Mohon tunggu...
2Aji Setiawan
2Aji Setiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Simpedes BRI a/n Aji Setiawan ST KCP Bukateja no cc: 372001029009535
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

www.ajisetiawan1.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekosistem Industri Halal Indonesia

3 November 2019   12:58 Diperbarui: 3 November 2019   13:13 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Oleh : Aji Setiawan

Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, yang juga tercatat 91,2 juta jiwa  Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan ekonomi syariah sebagai arus perekonomian baru yang berpotensi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi global. Potensi ekonomi syariah, atau sering pula disebut ekonomi halal, dapat dilihat dari semakin meningkatnya pertumbuhan populasi muslim dunia yang diperkirakan akan mencapai 27,5% dari total populasi dunia pada 2030 dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara muslim, serta munculnya pasar halal potensial seperti China dan India.

Ekonomi syariah juga sangat berpotensi untuk berkontribusi menekan defisit transaksi berjalan. Pemerintah perlu terus berupaya mendorong perbaikan defisit neraca transaksi berjalan, antara lain melalui peningkatan ekspor barang dan jasa. Di antara komoditas yang permintaannya tinggi, salah satunya adalah produk dan jasa halal yang menurut data Halal Industry Development Corporation tahun 2016, dikabarkan mencapai USD 2,3 triliun. Produk dan jasa halal ini mencakup beberapa sektor, di antaranya makanan, bahan dan zat adiktif, kosmetik, makanan hewan, obat-obatan dan vaksin, keuangan syariah, farmasi, dan logistik.

Peran ekspor produk halal Indonesia mencapai 21% dari total ekspor secara keseluruhan. Meski angka tersebut belum maksimal, namun perkembangan ekspor produk halal Indonesia mengalami peningkatan sebesar 19% sejak 2016.

Selanjutnya, di masa mendatang, peran ekspor produk halal ini harus dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan pemanfaatan permintaan dari negara tujuan ekspor produk halal, serta potensi ekspor ke negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) seperti Mesir dan Uni Emirat Arab. Terkait arus perekonomian syariah, Indonesia berpeluang menjadi pasar produk halal terbesar di dunia sekaligus menjadi produsen produk halal. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di posisi strategis bagi halal superhighway link dalam global halal supply chain.

Strategi-strategi di sektor perdagangan dan upaya untuk diversifikasi produk perlu untuk difokuskan pada beberapa pasar tujuan potensial produk halal. Selain itu, peningkatan kuantitas dan kualitas produk yang didapatkan perlu juga untuk diperhatikan agar mampu meningkatkan ekspor produksi barang dan jasa halal Indonesia.

Potensi segmen lain industri halal yang dapat dikembangkan oleh Indonesia antara lain adalah di segmen pariwisata halal. Pariwisata halal saat ini tengah populer dan menjadi fenomena di kalangan pelaku industri pariwisata global. Pelancong muslim memiliki pengeluaran terbesar dunia pada sektor pariwisata, yang besarnya mencapai USD 120 miliar pada 2015, tahun itu tercatat pertumbuhan wisatawan muslim meningkat hingga 6,3%. Pengeluaran wisata muslim global ini cenderung terus meningkat, mencapai USD 169 miliar pada 2016, dan diperkirakan akan mencapai USD 283 miliar pada 2022. Tentu hal ini akan berdampak secara luas (Multilplier effect) pada sektor-sektor strategis lainnya termasuk industri makanan dan minuman di tanah air.

Data pariwisata halal global saat ini menunjukkan Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan turis muslim terbesar, berpengeluaran mencapai USD 9,7 miliar atau setara dengan Rp141 triliun, dengan total turis domestik sebesar 200 juta orang. Indonesia berpotensi besar untuk terus berkontribusi meningkatkan pendapatan negara melalui moslem-friendly tourism. Saat ini, Indonesia telah masuk dalam kategori Top 5 Destinasi Pariwisata Halal Dunia, dengan penerimaan devisa negara mencapai USD 13 miliar, yang berkontribusi terhadap PDB sebesar USD 57,9 miliar. Pada 2020, sektor pariwisata diproyeksikan menjadi kontributor terbesar bagi penerimaan devisa negara. Peningkatan ini merupakan hasil positif dari akselerasi halal tourism di beberapa destinasi wisata Indonesia, seperti Lombok, Padang, Aceh, Bangka Belitung, Jakarta, hingga Maluku.

Catatan penting selanjutnya, bahwa faktor kunci pendukung wisata halal di Indonesia, di antaranya adalah dukungan kebijakan dan regulasi, pemasaran dan promosi, serta pengembangan destinasi melalui atraksi aksesibilitas dan amenitas. Selain itu, peningkatan kapasitas pariwisata yang mencakup sumber daya manusia dan industri juga menjadi unsur yang sangat penting. Dalam hal ini mencermati perekonomian beberapa negara sahabat seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Turki yang telah mengungguli beberapa sektor industri halal global seperti makanan, pariwisata, kosmetik, busana muslim dan farmasi, Indonesia sesungguhnya dapat memetik best practices terkait keuangan dan ekonomi syariah.

Peluang bisnis industri makanan halal kini juga cukup menjanjikan di negara-negara minoritas Muslim seperti Jepang, Korea Selatan, Cina, Australia, Perancis, Amerika Serikat,Eropa, dan lainnya. Kenapa ini terjadi? Tampaknya pasar atau konsumen halal tak melulu warga asing Muslim, tapi pertumbuhan penduduk Muslim di negara tersebut turut memicu kebutuhan akan kosumsi halal.

Sebagai gambaran, populasi Muslim dunia diperkirakan mencapai 2,2 milyar jiwa pada tahun 2030 atau 23 persen populasi dunia. Dari jumlah itu terbanyak berada di Asia Pasifik, lalu Timur Tengah, Afrika Sub Sahara, Eropa hingga Amerika Utara dan Latin. Populasi diperkirakan akan bertambah menjadi 29 persen populasi dunia hingga 2050.

Penelitian Pew Research Centre mengungkapkan lebih dari 20 persen populasi Muslim di dunia tinggal di negara-negara minoritas Muslim, terutama di negara-negara Barat. Pergolakan politik dan bentrokan etnis di beberapa negara Muslim juga mengakibatkan migrasi orang-orang Islam ke negara-negara Barat, sehingga menambah populasi di negara minoritas Muslim. Populasi Muslim di Amerika Serikat misalnya, diperkirakan meningkat dua kali lipat dalam 20 tahun ke depan, dari 2,6 juta jiwa menjadi 6,2 juta jiwa pada 2030. Di Eropa, populasi Muslim diperkirakan akan tumbuh sebesar 33 persen selama 20 tahun ke depan, meningkat dari 44 Juta menjadi 58 juta jiwa pada 2030. Sedangkan Muslim Australia akan meningkat dari 2,2 persen menjadi 4,9 persen pada 2050 yang berarti satu juta lebih Muslim di Australia pada 2050, di salah satu kawasan Asia Pasifik ini.

Asia Pasifik sebagai kawasan terbesar populasi Muslim dunia menjadi pasar potensial produk dan makanan halal, tak kecuali di negara-negara minoritas Muslim.Tak heran kalauThailand telah mendeklarasikan sebagai pusat pangan halal.Saat ini Thailand menempatkan diri sebagai buffer zone makanan halal dunia. Jepang sangat aktif mendorong industri ekspor halal seperti obat-obatan, kosmetika, makanan dan minuman ke mancanegara. Korea Selatan sedang membangun destinasi wisata halal (halal tourism). Mereka tahu persis peluang sektor ini, dan menjadikan booming global halal sebagai keuntungan domestik.

Eropa, sebagai kawasan populasi Muslim terbesar keempat dunia juga peluang produk halal yang menjanjikan. Permintaan produk halal di pasar Eropa meningkat rerata 15 persen per tahun. Di Perancis, pasar daging mempunyai permintaan tertinggi di antara makanan halal lainnya.

Ekosistem Halal

Berbagai layanan berbasis syariah dewasa ini makin meluas dan menjadi salah satu tujuan Indonesia dalam mengembangkan bisnis halal. Dalam ekosistem ini, produk halal meliputi pasar yang luas, tidak hanya identik dengan makanan dan minuman (mamin), tapi telah menyentuh hampir semua lahan bisnis yang ada, mulai dari bahan dasar makanan, produk dan pelayanan kesehatan, kosmetik dan kebutuhan pribadi, properti, hotel,travel, media, pendidikan, dan jasa keuangan. Memperkuat ekosistem ini, Indonesia bahkan telah menetapkan 10 sektor yang secara ekonomi dan bisnis berkontribusi besar dalam industri halal, yakni industri makanan, wisata dan perjalanan, pakaian dan fesyen, kosmetik, finansial, farmasi, media dan rekreasional, kebugaran, pendidikan, dan seni budaya.

Optimisme Indonesia membangun ekosistem industri halal dikarenakan banyak sebab. Indonesia dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia membawa keuntungan tersendiri sebagai pangsa pasar halal yang sangat potensial dan menantang. Jumlah penduduk beragama Islam mencapai 209,1 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk Indonesia. Atau 13,1% dari seluruh umat Muslim di dunia. Dari hitungan kasar ini saja, permintaan akan produk dan jasa halal dipastikan akan terus meningkat.

Dengan 'keuntungan demografik' ini Indonesia harusnya menjadi peluang dalam pengembangan Industri halal dunia. Bahkan hanya bermain pada local market saja, sebenarnya cukup bagi Indonesia untuk memenangkan persaingan industri halal dunia. Apakah itu beralasan? Ya, potensi ke arah sana sangat menjanjikan. Market share perbankan syariah sudah di kisaran 5,7 persen, meski masih kalah jauh dari market share perbankan konvensional yang berada di 94,3 persen. Islamic finance di Indonesia memang masih di bawah perbankan konvensional. Tapi pertumbuhan perbankan syariah pada Juli 2018 mencapai 14,6 persen secara tahun ke tahun (year on year/yoy).Sementara itu, pertumbuhan bank-bank konvensional Indonesia pada periode yang sama hanya tumbuh 8,9 persen.

Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap halal (halal awareness) dan tumbuhnya halal life style di kalangan anak muda dan perkotaan menjadi peluang baru pertumbuhan perbankan syariah dan industri halal. Dampak ikutan (nurturant effect) dari kecenderungan ini adalah peluang pengembangan halal ekosistem di Indonesia makin baik dan variatif. Ada halal food, islamic fashion, islamic tourism, islamic education, haji dan umrah, zakat, sedekah hingga wakaf (islamic philanthropy).

Pertumbuhan ekosistem halal ini mendongkrak pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah. Halal food punya potensi Rp2.300 triliun, islamic fashion mempunyai potensi hingga Rp190 triliun.Sementara islamic tourism kisaran Rp135 triliun, potensi haji dan umrah sebesar Rp120 triliun, dan pendidikan memiliki potensi Rp40 triliun. Potensi itu belum mencakup seluruh pendapatan seperti Dana Pihak Ketiga (DPK), pembiayaan, dan transaksi bank lainnya yang berasal dari nasabah muslim.

Perkembangan ekosistem halal tak lepas dari peran pihak perbankan. BNI Syariah, misalnya rutin menyelenggarakan International Islamic Expo. Tahun 2018 lalu, event ini melibatkan tak kurang 140 perusahaan domestik dan internasional dari berbagai bidang penunjang bisnis syariah.58 di antaranya adalah perusahaan luar negeri dari Timur Tengah, ASEAN, Eropa dan Asia Tengah yang bergerak di berbagai bidang. Mulai dari penyedia visa, katering, hotel, transportasi, telekomunikasi, paket wisata, dan akomodasi lainnya. Sementara, 25 perusahaan dalam negeri merupakan penyelenggara haji dan umrah resmi terdaftar di pemerintah yang juga menyediakan paket wisata halal.Tak hanya itu, sebanyak 45 perusahaan lainnya bergerak di sektor kuliner, kosmetik, fashion, maskapai, dan penunjang ekosistem halal lain. Ada Shafira dibidang fashion, Zoya main di kosmetik, Garuda Indonesia, Saudia dan Flynass untuk transportasi.

Ikon industri pariwisata halal (halal tourism industry) kini makin dikenal publik Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, ceruk pariwisata Indonesia dikenal mancanegara. Seiring meningkat dan berkembangnya tren konsumen halal lifestyle, sektor pariwista tak hanya menawarkan rekreasi atau lokasi wisata, namun di dalamnya termasuk kuliner,penyediaan hotel yang ramah muslim (moslem friendly), layanan keuangan syariah, kebutuhan barang gunaan, fasilitas ibadah,hingga sektor riil. Perkembangan sektor ini ditengarai memperkuat pertumbuhan industri halal di Indonesia. Menyadari potensi besar sektor ini, Kementerian Pariwisata menetapkan 10 rekomendasi destinasi wisata halal Indonesia, yakni Lombok, Jakarta, Batam, Aceh, Jawa Barat, Yogyakarta, Sumatera Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.

Animo dan minat masyarakat Muslim menyelenggarakan haji dan umrah atau wisata religi juga memunculkan optimisme bagi perkembangan industri pariwisata halal yang terus bergeliat di tanah air. Perbaikan regulasi, pengawasan, pembiayaan, dan pelayanan yang dilaksanakan Kementerian Agama melalui Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah berimplikasi positif bagi pembenahan industri yang memadukan unsur religi dan wisata ini. Jemaah haji Indonesia sebanyak 231.000 (tahun 2019) adalah jumlah terbesar jemaah haji di dunia. Ada informasi bahwa Arab Saudi akan menambah kembali kuota haji Indonesia sampai 250.000 jemaah.

Belum lagi kalau mereka menawarkan paket wisata religi di tanah air yang destinasinya tak kalah dengan negara lain. Misalnya ziarah Wali Songo yang digemari oleh masyarakat muslim Jawa dan Kalimantan. Kini ziarah seperti ini melibatkan sektor-sektor bisnis yang krusial: travel agent, tiketing, transportasi, edukasi, kuliner, pembimbing ziarah, dan berkecambahnya ekonomi sektor riil di kalangan masyarakat sekitar lokasi ziarah. Masjid-masjid bersejarah dan berarsitektur indah di berbagai kota menjadi incaran para pelancong yang ingin memuaskan dahaga spiritual. Kuburan atau makam wali dan penyebar agama Islam tak pernah sepi dari ziarah setiap hari. Artefak-artefak kebudayaan termasuk didalamnya museum tak luput dari jepretan wisman yang segera diunggah via media sosial.

Berjalan berkelindan dengan itu, market islamic/moslemfashion terus menanjak. Saat ini Indonesia jadi kiblat islamic fashion dunia. Desainer-desainer busana muslim Indonesia memiliki market cukup besar di Asia bahkan dunia, termasuk di Uni Emirat Arab. Di sektor ini, menurut laporan State of the Islamic Economy Report, 2019 menempatkan Indonesia sebagai negara kedua tertinggi setelah UEA (Uni Emirat Arab).

Kementerian Perindustrian menyebutkan tahun 2018-2019 pengembangan industri fashion muslim dilakukan dengan melibatkan sebanyak 656 pelaku IKM fesyen dan 60 desainer. Dengan tujuan mewujudkan Indonesia sebagai kiblat fashion muslim dunia, baru-baru ini dihelat Muslim Fashion Festival Indonesia (MUFFEST) 2019 di Jakarta. Menariknya, MUFFEST 2019 menggaungkan tawaran trend fashion Muslim 2020 yang diarahkan sebagai identitas busana muslim Indonesia.

Satu sektor lagi yang tengah digenjot pemerintah adalah kawasan industri halal. Kementrian bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengembangkan kawasan industri halal untuk memperluas jangkauan produk makanan dan minuman, kosmetik, ekonomi kreatif, dan garmen. Selaras dengan model ini, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi meresmikan Halal Park sebagai embrio dari proyek halal district, di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta.Menurut inisiatornya, Diajeng Lestari,Halal District ini rencananya akan menjadi pusat gaya hidup halal di Indonesia, selain ekosistem bagi para pelaku bisnis yang bergerak di industri halal. Industri yang dilibatkan dalam proyek ini mulai dari mode, makanan dan minuman, pariwisata, perbankan, hingga financial technology (fintech) syariah.

Meski baru, konsep Halal Park sebenarnya banyak dicontohkan beberapa negara mode dunia, misalnya Milan, Italia yang membangun Fashion District. Wisatawan yang datang ke Milan bisa tahu kemana mereka harus pergi bila ingin berbelanja produk fashiondengan kualitas terbaik. Kira-kira nantinya Halal Park akan menjadi pusat untuk menemukan produk-produk halal dan berbasis syariah. Konsep yang realistis karena ekosistem halal sudah mewabah kemana-mana. Market halal Indonesia termasuk salah satu terbesar. Sehingga dari sisi produktivitas,inisiasi halal park ataupun kawasan industri halal lebih memberi jalan lempang bagi hilirisasi berbagai produk halal yang sudah ada segmennya masing-masing. Ekosostem yang dibangun tuntas: dari hulu ke hilir.Stimulus ke pelaku usaha yang bergerak di berbagai sektor halal dilakukan melalui halal supply chain management yang memadai, sisi hilir digarap melibatkan multi-stakeholder halal melalui pembangunan berbagai sarana seperti halal district dan semacamnya.

Kalau kita berhasil memadukan ini, optimis semua kekuatan untuk mengangkat industri halal Indonesia ke tingkat dunia akan terlaksana. Sebagai motor pertumbuhan ekonomi, ladang kreativitas dan produktivitas generasi muda, dan mengangkat industri halal sebagai sumber kesejahteraan umat seperti harapan Presiden Jokowi, di mana ekonomi syariah di Indonesia mempunyai omzet Rp 45000 trilyun, bukan hanya silat lidah atau isapan jempol dan sangat menggiurkan untuk membangkitkan ekonomi nasional.(***) Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan ekonomi, alumni Jurusan Teknik Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia , Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun