Hemofilia. Inilah salah satu jenis penyakit yang keberadaannya hampir sulit dikatakan ada penyembuhannya. Penyakit hemofilia termasuk penyakit yang tidak membutuhkan pengobatan untuk kesembuhan. Yang dibutuhkan oleh penyandaannya hanyalah perawatan yang tepat sekadar untuk menghindari resiko fatal.
Resiko sedikit berupa pendarahan baik eksternal maupun pendarahan internal bisa berakibat fatal. Hemofilia termasuk penyakit genetik yang ditanggung seumur hidup bagi penyandangnya. Sebab hingga saat ini belum ada obat yang mampu menyembuhkan.
Hemofilia adalah tipe penyakit kelainan darah berupa kekurangan salah satu faktor pembekuan darah (faktor VIII untuk hemofilia A dan faktor IX untuk hemofilia B). Kondisi genetik dimana darah tidak mampu menggumpal atau membeku dengan normal. Sehingga ketika ada luka terbuka ataupun bengkak karena benturan sedikit saja, maka akan mudah terjadi pendarahan yang sulit berhenti.Â
Luka ringan sedikit bisa mengeluarkan darah yang banyak. Bahkan keenderungan orang yang sering mimisan saja ketika ia dalam skalasi yang tergolong tinggi, maka bisa saja ada kemungkinan orang bersangkutan menderita hemofilia, meskipun skala yang berbeda-beda.
Untuk pendarahan internal, ini biasanya terjadi karena hal-hal seperti benturan. Terjadi pendarahan di dalam namun tidak menemukan celah luka untuk darah bisa keluar. Gejalanya biasanya tubuh yang mengalami pendarahan internal akan bengkak, memar pada titik yang tertentu. Tentu saja gejala yang dirasakan bagi penderita bermacam-macam, bisa pusing, lemas, dll.
Untuk mengontrol pendarahan itu, penyandang hemofilia harus menjalani transfusi faktor konsentrat secara teratur. Faktor konsentrat ini hanya membantu terjadinya pembekuan darah. Hal ini lebih efektif bekerja saat pendarahan belum terlalu fatal.
Pendarahan yang paling lazim terjadi adalah pendarahan di bawah kulit khususnya pada persendian seperti sendi lutut, siku dan pergelangan kaki, karena mobilitas gerak banyak terjadi di titik itu. Selain itu pendarahan lain dapat terjadi pada otot, seperti lengan bawah dan betis. Pendarahan di bawah kulit ditandai dengan lebam (warna kebiru-biruan) atau memar dan bengkak, biasanya diikuti dengan rasa nyeri.
Dan yang paling mesti dihindari adalah pendarahan di organ vital seperti otak. Sebab hal ini bisa menyebabkan kematian, dengan tingkat kesulitan yang tinggi untuk memberikan pertolongan yang tepat.
Oleh karena itu untuk meminimalisir resiko fatal, kebanyakan penderita hemofilia lebih memilih dan lebih tepat memilih metode perawatan profilaksis sebagai cara efektif perawatan bagi penderita hemofilia. Profilaksis adalah metode perawatan kesehatan dengan cara mengobati gejala ringan sebelum penyakit itu memburuk.
Metode ini dianggap cukup efektif, karena lebih bersifat pencegahan untuk menghindari kategori pendarahan berat. Sebab ketika telah terjadi pendarahan berat, hal ini cukup berbahaya, sebab faktor konsentrat obat atau daya kerja obat lebih hampir sulit bekerja efektif.
Saya pernah berbincang hampir dua tahun yang lalu dengan Ketua Umum HMHI (Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia) Prof Djajadiman Gatot, saat itu ia membeberkan data, menunjukkan prediksi bahwa ada sekitar 25.000 orang mengidap penyakit ini. Namun yang benar-benar teridentifikasi di rumah sakit hanya sekitar 1.700-an yang benar-benar berobat di rumah sakit.
Ini berarti ada banyak sodara-sodara kita yang menderita penyakit ini hampir dikatakan tidak menerima perawatan yang memadai. Dari data itu kita tahu bahwa hanya 6,8% saja yang bisa mendapatkan perawatan. Dan bagaimana dengan 93% lainnya?
Ada dua faktor yang mempengaruhi persoalan ini. Selain karena rendahnya pemahaman masyarakat akan penyakit ini, juga karena masih terbatasnya fasilitas kesehatan yang memberi pelayanan hemofilia. Di desa-desa yang jauh dari akses pemahaman seperti ini, gejala ini bahkan nyaris untuk tidak dikatakan penyakit.
Selain itu, fasilitas kesehatan juga yang terbatas. Jangan tanya fasilitas itu apakah ada di desa atau tidak. Di perkotaan saja terbatas. Bahkan bisa dikatakan di Indonesia sendiri, jumlah rumah sakit yang mempunyai fasilitas bagi penderita hemofilia hanya bisa dihitung jari. Hanya rumah-rumah sakit yang dikenal sebagai rumah sakit yang besar saja yang umumnya memiliki.
Belum kalau ingin ditanyakan biaya perobatan untuk penyakit ini tergolong super mahal. Seorang penyandang hemofilia pernah mengatakan kalau satu suntik obat yang ia pakai, kalau dihitung-hitung dalam rupiah, biayanya bisa sampai hitungan 30 juta.
Memang pemerintah sudah mengakomodasi jenis penyakit dalam jaminan BPJS Kesehatan. Namun, mungkin karena mahalnya obat itu, dengan sistem manajemen BPJS yang sepertinya belum bisa benar disebut jaminan sosial, lantaran masih terpola dalam pola-pola pengelolaan efisiensi bisnis? Apa boleh buat, keterbatasan obat atau ketidaktersediaan obat kadang masih menjadi keluhan bagi para penyandang hemofilia.
Di hari hemofilia yang diperingati setiap tanggal 17 April. Apa yang selalu kita dengar berulang-ulang tak lain adalah harapan. Harapan dari penyandang hemofilia kepada pemerintah agar memperhatikan mereka. Sudah cukup banyak penderitaan yang ditanggung mereka para pengidap. Hidup berkalang penyakit tanpa harapan ada kesembuhan. Kemudahan untuk berobat dari pemerintah adalah satu-satunya sumber kebahagiaan mereka nantikan… semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H