Latar Belakang Kasus Hukum
Pada 3 Mei 2024, terjadi kasus pembunuhan mutilasi di Ciamis, Jawa Barat, di mana Tarsum (50) diduga membunuh dan memutilasi istrinya, Yanti (50). Ia ditemukan oleh warga setempat membawa pisau dan potongan tubuh korban dalam karung. Sebelum kejadian, keluarga melaporkan adanya perubahan perilaku dan upaya bunuh diri yang dilakukan Tarsum. Hasil pemeriksaan kejiwaan menunjukkan bahwa ia mengalami depresi dan sedang menjalani observasi di Rumah Sakit Jiwa Cisarua, Bandung.
Kasus ini menarik perhatian karena stigma terhadap individu dengan gangguan mental yang dianggap berpotensi berbahaya. Hingga saat ini, polisi belum mengambil langkah hukum lebih lanjut menunggu hasil observasi kejiwaan Tarsum.
Analisis Menggunakan Filsafat Hukum Positivisme
 1. Regulasi dan Penegakan Hukum
Dalam perspektif hukum positivisme, tindakan Tarsum jelas melanggar hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Positivisme menekankan pentingnya bukti dan fakta dalam penerapan hukum. Meskipun hasil observasi menunjukkan kondisi mental Tarsum, hukum tetap harus ditegakkan untuk memberikan keadilan bagi korban dan masyarakat.
 2. Kondisi Mental Pelaku
Filsafat hukum positivisme tidak mengesampingkan kondisi mental pelaku, tetapi menuntut adanya evaluasi yang komprehensif. Hal ini penting untuk memastikan bahwa tindakan hukum yang diambil tidak hanya adil, tetapi juga mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Mazhab Hukum Positivisme
Mazhab hukum positivisme mengartikan hukum sebagai norma-norma yang ditetapkan oleh otoritas yang sah. Hukum bersifat objektif dan berdasarkan fakta yang dapat diverifikasi. Dalam konteks kasus ini, hukum harus diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada tanpa mengabaikan kondisi pelaku.
Argumentasi tentang Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum di Indonesia
Menurut pandangan penulis, penerapan mazhab hukum positivisme di Indonesia memiliki kelebihan dalam memberikan kepastian hukum. Namun, ada tantangan ketika berhadapan dengan pelaku yang mengalami gangguan mental. Masyarakat perlu menyadari bahwa tidak semua individu dengan gangguan jiwa berpotensi melakukan kejahatan. Oleh karena itu, penegakan hukum harus dilakukan dengan bijaksana dan melibatkan evaluasi yang mendalam terhadap kondisi pelaku.
Kesimpulan
Kasus pembunuhan mutilasi di Ciamis menunjukkan tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia. Meskipun mazhab hukum positivisme dapat menciptakan keadilan dan kepastian hukum, penting untuk mengimbangi penerapannya dengan pemahaman yang mendalam tentang kondisi mental pelaku. Penegakan hukum yang adil dan bijaksana adalah kunci untuk melindungi masyarakat dan memberikan keadilan bagi korban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H