Sebenarnya bagaimana kedudukan kawin tangkap dalam adat perkawinan di Sumba?
Dari jurnal "Adat Kawin Tangkap sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual" yang ditulis oleh Herman dkk, ditemukan bahwa Istilah kawin tangkap dicetuskan oleh Salomi Rambu Iru, aktivis Sumba yang juga Direktur Forum Perempuan Sumba, pada awal 2000-an.Â
Pada awalnya praktik menculik mempelai perempuan pada kawin tangkap dilakukan atas persetujuan pihak perempuan. Oleh karena itu disebut sebagai bagian dari ritual perwakinan. Namun, praktiknya menjadi makin melenceng dan penuh intimidasi. Jadi, ada manipulasi adat dalam persoalan ini sehingga praktik ini dianggap bertentangan dengan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Apakah ada solusi terhadap penyimpangan ini?
Melalui laman Komnas Perempuan diterbitkan laporan yang menunjukkan berbagai tanggapan dan proses yang tengah diupayakan oleh Pemerintah, Komnas perempuan yang bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan korban penyintas kawin tangkap.Â
Dari berbagai ulasan yang diberikan, penulis menyimpulkan belum adanya perhatian yang serius dari pemerintah daerah dalam menanggapi MoU yang telah diterbitkan untuk kasus ini. Belum adanya respon dengan merancang Peraturan Daerah (PERDA) menunjukkan sikap acuh terhadap perlindungan bagi perempuan.Â
Selain itu, peristiwa ini juga menunjukkan bahwa hukum dengan perspektif HAM belum merasuki lembaga penegak hukum yang tercermin dari sikap dan integritas aparat.Â
Hal ini belum bukannya tidak akan terjadi. Karena penulis juga menyadari dari cerita Magi di atas yang mengupayakan keseimbangan pemahaman atas kasus ini agar diterima oleh berbagai pihak sebagai sebuah tindakan yang salah, sebagai suatu kejahatan yang berulang.Â
Magi mencerminkan dirinya sebagai sosok yang tangguh untuk memperjuangkan kemerdekaan atas dirinya. Namun apakah semua perempuan mampu seperti Magi? Bukankah harusnya ini menjadi perhatian semua pihak untuk tidak membuat korban menjebak dirinya secara terus menerus dalam kekerasan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H