Mohon tunggu...
28RifqiAlfareza
28RifqiAlfareza Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hari pahlawan tema makna dan sejarahnya

14 November 2024   16:50 Diperbarui: 14 November 2024   16:55 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tahun 2024 ini, tema Hari Pahlawan Nasional adalah Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pedoman Hari Pahlawan 2024 yang diterbitkan oleh Kemensos.

Tema tersebut mencerminkan semangat kebangsaan yang kuat, panggilan untuk bersatu, menjaga identitas nasional, dan memperkuat rasa cinta tanah air.

Tema ini juga memberi pesan mengajak setiap individu untuk menjadi pahlawan di lingkungannya masing-masing, dengan cara berkontribusi secara positif dan aktif dalam kehidupan masyarakat.

Selain itu, tema ini memberikan pesan bahwa siapapun dapat menjadi pahlawan dengan melakukan tindakan yang bermanfaat bagi sesama, menunjukkan kepedulian, dan menjaga kesatuan bangsa.

Hari Pahlawan tidak hanya mengenang para pejuang yang gugur, tetapi juga sebagai panggilan untuk menghidupkan nilai kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi generasi masa kini, menjadi pahlawan dapat diartikan sebagai berjuang untuk kemajuan bangsa di berbagai bidang, baik itu pendidikan, teknologi, ekonomi, maupun sosial.

Nilai-nilai seperti keberanian, keikhlasan, dan dedikasi yang ditunjukkan oleh para pahlawan terdahulu perlu diaktualisasikan dalam konteks modern.

Perjuangan di masa kini tentu berbeda, tetapi semangat dan tujuan untuk membangun negeri tetap sama. Generasi muda dapat meneladani para pahlawan dengan cara mengembangkan kompetensi diri, berkarya untuk masyarakat, serta berpartisipasi aktif dalam menjaga persatuan dan keutuhan bangsa.

Peristiwa 10 November bermula dengan kedatangan pasukan Sekutu yang diboncengi oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA) pada 25 Oktober 1945 di Surabaya.

Pada awalnya, mereka datang dengan tujuan mengamankan para tawanan perang, melucuti senjata Jepang, dan menjaga ketertiban di wilayah tersebut.

Namun, tindakan NICA yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby melampaui tujuan awal tersebut.

Pasukan NICA mulai masuk ke pusat Kota Surabaya dan menduduki pos-pos pertahanan Indonesia, yang dianggap sebagai tindakan agresi oleh rakyat Indonesia.

Pada 27 Oktober 1945, pasukan Sekutu, yang sebagian besar adalah tentara Inggris, menyerbu penjara dan membebaskan tawanan perang yang sebelumnya ditahan oleh pihak Indonesia.

Mereka juga mengeluarkan perintah agar masyarakat Indonesia menyerahkan senjata mereka. Perintah ini ditolak tegas oleh pihak Indonesia.

Pada 28 Oktober 1945, Bung Tomo memimpin pasukan Indonesia dalam serangan terhadap pos-pos pertahanan Sekutu, berhasil merebut tempat-tempat penting di Surabaya.

Meskipun pada 29 Oktober terjadi gencatan senjata antara pihak Indonesia dan Inggris, bentrokan-bentrokan kecil tetap berlanjut di antara masyarakat Surabaya dan tentara Inggris.

Puncak dari ketegangan ini terjadi pada 30 Oktober 1945, ketika Brigadir Jenderal Mallaby, komandan pasukan Inggris di Jawa Timur, tewas dalam sebuah insiden.

Kematian Mallaby memicu kemarahan besar dari pihak Inggris, yang kemudian mengeluarkan ultimatum pada 10 November 1945 melalui Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh, pengganti Mallaby. Ultimatum tersebut berisi tiga tuntutan:

1. Seluruh pemimpin Indonesia di Surabaya harus melaporkan diri kepada pihak Inggris.

2. Semua senjata yang dimiliki oleh pihak Indonesia di Surabaya harus diserahkan kepada pasukan Inggris.

3. Para pemimpin Indonesia di Surabaya harus bersedia menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat.

Namun, ultimatum ini tidak diindahkan oleh rakyat Surabaya, sehingga pertempuran besar pun tak terelakkan. Pada 10 November 1945, tepat pukul 06.00 pagi, pasukan Inggris melancarkan serangan dari darat, laut, dan udara, menghancurkan kota Surabaya.

Pertempuran ini berlangsung dengan sengit, menelan korban hingga ribuan jiwa, terutama dari kalangan warga sipil.

Diperkirakan sekitar 20.000 rakyat Surabaya gugur, sementara sekitar 150.000 lainnya terpaksa mengungsi dari kota. Di sisi Inggris, sekitar 1.600 prajurit tewas, hilang, atau mengalami luka-luka, serta puluhan alat tempur mereka rusak atau hancur.

Di antara pejuang yang paling berperan dalam membakar semangat perlawanan adalah Bung Tomo.

Melalui siaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), ia mengobarkan semangat rakyat Surabaya untuk bertahan melawan kekuatan besar demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun