Mohon tunggu...
2Aji Setiawan
2Aji Setiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Simpedes BRI a/n Aji Setiawan ST KCP Bukateja no cc: 372001029009535
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

www.ajisetiawan1.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tiga Pilar Sumpah Pemuda

27 Oktober 2019   13:10 Diperbarui: 27 Oktober 2019   13:15 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu/Tanah Indonesia//Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu/Bangsa Indonesia//Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan/Bahasa Indonesia"//

Setiap tanggal 28 Oktober, kita memperingati sebuah hari yang bersejarah terhadap arah bangsa Indonesia, yakni Hari Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda II yang berlangsung dari 27-28 Oktober 1928 di gedung Katholieke Jongelengen Bond, Waterlooplein (Lapangan Banteng), Jakarta Pusat.

Sidang Pemuda dipimpin oleh Soegondo Djojopoespito dan M Yamin sebagai sekretaris yang diikuti oleh utusan; Jong Java, Jong Sumantranen Bond, Jong Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamenten Bond, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi dan utusan lain akhirnya menyatakan sepakat dan mencetuskan sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 di gedung Indonesische Clubgebouw (Jl Kramat Raya No 106 Jakarta Pusat atau sekarang lebih terkenal sebagai Gedung Museum Sumpah Pemuda).

Sumpah Pemuda II itu bertabur bintang pemuda teladan bangsa Hindia Belanda  mulai dari Soekarno, Hatta, M Yamin, AK Gani, Agus Salim, Jusupadidanuhadiningrat, Amir Sjarifudin, Abu Hanifah, Soegondo Djojopoespito, Sunario, WR Soepratman, J. Leimena, Sundari, Suyatin Kartowijono, Maskoen, dll.

Para pemuda dan pemudi itu berikrar ; "Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu/Tanah Indonesia//Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu/Bangsa Indonesia//Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan/Bahasa Indonesia"//

Tiga pilar Sumpah Pemuda itu dirumuskan oleh M Yamin yang malam itu menjadi sekretaris Kongres sekaligus sebagai pembicara tentang,"Persatuan dan Kebangsaan Indonesia,". Termasuk tentang perlunya bahasa persatuan untuk menyatukan seluruh kelompok dan suku bangsa di Indonesia. Para pemuda dahulu yang berusia antara 20-30 tahun, masih terbilang sangat muda, namun semangat juang untuk bersatu, berdaulat dan merasakan derita penjajahan yang tengah menghunjam hampir seluruh daratan Hindia Belanda mulai dari Sabang sampai Merauke menjadi sebuah mimpi bersama (cita-cita) para pemuda untuk bersatu baik dalam satu state sekaligus nation yang di kemudian hari mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia Raya secara nation and state dari belenggu penjajahan dunia.

Jauh sebelum Kongres Pemuda II, Kongres Pemuda I yang digagas oleh Mohammad Tabrani Soerjowitjitro pada tahun 1926 yang diikuti oleh Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Pelajar Minahasa dan Sekar Rukun, dimana tujuan Kongres Pemuda Pertama itu adalah menggugah semangat kerja sama di antara bermacam-macam organisasi pemuda di tanah air kita, supaya dapat diwujudkan dasar pokok lahirnya persatuan Indonesia, di tengah-tengah bangsa di dunia.(Laporan Kongres, Verslag van Het Eerste Indonesisch Jeugdcongress: Monumen Nasional; 1925). Panitia Kongres Pemuda itu terdiri 10 orang antara lain; Bahder Djohan, Sumarto, Jan Toule Soulehuwij, Paul Pinontoan, dan Tabrani. Panitia Kongres menggelar Rapat Inti dari 30 April-2 Mei 1926 dengan Ketua Tabrani; Wakil ketua Sumarto dan Sekretaris Djamaludin (Adinegoro), serta Soewarso sebagai Bendahara. Artinya rumusan sumpah pemuda pertama sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Sumpah Pemuda II.

Para pemuda pada waktu itu mencurahkan pikiran dan tenaga untuk mewujudkan persatuan. Mengesampingkan perbedaan suku, warna kulit, dan agama. Mereka menggelar pertemuan-pertemuan tertutup (bawah tanah) dan terbuka (resmi melalui rapat umum) yang merisaukan penjajah Belanda. Adalah mimpi besar bersama (great imagine) yang bernama Kemerdekaan menjadi dambaan serta cita-cita.

Anak-anak muda itu masih berumur belasan bahkan Sumpah Pemuda II tercatat 870 pemuda pemudi yang hadir umurnya di bawah 18 Tahun. Mereka telah menorehkan tinta emas sejarah perjalanan bangsa ini dan menjadi bagian dari sejarah negeri kita: Sebagai pemimpin bangsa, penyair, musisi, atau orang biasa saja. Ada pula nasibnya berakhir tragis, tewas diujung bedil yang kemerdekaan turut ia perjuangkan. Nama mereka senantiasa disebut dalam setiap peringatan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober.

Dalam konteks sekarang, arti dan peran Sumpah Pemuda masih relevan di saat kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan menuntut peran pemuda untuk ikut menyingsingkan lengan baju membangun bangsa dengan ilmu dan teknologi di hadapan percaturan serta persaingan global.

Dalam konteks di Indonesia sejak sekitar 74 tahun kemerdekaan RI, proses transformasi sosial budaya mengalami tiga masa kemandekan sistem pendidikan politik, sosial dan budaya yang berlarut-larut. Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan buah sejarah dan puncak perjalanan panjang perjuangan bangsa Indonesia.

Setiap peristiwa memiliki keterkaitan dan benang merah yang kuat antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lainnya. Momentum berdirinya berbagai organisasi sosial politik yang dimulai dari tahun 1893 oleh Syaikh Hasyim Asy'ari dengan pesantren Tebuireng. Pergerakan dan perlawanan baik kooperatif terorganisir resmi sejak tahun 1901 dengan berdirinya organisasi keagamaan keturunan Arab yakni Jami'at Kheir Rabithoel Alawijah.

Disusul dengan makin terbukanya sikap Belanda, mulailah bermunculan banyak organisasi pemuda dan agama seperti Syarikat Dagang Islam (SDI) tahun 1905, Budi Oetomo (1908), Muhammadiyah (1918), Hoolf Bestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO, 1926) dan berpuncak dbengan Sumpah Pemuda I (1925) dan Sumpah Pemuda II (27-28 Oktober 1928), Masyumi (1945) muara akhirnya adalah Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan satu tonggak sejarah perjuangan pergerakan nasional yang monumental. Rangkaian sejarah itu menggambarkan ikhtiar kolektif bangsa Indonesia membebaskan diri dari imprealisme dalam rangka membangun jiwa dan raga sebagai satu bangsa, yakni Bangsa Indonesia. 

Adalah Ir. Soekarno memandang bahwa ,"Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri. Oleh karena itu, pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian tersendiri. Salah satu karakteristik bangsa Indonesia sebagai Negara bangsa  adalah kebesaran, keluasan, dan kemajemukannya.

Dimana Negara bangsa Indonesia yang terdiri dari 1.128 suku bangsa dan bahasa,, 17.508 pulau yang membentang dari Sabang-Merauke ini diperlukan sebuah kesatuan yang kokoh di wadahi dalam bangsa persatuan yaitu Bhineka Tunggal Ika. Untuk itu diperlukan satu konsepsi, kemauan dan kemampuan yang kuat dan adekuat (memenuhi syarat/memadai), yang dapat menopang kebesaran, keluasan, dan kemajemukan Indonesia. 

Para pendiri bangsa Indonesia berusaha menjawab tantangan tersebut dengan melahirkan sejumlah konspesi kebangsaan dan kenegaraan , antara lain yang berkaitan dengan dasar Negara, konstitusi Negara, bentuk Negara dan wawasan kebangsaan yang dirasa sesuai dengan karakter keindonesiaan.  

Bangunan kosmotalisme masyarakat beraneka ragam ini (kemajemukan) akan terwujud bila pertama, proses transformasi budaya, masyarakatnya harus sudah memiliki komitmen yang tinggi atas pembersatuan yang hakiki. Langkah kedua, untuk menuju transformasi sosial politik haruslah semakin diberdayakan pendidikan politik dan demokrasi kepada masyarakat.Ketiga harus disadarinya bahwa kemajemukan adalah keharusan sejarah, 4 pilar demokrasi Indonesia mulai dari Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika adalah sesuatu yang final meningkat seluruh komponen Bangsa Indonesia

Upaya pemahaman sejarah oleh warga Negara merupakan bagian dari usaha menempatkan bangsa dalam konteks perubahan zaman yang terus berlangsung, sehingga sumber-sumber sejarah akan dapat dijadikan sebagai pemersatu dan pengikat identitas bangsa di tengah perkembangan hubungan dunia internasional. Setiap warga Negara harus mengetahui gambaran sejarah Negara, sehingga Negara berkewajiban untuk sejauh mungkin memperkenalkan visi kesejarahan dan memberikan gambaran tentang sebuah sejarah nasional yang dapat dipahami dari generasi ke generasi. Melalui penegasan kesejarahan nasional, identitas bangsa akan terus terpelihara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perjalanan bangsa Indonesia tentu tidak bisa tidak lepas dari peran pemuda di dalamnya, sampai-sampai ada kementrian khusus yakni Menteri Pemuda dan Olahraga yang membawahi dan membina organisasi pemuda baik di organisasi agama, politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, olah raga, seni , pariwisata dan lain-lain. Ini menandakan betapa peran pemuda tidak bisa dipandang sebelah mata.

Idealisme pemuda dimulai saat usia menginjak dewasa (masa pubertas) tentu menyisakan sebuah harapan sekaligus masalah di kemudian hari. Di mana tantangan masa muda itu bila dipergunakan dengan kegiatan positip akan melahirkan karya cipta anak bangsa, namun bila sudah tergerus oleh himpitan kapitalisme dan hedonisme maka angka pegangguran meningkat dan kriminalitas remaja merajalela dan hanya menyisakan pemuda sebagai sampah masyarakat.

Kesadaran perubahan (daya kritisme pemuda) bila dikelola dengan baik melalui organisasi pemuda   baik secara alamiah (evolusi) maupun yang bentukan (revolutif) melahirkan kesadaran bersama, bahwa pemuda adalah bagian dari agent of  change arah perjalanan bangsa baik di kota maupun di desa. Peran pemuda sangat signifikan, masih sangat banyak pekerjaan rumah yang harus di selesaikan. Penggarapan potensi desa, misalnya ini bukan mission imposibel di mana pemuda menjadi bagian dari pembangunan desa.

Sebagian besar konsep pemberdayaan desa hanya membicarakan pemanfaatan sumber daya alam desa dapen hubungan pusat dan daerah dalam masalah alokasi keuangan desa, belum menyentuh potensi yang dimiliki para pemuda.

Adalah Ir. Soekarno salah satu founding father Republik Indonesia yang pernah menyatakan untuk merubah negeri ini hanya butuh sepuluh pemuda tangguh. Pernyataan ini bukan tanpa alasan atau sekedar retorika belaka. Dimana peran pemuda dari sejak Sumpah Pemuda sampai kemerdekaan Indonesia, perannya tidak dapat dipandang remeh. Pemuda di manapun berada tidak dapat dipisahkan dari sejarah perubahan. Sebab sejarah dunia terus berubah seiring berubahnya waktu. Generasi muda sekarang akan ditanya oleh generasi muda yang akan datang apa perannya dalam arah pembangunan bangsa ini, jika pemuda generasi sekarang tidak mampu mengukir sejarah yang gemilang deretan prestasi dan peranannya.

Bahkan Reformasi yang digulirkan pada 1998 itu juga peran dari mahasiswa dan pemuda yang berhasil menumbangkan regim Orde Baru. Berbarengan dengan Sumpah Pemuda sebelum Reformasi bergulir, telah mengalir kencang Sumpah Mahasiswa: Kami Mahasiswa Indonesia Bersumpah : Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan//Kami Mahasiswa Indonesia Bersumpah : Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan//Kami Mahasiswa Indonesia Bersumpah :Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan//

Pada kondisi perubahan sosok pemuda ibarat pahlawan, jika tidak mampu melepas label pemuda sebagai agen perubahan maka pemuda akan berulang seperti jaman Orde Baru, hanya sebagai stempel pembangunan, menjadi obyek bukan subjek dari perubahan. Hanya menjadi generasi pengekor bukan pelopor. Yang terpenting dari peran pemuda adalah pergerakan dinamika pemuda dalam arah kebangsaan dan pembangunan mempunyai bargaining position dengan pemerintah dan parpol bahkan organisasi agama.

Pemuda dengan segenap perangkat dan organisasi mampu mengakomodasi aspirasi politik dan peran dalam proses demokratisasi yang lebih berani, kritis dalam mengontrol pemerintah. Keterlibatan secara aktif dan partisipatoris akan berlangsung bila pemuda mampu mengorganisir orang-orang muda untuk semakin kreatif apalagi bila ditunjang juga dengan produk produk hasil karya cipta yang kreatif serta mempunyai keunggulan baik secara kompetitif maupun kualikatif dengan pemuda bangsa lain. Tentu itu mampu membanggakan pemuda dan harapan yang terpikul oleh generasi pendahulu kita. Amin Amin Ya Mujibas Sailin. (***)Aji  Setiawan, penulis tinggal di Purbalingga Jawa Tengah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun