Mohon tunggu...
Muhammad Ruslan
Muhammad Ruslan Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Sosial

Mengamati, Menganalisis, dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mudik dan Komunalisme Kita yang Memudar

24 Juni 2017   20:48 Diperbarui: 25 Juni 2017   13:46 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaannya, ketika mudik ini dipahami sebagai suatu fenomena akibat dari perubahan corak struktur sosial masyarakat kita, akankah tradisi ini akan terus waris-mewarisi ke depannya? Memang bisa dikatakan perkembangan teknologi bukanlah faktor utama yang akan menghancurkan tradisi ini, sebab kita melihat meski orang sudah bisa dan terbiasa bertatapan langsung di layar handpone, itu tidaklah mengurangi kerinduan orang untuk bisa bertatap muka secara langsung. Artinya ada kerinduan lain yang tak terpenuhi dari fenomena bertatapan muka di dunia maya tersebut.

Tapi bagaimana dengan kekhawatiran ekspansi pembangunan ala kota terhadap desa sebelumnya? Pembangunan yang tak sekadar bisa dipahami sebagai realitas yang bebas nilai, melainkan syarat dengan nilai-nilai pembangunan yang identik dengan perkotaan itu sendiri. Suatu pembangunan tidak akan berjalan sebelum akhirnya nilai pembangunan itu sendiri diterima secara kultural terlebih dahulu yang kita sebut hegemoni kultural perkotaan.

Bisa dikatakan, tradisi ini terancam berhenti kalau saja imajinasi tentang komunalistik itu yang tercerabut alias hilang. Sebab sejatinya mudik adalah ekpresi kerinduan manusia akan situasi komunalistik desa yang nyaris tidak ia temui di kota. Itulah kerinduan kodrat kita yang menuntung kita melawan macet, banjir, resiko di jalan dan keterbatasan ekonomi. Seperti kata God Bless, dalam lirik Rumah Kita: hanya bilik bambu tempat kita, tanpa hiasan tanpa lukisan, beratap jerami beralaskan tanah, namun semua ini punya kita. Ya miliki kita sendiri....

Selamat mudik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun