar negara, namun sesama atlet dari negara sendiri karena saking berprestasi nya satu sama lain. Bahkan sempat terdengar kabar cabang Tepok Bulu ini akan dihapus dan tidak dipertandingkan dalam olympiade karena pemenang dan pesaing-pesaing nya hanya didominasi oleh negara kita dan sebagian dari China.

Begitu bangga nya kita selaku bangsa Indonesia bisa memiliki kekuatan yang sangat mendominasi sekalipun hanya dari satu cabang.

Berjuang dan Yakin Menang

Liliana Natsir dan Tontowi Ahmad saat bertanding di babak penyisihan perseorangan ganda campuran dg Korea Selatan, Asian Games 2018 (Lip. 6.com)
Liliana Natsir dan Tontowi Ahmad saat bertanding di babak penyisihan perseorangan ganda campuran dg Korea Selatan, Asian Games 2018 (Lip. 6.com)
Sapu bersih medali emas cabang Bulu Tangkis sebenar nya sesuatu yang rasional dari sektor putra, terlebih penyelenggaraan ini kita sebagai tuan rumah. Memang Tuhan berkehendak lain, kita hanya finish diposisi runner up dan meraih medali perak disektor beregu putra, kita masih diberi ujian dan diberi kesempatan untuk berjuang lebih dalam lagi.

Bersyukur dan terus berjuang untuk pertandingan berikut nya disektor perorangan baik putra dan putri. Saat nya perjuangan berlanjut. Karena kita butuh prestasi yang bisa lebih mengharumkan nama bangsa dan meningkatkan nilai lebih Indonesia dimata dunia.

Kita semua berdoa dan yakin bisa mempersembahkan yang terbaik di cabang legendaris, Bulu Tangkis sebagai lumbung emas, karena cabang ini milik kita dan harus kita rebut kembali. Jangan pernah menyerah, jangan sia-siakan perjuangan yang sudah kita lakukan sejauh ini.

 

Indonesia Bisa!, Indonesia Juara!

Asian games 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun