3. Analisis
Analisis Wawancara tentang Pembulian dari Perspektif Pelaku dan Korban
3.1 Pembulian Dari Sisi Pelaku
Dari perspektif pelaku, tindakan bullying umumnya berakar pada keinginan untuk menunjukkan superioritas atau kekuasaan di lingkungan sosial. Hal ini sering didorong oleh perasaan akan memiliki kekuatan fisik yang lebih besar atau dukungan dari teman-teman, yang memperkuat status sosial pelaku. Selain itu, pelaku dapat memiliki latar belakang emosional yang melibatkan dendam atau respon terhadap perilaku negatif dari korban di masa lalu, yang memicu agresi sebagai bentuk pertahanan status atau kepuasan psikologis saat mendominasi orang lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelaku merasa mendapatkan kontrol dan kepuasan ketika teman-teman mereka takut atau tunduk padanya, dan hal itu memperkuat motivasi pelaku untuk terus melakukan bullying.
3.2 Pembulian Dari perspektif korban
Bullying sering terjadi ketika korban menempati peran atau posisi yang berbeda dari norma kelompok, seperti ketua kelas. Hal ini dapat menjadikan korban sebagai target bullying, baik verbal maupun non-verbal, karena dianggap mengganggu atau melawan norma sosial tertentu. Korban yang tidak mendapat dukungan sosial sering kali merasa terisolasi, yang dapat berujung pada tekanan psikologis seperti kecemasan, rendahnya harga diri, dan risiko depresi. Isolasi ini sering kali berlanjut karena korban kesulitan mendapatkan dukungan atau intervensi yang cukup dari lingkungannya.
4. Penutup
      Denikian artikel singkat bagaiman kajian yang sudah disusun dapat bermanfaat bagi pembaca dan terima kasih terhadap teman sejawat dalam membantu menyusun tulisan, kata-kata hingga terbentuknya artikel atau paper ini.
4.1 Kesimpulan
Bullying di lingkungan pendidikan merupakan masalah kompleks yang berpotensi menghambat perkembangan akademik, sosial, dan psikologis siswa. Melalui analisis berbagai perspektif, diketahui bahwa tindakan bullying sering kali dipicu oleh keinginan pelaku untuk menunjukkan dominasi atau kekuatan, yang diperkuat oleh dukungan dari lingkungan sosialnya. Sementara itu, korban bullying kerap mengalami isolasi sosial akibat perbedaan posisi atau status, yang menyebabkan mereka rentan terhadap tekanan psikologis dan kehilangan kepercayaan diri.
Lingkungan pendidikan yang bebas dari bullying harus menjadi prioritas semua pihak agar tercipta iklim belajar yang aman, inklusif, dan mendukung kualitas pendidikan secara menyeluruh. Upaya preventif, seperti memperkuat hubungan sosial dan melibatkan siswa dalam kegiatan positif, menjadi langkah efektif dalam mengurangi risiko bullying. Selain itu, kebijakan anti-bullying yang tegas dan sosialisasi yang berkesinambungan sangat diperlukan untuk membangun kesadaran akan pentingnya empati, toleransi, dan rasa hormat antar siswa. Dengan demikian, diharapkan semua pihak dapat berperan aktif dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan, serta menjadikan lingkungan sekolah sebagai tempat yang aman bagi setiap siswa tanpa diskriminasi atau penindasan.