Waktu itu, saya dikasi modal US$2,7 juta untuk membangun pabrik. Nilainya sebenarnya masih terlalu kecil," jelas dia. Namun, dia tidak menolak tawaran itu. Dia tetap melihat peluangnya ada. "Waktu itu sedang krisis, dan nilai rupiah terus melemah, terhadap dolar. Bayangkan, dari kurs Rp2000 naik terus bergerak menjadi belasan ribu. Jadi, saya tetap simpan modal US$2,7 juta itu. Maruki ini saya kembangkan dengan uang saya dahulu, saat mengelola perusahaan penangkapan ikan tuna. Sampai nilai tukar rupiah menembus angka tertinggi saat itu, Rp17 ribu, saya langsung tukar rupiah, " jelas dia.
Walhasil, duit yang awalnya hanya cukup untuk membangun satu unit pabrik pengolahan kayu, akhirnya cukup untuk membangun tujuh unit pabrik. Perusahaan itu tumbuh besar. Dengan keuntungan yang besar itu, Nurdin akhirnya mendirikan sebuah yayasan, Maruki Foundation, yang konsen memberikan beasiswa kepada mahasiswa dan pelajar.
Pesan dari Leluhur
MENJADI Bupati di Kabupaten Bantaeng, bukanlah hal yang dicita-citakan Nurdin Abdullah. Jabatan itu sebenarnya selalu dia hindari. Keturunan Raja Bantaeng ke-28, Karaeng Pawilloi itu, memang memutuskan maju sebagai calon bupati Bantaeng, 2008 silam, usai didatangi hampir 3.000 masyarakat Bantaeng. Namun, jauh sebelum itu, dorongan untuk menjadi Bupati sudah sering datang dari ayahnya, Haji Andi Abdullah, putra Karaeng Latippa yang juga cucu Karaeng Pawilloi. [caption id="" align="alignnone" width="444" caption="CEK MOBIL AMBULANCE"]
Nurdin menuturkan, sering dia merasa emosi, saat Andi Abdullah memintanya memimpin Bantaeng. Pasalnya, istri, mertua, dan pemilik perusahaan yang sekarang dia pimpin tidak setuju. Hingga akhirnya, menjelang akhir hayat Andi Abdullah, pesan itu kembali diutarakannya. "
Katanya, permintaan itu berasal dari luluhur saya. Katanya saya harus kembali, dan memperbaiki Balla Lompoa (rumah adat Bantaeng). Dia mengaku tidak tenang sebelum menerima jawaban saya. Setelah saya mengiyakan, lalu keesokan harinya, dia sudah meninggal dunia," tutur Nurdin. Selain ayahnya, Nurdin juga pernah mendapat permohonan dari kalangan Kiyai di Bantaeng. "Mereka bermohon dengan alasan ingin menurunkan saya dari kenikmatan," kata dia.
Nurdin yang berpasangan dengan Asli Mustadjab itu terpilih dan meraih suara sampai 46 persen pada pemilukada Bantaeng, 2008 silam. Pada Pemilukada 2013 lalu, dia meraih 83 persen suara, dan kembali memimpin Bantaeng periode kedua.
Selesaikan Masalah dengan Dialog
DUA pekan lalu, sekelompok warga melakukan protes terhadap proyek pembangunan pelabuhan di Desa Papanloe, Kecamatan Pajukukang, Bantaeng. Petugas survei yang sedang mengukur potensi lahan yang akan dimanfaatkan oleh China Harbour Company tersebut, harus berhenti bekerja, dan melaporkannya ke Nurdin Abdullah. Nurdin akhirnya mengumpulkan camat dan kepala desa setempat.
Setelah diketahui, warga yang protes hanya berasal dari satu dusun. Lalu Nurdin menyampaikan, dirinya akan melaksanakan salat Jumat di dusun tersebut. Kebetulan, hari itu adalah Jumat. Camat dan Kepala Desa melarang, karena dusun tersebut, cukup rawan dan berbahaya. Tapi Nurdin tetap mendesak. Akhirnya, Nurdin salat Jumat di dusun tersebut. Benar saja, wajah-wajah masyarakat di dusun itu tidak bersahabat. Di dalam masjid, Kepala Dusun berdiri dan menyampaikan pidatonya.
Dia membahas tentang lahan-lahan yang dijual, kawasan laut akan dirampas dari para petani rumput laut, katanya. Warga akhirnya kehilangan pekerjaan, dan bermigrasi ke Malaysia. Usai pidato, giliran Nurdin menyampaikan pidato. Dia bertanya, tentang daerah tersebut lima tahun silam. Saat itu, air sangat sulit dicari. Musim tanam padi hanya sekali dalam setahun. Namun, sejak proyek hilirisasi, air sudah melimpah. Tanah yang harganya hanya sekitar Rp20 juta perhektare, meningkat menjadi Rp75 juta, hingga ratusan juta.