Mohon tunggu...
Irsya Dian Syarifaningsih
Irsya Dian Syarifaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa-Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Saya seorang mahasiswa aktif yang memiliki minat dalam bidang hukum Islam, ekonomi syariah, keuangan syariah, dan komunikasi massa. Selain berfokus pada studi, saya juga aktif dibeberapa organisasi, kegiatan magang, dan ikut serta dalam volunteering sehingga mampu membangun personal branding yang baik. Melalui Kompasiana, saya ingin mengembangkan literasi dan perspektif dalam berpikir mengenai isu-isu terkini.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kemanusiaan dan Hukum: Mengurai Kasus Mutilasi di Ciamis dalam Lensa Positivisme

24 September 2024   21:54 Diperbarui: 24 September 2024   21:55 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Tribunnews.com)

Latar Belakang Kasus Hukum

Pada 3 Mei 2024, terjadi kasus pembunuhan mutilasi di Ciamis, Jawa Barat, di mana Tarsum (50) diduga membunuh dan memutilasi istrinya, Yanti (50). Ia ditemukan oleh warga setempat membawa pisau dan potongan tubuh korban dalam karung. Sebelum kejadian, keluarga melaporkan adanya perubahan perilaku dan upaya bunuh diri yang dilakukan Tarsum. Hasil pemeriksaan kejiwaan menunjukkan bahwa ia mengalami depresi dan sedang menjalani observasi di Rumah Sakit Jiwa Cisarua, Bandung.

Kasus ini menarik perhatian karena stigma terhadap individu dengan gangguan mental yang dianggap berpotensi berbahaya. Hingga saat ini, polisi belum mengambil langkah hukum lebih lanjut menunggu hasil observasi kejiwaan Tarsum.

Analisis Menggunakan Filsafat Hukum Positivisme

 1. Regulasi dan Penegakan Hukum

Dalam perspektif hukum positivisme, tindakan Tarsum jelas melanggar hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Positivisme menekankan pentingnya bukti dan fakta dalam penerapan hukum. Meskipun hasil observasi menunjukkan kondisi mental Tarsum, hukum tetap harus ditegakkan untuk memberikan keadilan bagi korban dan masyarakat.

 2. Kondisi Mental Pelaku

Filsafat hukum positivisme tidak mengesampingkan kondisi mental pelaku, tetapi menuntut adanya evaluasi yang komprehensif. Hal ini penting untuk memastikan bahwa tindakan hukum yang diambil tidak hanya adil, tetapi juga mempertimbangkan aspek kemanusiaan.

Mazhab Hukum Positivisme

Mazhab hukum positivisme mengartikan hukum sebagai norma-norma yang ditetapkan oleh otoritas yang sah. Hukum bersifat objektif dan berdasarkan fakta yang dapat diverifikasi. Dalam konteks kasus ini, hukum harus diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada tanpa mengabaikan kondisi pelaku.

Argumentasi tentang Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun