Melalui sistem hukum , hak hak dan kewajiban-kewajiban ditetapkan bagi para warga masyarakat yang menduduki posisi tertentu. Termasuk kalangan pemerintah (eksekutif) dan DPR (legislatif). Sejalan dengan itu, kebebasan yang diberikan kepada golongan lain disertai tanggungjawab. Walaupun demikian, pada hakekatnya hukum merupakan suatu alat dari elite yang berkuasa yang sedikit jumlahnya digunakan untuk mempertahankan atau telah menambah kekuasaan. Dalam negara demokrasi kekuasaan itu diperoleh dari rakyat, jadi mempertahankan amanat rakyat.
Episode Lengsernya Soeharto dan berlanjut dengan Pemerintahan Reformasi secara berturut-turut Habibie, Gus Dur, Mega ternyata membawa dampak luarbiasa dalam perkembangan pers nasional. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia langsung masuk ke dalam barisan tiga negara yang dikategorikan memiliki kebebasan Pers, sesudah Filiphina dan Thailand. Beberapa organisasi pers, semacam AJI malah membentuk South East Asia Press Alliance (SEAPA), yang bertugas mengekspor kebebasan pers ke negara-negara tetangga.
Indikasi pers bebas di Indonesia kini memang tidak ada yang menyangkal. Media Massa, baik cetak maupun elektronik, sekarang nyaris tidak punya hambatan lagi dalam meliput dan menyiarkan berita. Semua tampil berani. Hampir tidak ada lagi tabu-tabu politik yang semasa Orba berkuasa begitu membelenggu ruang gerak pers. Apapun bisa ditulis: Keluarga Cendana, Cikeas, Century, Wisma Atlet, Proyek Hambalang sampai masalah HAM dan SARA. Semua bisa ditulis dan disebarkan. Begitupula dalam organisasi wartawan, semua bebas membentuk organisasi.
Dalam sejarah mencapai Indonesia merdeka, wartawan Indonesia tercatat sebagai patriot bangsa bersama para perintis pergerakan di berbagai pelosok tanah air. Di masa pergerakan, wartawan bahkan menyandang dua peran sekaligus. Wartawan berperan sebagai aktivis pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional.
Selain itu wartawan juga berperan sebagai aktivis politik yang melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan membangun perlawanan rakyat terhadap penjajahan. Kedua peran tersebut mempunyai tujuan tunggal, yaitu mewujudkan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wartawan Indonesia masih melakukan peran ganda sebagai aktivis pers dan aktivis politik. Dalam Indonesia merdeka, kedudukan dan peranan wartawan khususnya, pers pada umumnya, mempunyai arti strategi sendiri dalam upaya untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Setelah mengetahui sejarah awal pers di Indonesia, kita dapat melihat bahwa pers di Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Pers Indonesia turut memberikan kesaksian, mencatat dan sekaligus menjadi pendorong perjuangan bangsa untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Saat ini diharapkan pers Indonesia dapat memberikan kontribusi positif untuk mengembangkan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Reformasi telah bergulir, kebebasan pers saat ini bisa dinikmati oleh siapa saja dan berdampak besar bagi kemajuan hak berdemokrasi dan penegakan HAM. Tapi di balik cerita manis prosesi demokrasi dengan adanya kebebasan pers sendiri masih tersisa wajah buruk pers.
Kasus Udin dapat dismissalkan demi tegaknya hukum. Sehingga peran dan fungsi pers dapat dikuatkan dan masa depan pers nasional dijamin oleh banyak pihak, baik pemerintah, DPR, Kepolisian, dan rakyat. Apalagi kasus Udin sudah diangap kadaluarsa secara hukum pada bulan Agustus tahun 2014. Akan tetapi pendapat ini juga keliru, karena bentuk penafsiran hukum yang dilakukan mestinya hukum progresif. Karenanya Kepolisian Republik Indonesia hendaknya segera mengadopsi paradigma progresif seperti ini ketimbang bertahan pada argumen hukum koservatif, yang menganggap kasus pembunuhan Udin akan kedaluwarsa setelah lewat 18 tahun. Kasus ini merupakan kejahatan pada pers atau pelanggaran HAM berat, sehingga tidak pernah ada kedaluwarsanya.
Karenanya kepolisian hendaknya mendengarkan desakan berbagai elemen masyarakat sipil dan organisasi wartawan untuk mengubah cara pandangnya terhadap kasus Udin. Upaya untuk melanjutkan penyelidikan, harus dilakukan secara serius oleh polisi. Dalam kasus Udin, belum ada terdakwanya, tidak mungkin kedaluwarsa. Suatu kasus pidana bisa dianggap memiliki masa kedaluwarsa apabila ada terdakwanya, tapi kemudian melarikan diri.
Status kasus pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh terdakwa tersebut bisa diberi masa tenggat kedaluwarsa.Kalau sudah ditemukan tersangkanya, sampai kapan pun kasus ini harus diproses oleh penegak hukum, sayang dalam kasus Udin, tersangkanya menurut TPF PWI Jogjakarta adalah penuh rekayasa dari Pengadilan, kasusnya menjadi kabur, karena tersangka utamanya tidak pernah diketemukan dan ditangkap.
Kasus Udin itu peninggalan dari rezim orde baru. Banyak dugaan kalau orang yang terlibat masih memiki pengaruh cukup kuat hingga sekarang. Beberapa anggota PWI dalam curhatnya mengaku kecewa dengan hasil sidang praperadilan kasus Udin. Bukti dan saksi sudah dikumpulkan secara lengkap, tetapi hasil akhirnya menyebutkan bahwa hakim tidal memiliki wewenang menyelesaikan kasus ini.