Bagaimana rasanya menjadi sepasang mata tapi tak pernah saling melihat? Mereka tetap beriringan kendati tak pernah sekalipun mereka bersih tatap dan saling melihat
Rasanya pertemuan denganmu itu sudah lebih dari sewindu, Rio. Tapi entah mengapa saat kesulitan hidup yang menghampiriku belakangan ini, ingatan ini tertuju padamu. Pria yang semestinya tidak hinggap di pikiran seorang perempuan yang telah membina Rumah tangga dengan Pria lain. Namun biar ku tuliskan beberapa memori tentangmu. Dan ini bagian ke satu
Bukan belakangan ini saja bahkan sejak aku memutuskan pergi dari meja tenis ruang Anggota saat itu. Saat itu hatiku bergemuruh saat aku melihat Naomi tersenyum manis dan manja kepada Rio. Dari sudut mata Naomi terpancar ingin dielus dan ditepuk sayang punggungnya. Hatiku rasanya tidak sanggup menyaksikan itu. Dari bahasa tubuh Rio memberi sinyal bahwa Rio adalah sosok yang lembut dan penyayang. Ia tampak menikmati kebersamaan dengan Naomi saat itu.Â
"Apa-apaan ini" tanyaku dalam hati, mengapa aku merasa milikku direbut, oh tidak aku sudah merasa memiliki Rio, teman satu timku yang hampir beberapa acara aku bersamanya. Oh tidak inikah yang disebut sebagai "wiring tresno jalaran soko kulino" Red Cinta datang karena terbiasa.Â
 Hati dan pikiranku sungguh bising dan saling bergolak. Kemana langkah kaki ini harus melangkah. Kemanakah kaki ini mengambil fatwa. Kepada hati ataukah kepada akal pikiranku ini.Â
Hasrat dan keinginanku menyukai kebersamaan dengan Rio, dia pria yang baik dan mampu memberi dukungan emosional kepadaku saat aku sedang dilanda "kesal, gundah gulana" Dan harus tetap tampil profesional.Â
Hal itu bermula dari tugas pertama kami sebagai seorang pembawa acara sebuah event. Saat itu hatiku sedang berapi-api kesal bukan main karena peserta saat itu adalah Haikal teman sekelas saat kuliah. Dia menunjukkan ketertarikan kepadaku sampai sampai ia membuntuti ku pulang ke Asrama tempatku bermukim di kota ini. Kota pelajar yang terbuat dari angkringan dan rindu.
Cepat-cepat aku memberi tahu Rio bahwa aku sedang kesal karena Haikal muncul di hadapanku. Tapi bagaimana pun juga aku harus profesional membawa acara hari ini dengan semangat, penuh antusias dan totalitas. Ya ampun rasanya hari ini chemistry terbangun. Banyak humor yang spontanitas dan suasana pun cair tidak membeku. Walhasil selesai acara aku makan siang bersama Rio di Foodcourt dekat gedung acara berlangsung.
 Saat itu dengan perasaan aman aku bercakap-cakap dengannya. Percakapan yang biasa terjadi di meja makan. Makan sambil mengobrol di meja makan adalah hal nyaman bagiku. Saat itu aku bercerita bahwa hari ini Ayah dan adikku datang ke sini tapi aku tidak bisa menemani mereka karena aku harus bertugas. Itulah profesionalitas yang aku junjung tinggi.
Ayah dan adikku terpaksa jalan-jalan sendiri menggunakan bis kota. Jalan-jalan yang menyenangkan selalu menggunakan bis.Â
Aku bertanya kepada Rio saat itu, apakah aku termasuk seseorang yang memiliki profesionalitas untuk keadaanku hari ini. Di mana hari ini aku ingin sekali bersama keluargaku tapi apa daya aku harus bertugas. Well percakapan itu selesai dengan sebuah pertanyaan konyol ku, namamu pakai bahasa Arab apakah artinya Muhammad yang baik?Â
Aku pun melanjutkan mengunyah makanan dan menyedot es teh dingin di tengah cuaca panas dan jam makan siang di tengah keramaian.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!