Mohon tunggu...
Muhammad Ruslan
Muhammad Ruslan Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Sosial

Mengamati, Menganalisis, dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Krisis Baca dan Peran Gerakan Sipil Volunter

19 Maret 2016   22:04 Diperbarui: 19 Maret 2016   22:42 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengingat bahwa pengguna medsos, juga tergolong banyak dari kalangan anak muda, yang umumnya berstatus sebagai pelajar/mahasiswa. Miskinnya bacaan buku yang melanda pelajar/mahasiswa, semua saling terkait, termasuk dengan realitas sekolah/kampus yang kadang lamban memperlihatkan kepedulian terhadap buku dan budaya baca, hal itu cukup mudah dilihat saat buku-buku perpustakaan perguruan tinggi sekalipun jarang diupdate, buku-buku yang sebenarnya sudah ‘kadarluarsa’ dari sisi perkembangan, tidak menarik sama sekali curosiotas siswa/mahasiswa.

Fenomena medsos di tengah rendahnya minat baca, kemunculannya seperti sebuah anomali perkembangan adaptasi kebudayaan dalam masyarakat yang mengalami satu lompatan tahap, dari budaya bertutur lisan, gagal masuk dalam budaya literasi (bertutur tulis-baca), justru jatuh dalam ‘perangkap’ teknologi dengan karakter instan.

Gerakan sipil volunter

Di tengah persoalan tersebut, saat ini munculnya banyak komunitas-komunitas baca dan literasi, seolah menjadi secercah cahaya tersendiri, di tengah rendahnya budaya baca masyarakat. Kehadiran komunitas-komunitas gerakan sipil yang berbasis volunter ini, digerakkan oleh anak-anak muda energik dengan penuh kepedulian akan pentingnya melek baca. Suatu langkah kecil yang kehadirannya seperti melucuti kemapanan sekolah/kampus yang selama ini belum mampu menjadi motor penggerak revolusi budaya baca.

Upaya para komunitas sipil tadi untuk mendekatkan masyarakat dengan buku, sekaligus masyarakatkan buku, dengan mendistribusikan buku-buku dari pusat kota ke daerah, dan dari kota ke desa, adalah jalan keluar dari ketimpangan akses buku antar pusat-daerah dan kota-desa selama ini. Ini adalah jawaban saat UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang mengamanatkan pemassifan pembangunan perpustakan desa, seperti menemui jalan berliku, kalau bukan jalan buntu. Dan juga menjadi alternatif di tengah gempuran produksi buku yang kian mahal.

Fenomena gerakan sipil volunter ini, menjadi suatu babak baru, yang patut didorong bersama. Saat program ‘Gemar Membaca’ pemerintah tidak memperlihatkan lompatan-lompatan pencapaian, maka  sipil pun harus bergerak sendiri, ‘mengambil alih’ sebagian fungsi pemerintah yang selama ini lamban dalam mendorong budaya baca, demi tujuan bernegara: mencerdaskan kehidupan berbangsa!

Muhammad Ruslan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun