Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bersinar karena lilin-lilin di desa (Bung Hatta). Alinea keempat UUD NRI 1945 jelas-jelas memuat "mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagai salah satu pilar kemerdekaan Indonesia. Bagaimana bangsa yang cerdas bisa dibentuk?Â
Salah satu indikatornya adalah kesetaraan mutu pendidikan antardaerah di dalam suatu negara. Indonesia, dalam laporan Programme for International Student Assessment (PISA) dikategorikan sebagai negara yang jarak mutu pendidikan antardaerahnya tergolong tinggi. (Kompas, 4 Desember 2020).
Masalah disparitas pendidikan antardaerah ini terlihat dari aspek sarana dan prasana yang tidak imbang antara lembaga pendidikan (sekolah) di kota dan didesa, akses menuju sekolah yang tidak aman bagi siswa/i, dan jumlah tenaga pengajar berikut biaya operasionalnya yang minim ditingkat desa harus dibenahi.Â
Belum selesai dengan catatan kritis tersebut, Indonesia sebagai salah satu negara terdampak pandemi Covid-19 harus berhadapan dengan tantangan baru didunia pendidikan yakni ketersediaan jaringan di wilayah desa serta ketidakbedayaan warga desa dalam mengelola teknologi untuk kegiatan belajar mengajar jadi isu krusial yang harus ditanggapi dengan serius.
Sekolah daring, diyakini sebagai salah satu upaya pemutusan rantai penyebaran covid oleh Pemerintah resmi diberlakukan sejak Maret 2020.[1] Sampai dengan akhir 2021 kebijakan tersebut masih berlaku dibeberapa wilayah[2]. Kenyatan ini menjadi tantangan terbesar bagi siswa, tenaga pengajar, orangtua, termasuk stakeholder.Â
Masyarakat pedesaan adalah yang paling parah terdampak dengan Sistem Pembelajaran daring ini. Di Desa Maryomo, Jombang, Jawa Timur meski belajar dengan cara berkelompok dilarang oleh otoritas pendidikan kabupaten Jombang, tetap saja anak-anak di desa ini harus berkumpul, terutama anak SD karena orangtuanya tidak memiliki gawai, kalaupun ada jaringan disana hanya bisa melalui wifi bukan seluler (Syafi'I, Kompas, 22 Juli 2021).Â
Â
Sejumlah siswa di Desa Keblukan, Temanggung, Jawa Tengah juga melaksanakan belajar daring secara berkelompok di balai desa karena susah sinyal (Friska, Republika, 07 Agustus 2020). Puluhan desa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat masih dalam kondisi belum terjangkau jaringan (blank spot) (Ismet, Detik, 30 Juli 2021).Â
Di Sulawesi selatan, tepatnya di Desa Rante Mario, para siswa harus mencari tempat tinggi untuk mengikuti proses belajar daring (Arnas, Antara, 3 Agustus 2020). Di sumatera Barat kesulitan pembelajaran daring disebabkan kurangnya pemahaman tenaga pendidik dan keterbatasan fasilitas (Antara Sumbar, 23 juni 2020).Â
Di Desa Alue Naga, Kota Banda Aceh anak-anak tidak dikawal sepenuhnya oleh orangtua selama masa belajar daring dikarenakan mata pencaharian para orangtua sebagai nelayan. Para guru pun hanya bisa menampung 1-3 murid perharinnya untuk belajar di sekolah, mengikuti aturan pemerintah setempat (Kepsek SDN 72 Alue Naga, Wawancara, 2021).
Â
Dari berbagai kondisi tersebut, kita bisa memahami bahwa kedepannya diperlukan pembangunan infrastukur yang merata dan terjamin terutama dalam hal pemenuhan jaringan telekomunikasi di desa-desa dan pengoptimalan tenaga pengajar. Juga partisipasi aktif orangtua perlu ditingkatkan melalui pendampingan dan pengarahan secara menyeluruh. Seperti yang disampaikan dalam laporan eksekutif World Bank[3], salah satu dari tiga bidang yang harus direformasi Indonesia dalam mencapai kemajuan di dunia pendidikan adalah bertindak berdasarkan bukti agar sekolah memberikan manfaat optimal bagi semua siswa.Â
Â
Sebagai upaya mendorong tanggapan daerah yang lebih efektif, kabupaten memerlukan dukungan dalam memahami berbagai tantangan pendidikan yang mereka hadapi dan sumber daya yang telah mereka miliki untuk mengatasi tantangan tersebut.Â
Bupati, Birokrat, pendidik dan orangtua perlu memahami bahwa sistem pendidikan sekarang ini gagal membuat anak memiliki keterampilan dasar dalam literasi dan berhitung, ditambah dengan kondisi pandemi yang membuat waktu pembelajaran semakin terbatas dan prosesnya pun tidak efektif. Dalam hal ini, Guru perlu memiliki kemampuan dan fleksibelatitas untuk menyesuaikan pengajaran mereka agar sesuai dengan kebutuhan siswanya[4].Â
Â
Lantas bagaimana untuk menyatupadukan semua elemen penting tersebut dalam mendukung keberlanjutan pendidikan yang efektif dan efisien bahkan ditengah pandemi sekalipun? Tentu kerjasama seluruh warga Indonesia.Â
Penulis menilai bahwa keterlibatan anak muda akan memberikan kekuatan tersendiri bagi perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Sebelum bahkan ditengah pandemi, kini semakin banyak komunitas anak muda yang fokus dibindang literasi dan pendidikan.Â
Apa yang dilakukan anak muda saat ini bagian dari upaya mengamini perkataan Ki Hajar Dewantara "Setiap orang adalah guru, setiap rumah adalah sekolah".Â
Bagaimana menanamkan keyakinan bahwa setiap manusia punya potensi untuk menyalurkan apa saja yang ia tahu dan pahami kepada orang lain, dan setiap keluarga, setiap atap adalah madrasatul u'la (sekolah pertama) untuk membentuk karakter tanpa perlu standarisasi layaknya di rapor sekolah.
Â
Ada begitu banyak komunitas anak muda di Indonesia saat ini, salah satunya One Step Ahead (OSA) Project.[5] Sebuah komunitas yang berfokus mempromosikan literasi digital di Aceh bertujuan menciptakan masyarakat yang melek digital, mempromosikan kesadaran untuk menjadi pengguna internet yang bertanggung jawab.Â
Komunitas ini membawa pengaruh positif bagi masyarakat yang kesulitan ditengah sistem belajar daring. Mereka melakukan banyak kegiatan secara langsung berinteraksi dengan anak-anak di beberapa titik area banda aceh dan aceh besar. Bahkan komunitas ini pernah mendapatkan kepercayaan untuk menyalurkan 50 unit laptop sumbangan kolaborasi PWC dan Ajak Gerak untuk sekolah binaan dan sekolah Mitra OSA diberbagai daerah di Aceh.[6]
Â
Selain OSA, ada juga Indonesian Agent of Change (IAC) yang merupakan komunitas non-profit dengan misi berinvestasi dalam pendidikan anak usia dini untuk memberdayakan generasi berikutnya. IAC membuat program pendidikan, sosial dan budaya dan menyediakan sumber daya yang diperlukan di daerah-daerah yang kurang mampu.[7] Â
Coba bayangkan saja jika setiap daerah di Indonesia punya satu saja komunitas seperti dua contoh diatas, tentu ini akan memudahkan pemerintah untuk merealisasikan pendidikan yang inklusif dan merata serta peningkatan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua, sesuai semangat Sustainable Development Goals (SDG) dan visi Indonesia mencerdaskan kehidupan bangsa.
Â
Kehadiran komunitas anak muda ini menunjukkan tingkat kepedulian yang tinggi terhadap keberlanjutan pendidikan yang setara bagi seluruh warga negara Indonesia. Anak muda yang sebagian besar sudah menempuh pendidikan tinggi ini, sudah memiliki pengalaman dan kepekaan terhadap kondisi sosial.Â
Selama pandemi, anak muda makin kreatif dan terus bergerak untuk keluar dari keterpurukan atas duka yang memilukan ini. Apapun akses yang dimiliki dipergunakan sebaik mungkin untuk bertahan dan mempertahankan lingkungan disekitar mereka.Â
Penulis yakin ada begitu banyak komunitas, organisasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terus lahir dan berkembang di Indonesia.Â
Rasa empati anak muda benar-benar lestari di masa pandemi dan ini menjadi catatan penting untuk kondisi dunia pasca pandemi. Tentu kita jadi lebih banyak tau, lebih antisipatif kedepannya untuk siap dan tidak tertinggal dengan perkembangan zaman, sehingga seperti saat ini harus berhadapan dengan teknologi hampir setiap jam dalam satu hari kita sudah tidak lagi tergagap.
Â
Jika anak muda sudah mampu, orangtua bisa dirangkul, pemerintah dan pemangku kekuasaan bisa bekerjasama, tentu kualitas generasi yang lahir di Indonesia diakui sebagai wujud kebanggan bangsa.Â
Suatu awal yang baik untuk menyambut Indonesia pasca pandemi dengan pemerataan pendidikan di daerah. Meski tidak dipungkiri bahwa peran inti adalah tanggung jawab pemerintah untuk memperbaiki fasilitas, pengadaan tenaga pengajar, sarana dan prasana, sistem penilaian sekolah, dan optimalisasi dana pendidikan.Â
Namun dengan bantuan anak muda tentu akan menciptkan semangat untuk terus berinovasi dalam memberikan yang terbaik dan mencetak generasi yang memiliki pikiran terbuka dan berani mengekspolarasi minat bakatnya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI