Selain itu tembakan gas air mata tersebut juga ditembakan di atas tribun. Ada juga rekaman video yang beredar di social media yang menunjukkan bahwa tembakan gas air mata tersebut ditembak tepat ketika para suporter aremania masih kondusif di atas tribun. Berhubung gas tersebut sudah meluap maka chaos pun tidak dapat dihindarkan.Â
Menurut kesaksian  beberapa pihak banyak sekali yang panik pada saat itu lalu berdesak-desakan untuk keluar stadion. Berhubung pintu stadion kecil maka pada saat itu banyak sekali masa yang terjepit,sesak napas, dan terinjak-injak sehingga membuat banyak korban yang tewas ditempat.
Kedua, pada saat penanganan tersebut polisi yang bertugas tidak hanya sekali menembakan gas air mata. Akan tetapi, berkali-kali sehingga membuat Stadion Kanjuruhan menjadi lautan asap gas air mata.Â
Betapa mengerikanya kejadian tersebut, bahkan yang lebih biadab lagi ada beberapa oknum polisi yang menembak masa supporter  dengan gas air mata yang berada di dalam pintu keluar yang terkunci dan berusaha mendobrak. Sehingga membuat banyak korban berguguran di tempat tersebut. Bahkan dalam kejadian tersebut tidak banyak anak dibawah umur dan Wanita menjadi korban.
Ketiga, sebenarnya sebelum penembakan gas air mata membludak. Ada salah satu aremania yang berusaha meminta kepada kepolisian yang bertugas untuk tidak menembak gas air mata dengan dalih di tribun ada anak dibawah umur dan wanita. Namun, hal tersebut sia-sia polisi justru membentak dan tetap melakukan upaya pengamanan dengan menggunakan gas air mata.
Ketiga faktor tersebut merupakan rangkuman dari begitu banyak media yang tersebar.Â
Adapun dari sektor non-supporter juga terdapat sebuah ketidaksesuaian. Yakni adanya gas air mata yang masuk ke dalam stadion. Padahal hal ini sudah dilarang oleh FIFA di dalam aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulations.Â
Dalam peraturan FIFA Pasal 19 b) tertulis, 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used'. Bunyi aturan FIFA tersebut dapat diartikan bahwa senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.Â
Dengan demikian publik yang melihat situasi ini menjadi tahu bahwasanya Tragedi Kanjuruhan bukan merupakan tragedi bentrok suporter. Melainkan Tragedi Kanjuruhan tersebut merupakan sebuah blunder tersendiri bagi institusi kepolisian dalam penggunaan senjata tersebut.
Walau begitu pelarangan penggunaan gas air mata di stadion dapat kita asumsikan bahwa stadion itu memiliki sebuah bentuk bangunan yang tidak biasa dan akses untuk orang lalu lalang tidak seperti di jalanan.Â
Mungkin aparat dalam penertiban ini menyamakan prosedur penanganan seperti demonstrasi. Padahal hal tersebut sangatlah salah besar dan sungguh biadab sekali.Â