Mohon tunggu...
Elizza Yuliantari
Elizza Yuliantari Mohon Tunggu... Lainnya - Perempuan

Seorang Pujakusuma Putri Jawa kelahiran Sumatera. Sebuah catatan seorang pujangga dari Asia Barat 😆 era peradaban Plastik 1993 M- Detik ini

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Terusir

18 Oktober 2024   21:29 Diperbarui: 18 Oktober 2024   21:44 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hai kamu

hampir sebulan berada dalam rekomendasi pesan teratasku

padahal tak satu pun kata masuk dalam kotak pesan ku

aku tahu kini tak mudah lagi untuk sekedar menyapa 

karena dulu kita teman dan sudah lama berjauhan

yang lebih menyebalkan adalah teman tapi cinta

teman tapi nyaman

sungguh kejam kutukan pertemanan tapi cinta ini 

hingga kau jatuh ke dalam sumur 

lantas  berharap air itu surut

menguras air di dalam sumur bukanlah mustahil

kelak bila tiba musim kemarau air itu akan surut

dan kau pun berhasil kembali ke permukaan

 lebih banyak waktu untuk menahan tubuhmu yang mulai basah kuyup dan menggigil

akhirnya kau keluar dari sumur yang ku buat

kau menemukan tempat lain untuk berteduh

pelukan eratmu masih dikenang oleh gadis itu

ah ku tak tahan menahan cemburu

tapi siapalah aku, aku adalah seseorang yang ada di hatimu tanpa identitas

lihat aku sudah berapa kali menahan cemburu, tapi apa daya aku bukanlah siapa-siapamu

hingga ku sangat sadar dan berlalu tanpa perlu menugnggu lagi ragu. 

selamat tinggal teman tapi cintaku

kau datang sembari mengatakan kau adalah Qosim  dalam Laila Majnun

sungguh aku ingin meraih tanganmu 

tapi aku tak bisa  ku tak berdaya

telah datang tangan meraihku menuju maghligai 

namamu tak pernah terhapus kendati angan bersamamu telah pupus

kemarin 

bersama masa lalu aku datang mengetuk pintu hatimu

berharap ada kelegaan antara aku dan kamu

aku salah tak bertanya kabarmu lebih dulu

aku langsung pada permintaan maafku

karena ku tak sanggup menahan rasa bersalah dalam qalbu

bukan karena aku ingin kembali memulai bersamamu

tapi lebih kerana

 aku ingin kau ampuni aku

tapi pahit ku rasa

saat ku dengar kata-katamu

apakah dunia ini berhenti sehingga masalah tetap sama?

sungguh seketika itu aku tahu bahwa aku adalah jalangkung

datang tak diundang pulang tak diantar

sungguh orang merugi itu adalah aku

karena aku datang namun aku lupa bahwa sesungguhnya 

aku telah terusir

sekarang setelah melihatmu tidak ada dalam deretan pesanku

aku ingin berkata

impas?

aku sudah membayar impas

aku sudah masuk ke dalam sumur yang ku buat sendiri

dulu kau masuk sumur sendiri

kini aku juga sendiri

bila saat itu air sumur mengering saat kemarau

ku harap begitu juga

kini aku lega, aku sudah membayarnya

hutang perasaan itu pun lunas

kini saatnya Teletabis berpisah...

dadah..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun