Â
Dari berbagai kondisi tersebut, kita bisa memahami bahwa kedepannya diperlukan pembangunan infrastukur yang merata dan terjamin terutama dalam hal pemenuhan jaringan telekomunikasi di desa-desa dan pengoptimalan tenaga pengajar. Juga partisipasi aktif orangtua perlu ditingkatkan melalui pendampingan dan pengarahan secara menyeluruh. Seperti yang disampaikan dalam laporan eksekutif World Bank[3], salah satu dari tiga bidang yang harus direformasi Indonesia dalam mencapai kemajuan di dunia pendidikan adalah bertindak berdasarkan bukti agar sekolah memberikan manfaat optimal bagi semua siswa.Â
Â
Sebagai upaya mendorong tanggapan daerah yang lebih efektif, kabupaten memerlukan dukungan dalam memahami berbagai tantangan pendidikan yang mereka hadapi dan sumber daya yang telah mereka miliki untuk mengatasi tantangan tersebut.Â
Bupati, Birokrat, pendidik dan orangtua perlu memahami bahwa sistem pendidikan sekarang ini gagal membuat anak memiliki keterampilan dasar dalam literasi dan berhitung, ditambah dengan kondisi pandemi yang membuat waktu pembelajaran semakin terbatas dan prosesnya pun tidak efektif. Dalam hal ini, Guru perlu memiliki kemampuan dan fleksibelatitas untuk menyesuaikan pengajaran mereka agar sesuai dengan kebutuhan siswanya[4].Â
Â
Lantas bagaimana untuk menyatupadukan semua elemen penting tersebut dalam mendukung keberlanjutan pendidikan yang efektif dan efisien bahkan ditengah pandemi sekalipun? Tentu kerjasama seluruh warga Indonesia.Â
Penulis menilai bahwa keterlibatan anak muda akan memberikan kekuatan tersendiri bagi perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Sebelum bahkan ditengah pandemi, kini semakin banyak komunitas anak muda yang fokus dibindang literasi dan pendidikan.Â
Apa yang dilakukan anak muda saat ini bagian dari upaya mengamini perkataan Ki Hajar Dewantara "Setiap orang adalah guru, setiap rumah adalah sekolah".Â
Bagaimana menanamkan keyakinan bahwa setiap manusia punya potensi untuk menyalurkan apa saja yang ia tahu dan pahami kepada orang lain, dan setiap keluarga, setiap atap adalah madrasatul u'la (sekolah pertama) untuk membentuk karakter tanpa perlu standarisasi layaknya di rapor sekolah.
Â