Mohon tunggu...
2Aji Setiawan
2Aji Setiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Simpedes BRI a/n Aji Setiawan ST KCP Bukateja no cc: 372001029009535
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

www.ajisetiawan1.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memperkuat Sistem Presidensial

14 Oktober 2019   20:13 Diperbarui: 14 Oktober 2019   20:18 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memperkuat Sistem Presidensial

Jakarta- Sistem presidensial (presidensiil), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif.

Untuk disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga unsur yaitu Presiden yang dipilih rakyat, Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait. Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau konstitusi.

"Dengan adanya pertemuan antar koalisi parpol dan begabungnya Gerinda, PAN serta Demokrat ke dalam pemerintahan Jokowi, harus disambutr positif. Karena Jokowi-Ma'ruf Amin ingin pemerintahan yang kuat. Dan itu memperkuat sistem presidensil yang dianut oleh parlemen," kata Dr. Mahmuzar, MHum, pakar ilmu tata negara Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau.

Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. 

Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.

Sistem Presidensial yang kuat akan membawa pemerintahan juga kuat dan dampaknya kinerja akan bagus dan semua kembali kepada rakyat. Penguatan itu bisa melalui amandemen.

Peran MPR dalam penegasan dan penguatan sistem Presidensial sangat penting yakni melalui amandemen, disitulah penguatan sistem Presidensial terwujud," katanya.

Penguatan sistem Presidensial akan berdampak kepada sinergitas serta check and balances antara eksekutif dan legislatif. "Sekali lagi jika sistem Presidensial tegas dan kuat maka akan berdampak baik buat sistem ketatanegaraan kita," ujarnya.

Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.

"Akan tetapi sistem presidensil kita itu jangan disalah artikan semua parpol mendukung dan masuk dalam kabinet Jokowi semua. Itu tidak bagus, karena tidak ada chek dan balance (penyeimbang) dalam pemerintahan Jokowi," lanjut Dr. Mahmuzar yang juga adalah lulusan terbaik UII Jogjakarta.

Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat. 

Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif). Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif. Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.

"Karena itulah, Jokowi Ma'ruf butuh lebih banyak dukungan di bangku parlemen, terutama sekali di saat amandemen UUD 1945, karena harus mendapat dukungan yang luas, tanpa itu juga, amandemen UUD 45 tidak akan terlaksana," lanjut Mahmuzar.

Mengenai masuknya menteri-mentri dan sejumlah nama akan masuk dalam Kabinet Jokowi Ma'ruf seperti Agus Susilo Bambang Yudhoyono, Edi Bhaskoro, Arief Pujiono dll terkait pertemuan intensif antara Prabowo-Jokowi, Prabowo-Airlangga Hartanto (Golkar), Jokowi-SBY (Demokrat) dan Jokowi-Zulkifli Hasan (PAN) dalam sepekan terakhir, Mahmuzar menegaskan menteri dalam kabinet pasangan terpilih, Jokowi Ma'ruf Amin merupakan hak prerogatif Presiden yang diatur dalam UUD 1945 pasal 17," kata Mahmuzar.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengisyaratkan akan masuknya sejumlah nama menteri dari kubu Probowo-Sandi ke dalam kabinetnya. Sinyal itu dikatakanPresiden Joko Widodo mengaku tidak akan membedakan latar belakang profesional atau partai politik dalam menyusun kabinet pemerintah 2019-2024. Sebab, banyak juga kader partai politik yang merupakan profesional di bidangnya. "Kabinet diisi oleh orang ahli di bidangnya. Jangan sampai dibeda-bedakan ini dari profesional dan ini dari (partai) politik, jangan seperti itulah, karena banyak juga politisi yang profesional," kata Jokowi.

Kabinet Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mengusung Jokowi Makruf Amin diprediksi akan didominasi oleh kalangan profesional berusia muda. "Jabatan menteri bukan jabatan coba-coba, boleh diisi anak muda, asalkan anak muda juga harus profesional. Orang tua juga jangan diabaikan karena mereka juga tidak gagap teknologi dan kompeten di bidangnya," kata Dr. Mahmudzar.

Selain itu, dalam sistem presidensil sekarang ini, oposisi menurut Dr. Mahmudzar sangat penting dalam pemerintahan." Oposisi dalam demokrasi itu penting, karena perannya untuk mengkontrol pemerintahan," kata Dr Mahmudzar yang juga adalah lulusan program Doktoral Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta.

Jadi bukan masalah jabatan menteri dan bagi-bagi kekuasaan yang menarik saat melihat isu dan perkembangan pasca keputusan MK dan KPU tentang rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo saat ini. Karena jabatan menteri itu adalah adalah hak prerogatif presiden yang terpilih nantinya sesuai dengan pasal 17 UUD 1945.

Ketentuan dalam pengaturan pembentukan, perubahan dan pembubaran kementrian negara diatur dalam UUD karena belajar dari praktik ketatanegaraan yang pernah terjadi pada era sebelumnya, yakni pembubaran depeartemen oleh presiden terpilih.

Akibatnya terjadi ketegangan yang berakibat berat, yakni kesulitan menyalurkan PNS pada departemen itu , serta kesulitan mengatur tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam melanjutkan program pembangunan, yang sebelumnya menjadi tugas departemen yang dibubarkan itu.

Belajar dari kejadian tersebut, di dalam pembukaan UUD 1945 dimasukan ketentuan bahwa pembentukan, perubahan dan pembubaran kementrian oleh presiden diatur dalam UUD. 

Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan hal prerogatif Presiden mempunyai aturan yang baku yang disusun DPR bersama Presiden sehingga tidak sesuai kehendak presiden saja. Karena diatur dalam UU, hal itu berarti kepentingan dan aspirasi rakyat juga diwadahi dan menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketentuan ini juga merupakan perjuangan saling mengawasi dan saling mengimbangi antar lembaga negara yaitu Presiden dan DPR. Bentuk pengaturan lebih lanjut dalam UU yang mengatur kementrian negara adalah ditetapkan dalam UU No 39 tahun 2008 tentang kementrian negara.(***) Ajie

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun