b. Tim pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan pertimbangan dan keputusan dalam melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.
c. Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.
4. Aborsi hanya boleh dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan suami.Â
 (Pasal 122)Â
a. Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban tindak pidana perkosaan.Â
b. Pengecualian persetujuan suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1)juga berlaku terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.Â
c. Dalam hal pelaksanaan pelayanan aborsi dilakukan pada orang yang dianggap tidak cakap dalam mengambil keputusan, persetujuan dapat dilakukan oleh keluarga lainnya.Â
5. Aborsi harus mendapat pendampingan dan konseling.
(Pasal 123)
a. Dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi, yang dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, dan atau tenaga lainnya.
(Pasal 124)