Misalnya, daripada memberikan hukuman lebih baik orang tua menjelaskan dampak dari tindakan yang dilakukan anak dan memberikan solusi. Hal tersebut justru membantu anak belajar berpikir kritis dan bisa membuat keputusan secara mandiri.Â
Mitos anak jadi manja, sebagian orangtua beranggapan bahwa memberikan pilihan kepada anak berarti memanjakan anak. Faktanya dengan memberikan anak pilihan sesuai dengan usianya dapat membantu anak untuk belajar mengenali keinginan dan tanggung jawab.Â
Beralih ke pola asuh tradisional yang dianggap disiplin tapi juga ada resiko, mari kita simak pembahasannya.Â
Pengasuhan masa lampau yang seringkali melibatkan hukuman fisik atau kekerasan verbal, yang bertujuan agar anak jera dan disiplin. Resiko dari pola asuh tradisional ini diantaranya:
1. Trauma emosional, dari hukuman fisik dan verbal sering meninggalkan luka emosional yang memunculkan rasa rendah diri, kecemasan bahkan ketakutan.
2. Hubungan orangtua dan anak menjadi jauh, anak yang terlalu sering dihukum cenderung akan merasa tidak aman atau nyaman untuk berbicara dengan orangtua tentang masalah mereka.
3. Meniru kekerasan, anak yang tumbuh di lingkungan yang keras memiliki presentase lebih tinggi untuk meniru pola kekerasan tersebut dalam hubungan mereka di masa depan.Â
Tentu ada kelebihan dari pola asuh tradisional ini, dapat menanamkan jiwa disiplin dan rasa hormat kepada orang tua. Dan dapat membentuk pola pikir bahwa konsekuensi diperlukan ketika melanggar aturan. Paradoks dari disiplin versi pola asuh tradisional ini adalah hukuman keras memang dapat memberikan efek jera dalam jangka pendek, namun seringkali gagal dalam menanamkan pengertian yang mendalam tentang mengapa tindakan tertentu itu salah.Â
Setelah mengetahui fakta dan mitos dari kedua pola asuh diatas, maka kita sebagai orang tua atau calon orang tua tidak melulu harus memilih gentle parenting atau parenting tradisional. Parenting yang ideal bukanlah tentang memilih mana yang baik dan mana yang buruk, namun dengan menggabungkan aspek-aspek terbaik yang ada diantara keduanya dengan cara sebagai berikut:
1. Disiplin secara positif dengan menekankan empati, berikan aturan yang jelas dan tegas keada anak sambil tetap menjalankan komunikasi. Ketika anak memecahkan gelas "pecahan gelas itu berbahaya. ayo kita bersihkan sama-sama biar aman yaa"
2. Mengenali batasan usia anak, orang tua dapat memberikan pilihan dan kebebasan sesuai dengan kemampuan anak untuk bertaggungjawab tentunya sambil memastika mereka memahami konsekuensinya.